Masuk Daftar
My Getplus

Hawk 200, Elang Mungil yang Dirundung Celaka

Tak hanya sekali jet tempur Hawk 200 milik Indonesia tersungkur. Bahkan di negeri asalnya, pesawat itu mengalami kecelakaan tak lama setelah diujicobakan.

Oleh: Randy Wirayudha | 16 Jun 2020
Jet tempur BAe Hawk 200 varian single seat yang dimiliki TNI AU (Foto: tni-au.mil.id)

BELUM lepas duka dari bencana jatuhnya Helikopter Mil Mi-17 milik TNI AD di Kendal, Jawa Tengah pada Sabtu (6/6/2020), bencana terjadi lagi pada Senin (15/6/2020) kemarin di Kampar, Riau. Kali ini pesawat tempur multi-peran BAe Hawk 100/200 dari Skadron 12 TNI AU yang mengalami kecelakaan.

TNI AU via akun Twitter resminya, @_TNIAU, mengungkapkan pada Senin (15/6/2020), pesawat dengan nomor ekor TT-0209 yang dipiloti Lettu Pnb. Apriyanto Ismail itu terbang dalam rangka latihan. Tidak ada korban, baik sang pilot maupun warga, lantaran pesawatnya jatuh di perumahan tak jauh dari Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Noerjadin, Pekanbaru, Riau.

“Pilot Lettu Pnb Apriyanto berhasil selamat menggunakan ejection seat saat pesawat BAe Hawk 209 yang dipilotinya mengalami gangguan teknis menjelang mendarat di runway 36 Lanud Rsn Pekanbaru. Kasau (Kepala Staf Angkatan Udara, red.) mengucapkan, ‘Alhamdulillah,’ karena tidak ada korban jiwa pada peristiwa ini,” demikian disampaikan Dinas Penerangan AU di akun Twitter-nya.

Advertising
Advertising
Pesawat Hawk 100/200 TNI AU varian two-seat. (tni-au.mil.id).

Kecelakaan pesawat tempur Hawk Indonesia itu bukan yang pertama terjadi. Setidaknya sudah dua kali kecelakaan yang melibatkan pesawat ini sebelumnya. Pertama, terjadi pada 19 Oktober 2000 di Pontianak, Kalimantan Barat. Mengutip Daftar Panjang Kecelakaan Alutsista Angkatan Udara, jet tempur asal Inggris yang diawaki Letkol Teddy Kustari dan Lettu Donny Kristian dari Skadron I Elang Khatulistiwa itu tengah melakukan latihan pendaratan darurat. Menjelang mendarat, pesawat dengan nomor ekor TT-104 itu limbung dan jatuh ke persawahan dekat Lanud Supadio dan meledak setelah terseret 40 meter.

Untuk menginvestigasi jatuhnya pesawat itu, Kasau Marsekal TNI Hanafie Asnan menetapkan semua pesawat sejenis buatan Inggris itu untuk sementara di-grounded.

Baca juga: Empat Burung Besi yang Di-grounded

Selang setahun, kecelakaan jet tempur Hawk 209 terjadi lagi saat take-off di Lanud Roesmin Noerjadin. Pilot Mayor Pnb. Agung Sasongkojati berhasil menyelamatkan diri menggunakan kursi lontar.

Hawk milik TNI lain juga kecelakaan kala tergelincir saat mendarat di landas-pacu Lanud Roesmin Noerjadin pada 21 November 2006. Pilotnya, Mayor Pnb. Dadang, juga selamat dengan ejection seat. Hal serupa terjadi lagi pada 30 Oktober 2007 malam karena problem teknis.

Kecelakaan Hawk kembali terjadi di Kampar, Riau, 16 Oktober 2012. Saat pesawat yang dipiloti Letda Pnb. Reza Yori Prasetyo itu tengah bermanuver dalam rangka latihan, terjadi kerusakan mesin. Pesawat pun jatuh dekat pemukiman di Pandau Permai, Kampar. Sang pilot selamat berkat kursi pelontar. Imbasnya, 32 unit Hawk di-grounded sepanjang masa investigasi internal TNI AU.

Elang Mungil Kelahiran Inggris

Terlepas dari usia tua pesawat Hawk 200 milik TNI AU, sejarah lahirnya jet tempur bikinan British Aerospace (kini BAE Systems) itu juga diliputi “celaka”. Hawk 200 merupakan turunan kesekian dari “famili” Hawk yang bermula pada jet tempur latih single seat bermesin tunggal Hawk T1 (Trainer Mark 1) yang muncul pada 1974.

Pada 1984, British Aerospace mengembangkan tipe Hawk 100/200 dengan orientasi tempur. Pengembangan Hawk diajukan untuk menggantikan unit-unit Hawker Hunter dan Follan Gnat milik RAF (AU Inggris) yang usang karena beroperasi sejak 1960-an. Varian 100/200 merujuk pada jumlah kru, di mana versi 100 berisi dua seat dan 200 hanya single seat.

“Hawk 200 seri single seat dikembangkan sebagai alutsista mungil baru yang canggih tetapi dengan pengembangan avionik yang low-cost. Ia dirancang sebagai senjata penggempur di darat, patroli udara tempur, serta pengintaian. Mampu terbang siang-malam di segala cuaca dan sanggup berada dalam kondisi tempur dengan durasi empat jam,” ungkap Susan Willett, Michael Clarke, dan Philip Gummett dalam “The British Push for Eurofighter 2000” yang dimuat dalam The Arms Production Dilemma.

Pesawat Hawk T1, "pendahulu" jet tempur Hawk 100/200. (Repro British Aerospace Hawk).

Sebagai turunan tercanggih Hawk, Hawk 200 berdimensi mungil: panjang 11,38 meter dan lebar sayap 9,39 meter. Untuk bisa melayang dengan kecepatan maksimal 1.037 per jam serta kecepatan menanjanjak 1,2 Mach, Hawk ditenagai mesin jet tunggal Rolls-Royce Turbomeca Adour Mk. 871.

Guna mendukung misi tempurnya, Hawk 200 dipersenjatai sepucuk senapan mesin 1,181 inci Aden. Untuk misi serbu dan pengeboman, Hawk 200 bisa membawa masing-masing satu roket SNEB atau CRV7 di ujung kedua sayapnya, empat rudal AGM-65 Maverick, BAe Sea Eagle, AIM -120 AMRAAM, AIM-132 ASRAAM, AIM-9 Sidewinder, atau Skyflash di bawah sayap kanan dan kirinya. Perut Hawk 200 bisa membawa bom-bom jenis Mark 82, Mark 83, Paveway II, bom cluster BL755, atau torpedo Sting Ray dengan bobot maksimal 540 kilogram.

“Uji coba dan demonstrasi Hawk 200 (ZG200) pertamakali dilakoni Jim Hawkins pada 19 Mei 1986 dengan sukses. Tetapi nahasnya sebulan kemudian pesawat yang sama mengalami kecelakaan. Diduga kuat Hawkins mengalami disorientasi akibat ‘g-LOC’ (kehilangan kesadaran) saat bermanuver dan menguji G-Force-nya,” tulis Dave Windle dalam British Aerospace Hawk: Armed Light Attack and Multi-Combat Fighter Trainer.

Baca juga: Hawker Hunter, Pemburu dari Masa Lalu

Kesultanan Oman jadi pelanggan pertama Hawk 200 setelah dipasarkan. Negeri di ujung tenggara Jazirah Arab itu memesan 12 unit yang dilengkapi radar APG-66 pada 31 Juli 1990. Malaysia mengikuti pada 10 Desember di tahun yang sama dengan memesan 18 unit.

Indonesia baru membelinya pada Juni 1993. Berapa rupiah yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk membeli 32 pesawat itu masih samar. George Junus Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan mengungkap, impor pesawat Hawk 200 yang baru tiba di tanah air pada 1994 itu melalui agen tunggal, PT Surya Kepanjen, sebagaimana pembelian alutsista tank ringan FV101 Scorpion yang juga asal Inggris (Alvis Vickers).

“Nyonya (Siti Hardiyanti) Rukmana memegang keagenan tunggal mengimpor lapis baja untuk angkatan darat Indonesia melalui PT Surya Kepanjen. Dia juga menjadi agen tunggal untuk mengimpor pesawat Inggris Hawk 200 untuk angkatan udara Indonesia, serta lapis baja VAB (Véhicule de l'avant blindé, asal Prancis) untuk angkatan darat Indonesia, melalui perusahaan lainnya, PT Bheering Diant Purnama,” tulis George.

Jet Tempur Hawk 200 milik RAF dengan persenjataan penuh. (Repro British Aerospace Hawk).

Meski begitu, lobi-lobi untuk pembeliannya sudah berlangsung sejak terjadi kerjasama pembelian misil Rapier pada Desember 1984. Mark Phythian dalam The Politics of British Arms Sales Since 1964 menyingkap, pembelian misil Rapier dari BAe ke Indonesia itu bernilai hingga 100 juta poundsterling.

“Satu aspek signifikan kesepakatan itu adalah, Indonesia diizinkan melakukan transfer teknologi secara berangsur demi membangun industri pertahanan elektronik Indonesia. Pemerintah Inggris melihat kesepakatan ini sebagai gebrakan yang signifikan dan BAe kemudian turut membuat Indonesia tertarik pada pengembangan seri-seri Hawk 200 yang harganya tiga kali lebih murah dari F-16 milik Amerika Serikat,” tilis Phythian.

“Pada akhir 1984, John Lee, wakil Sekretaris Negara untuk Pertahanan (Inggris), mengunjungi Indonesia, disusul Kepala Staf RAF Marsekal Sir Keith Williamson. Kunjungan-kunjungan itu membuka jalan untuk kerjasama jual-beli senjata Anglo-Indonesia pada 10 April 1985 lewat pertemuan Nyonya (Perdana Menteri Margaret) Thatcher dan Presiden Soeharto di Jakarta, terlepas dari tekanan internasional terkait isu HAM di Timor Timur,” sambungnya.

Baca juga: Pesawat Sukhoi Rasa Minyak Sawit

PM Thatcher berbicara empat mata dengan Presiden Soeharto selama dua jam. Keduanya mencapai kata sepakat untuk memperkuat lagi kerjasama RI-Inggris dalam hal pengembangan industri dan teknologi di bidang perkeretaapian, transportasi udara, telekomunikasi, teknologi pangan, dan teknologi kedirgantaraan.

“Timor Timur bukan jadi masalah bagi Inggris. Saya pikir Inggris harus punya perhatian lebih terhadap Indonesia di masa lalu dan saya berharap kunjungan saya ini akan diikuti pertemuan-pertemuan setingkat menteri agar kami bisa saling memahami satu sama lain,” cetus Thatcher dikutip Phythian.

PM Inggris Margaret Hilda Thatcher (kiri) saat bertemu Presiden Soeharto pada April 1985 (Kepustakaan Presiden/perpusnas.go.id)

Setelah kesuksesan ujicoba pertama Hawk 200 pada 1986, pemerintah Indonesia tertarik membelinya untuk menggantikan 36 pesawat A-4 Skyhawks dan Northrop F-5. Ketertarikan itu dijawab dengan kunjungan Wakil Sekretaris Pertahanan Tim Sainsbury ke Indonesia pada Oktober 1987.

“Pada Juni 1991 kesepakatannya didahului kerjasama kolaboratif soal transfer teknologi dan produksi Hawk dengan lisensi resmi antara BAe dan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara, kini PT Dirgantara Indonesia). Hasilnya pada 1992 Indonesia resmi membeli 10 Hawk 200 sebagai bagian dari rencana produksi 100 pesawat lainnya yang berkolaborasi dengan BAe selama 25 tahun dengan lisensi resmi,” sambungnya lagi.

Tetapi seiring munculnya krisis Timor Timur pada awal 1999, tekanan internasional kian hebat hingga memunculkan embargo perdagangan senjata dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat. Akibatnya pembelian tiga unit Hawk 100/200 terakhir yang dipesan untuk TNI AU pada 1999 tertahan kedatangannya.

Baca juga: Diam-diam, Indonesia Beli Pesawat Tempur Israel

“Tiga pesawat Hawk 100/200 yang telah dibeli dari Inggris harus ditinggalkan di Bangkok. Penerbang-penerbang Inggris yang harusnya mengantar sampai Indonesia, harus berhenti di tengah jalan karena Inggris tunduk pada Uni Eropa yang saat ini diketuai pemerintah Portugal,” tulis Abdul Muis dalam Perjalanan Skadron Udara 12: Dari Masa ke Masa.

“KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan langsung memerintahkan penerbang kita untuk mengambilnya. Setelah itu, Menteri Pertahanan Inggris, John Spellar, pun buru-buru minta maaf kepada TNI AU: ‘Pesawat-pesawat Hawk buatan Inggris telah dijual legal kepada Indonesia, sehingga tidak ada alasan menahan pengirimannya,” tandasnya.

TAG

tni au alutsista pesawat inggris

ARTIKEL TERKAIT

Knocker-Upper, Pekerjaan Unik yang Populer di Masa Revolusi Industri Serba Pertama dari Goodison Park Propaganda Wortel Inggris Melawan Jerman dalam Perang Dunia II Akhir Tragis Sang Penerbang Legendaris Setelah Inggris Menjadikan Bekasi Lautan Api Memburu Kapal Hantu Pekerjaan Aneh yang Diimpikan Bangsawan Kerajaan Inggris Serba-serbi Nanas yang Menggemparkan Penduduk Eropa Seabad Maskapai KLM Menghubungkan Amsterdam-Jakarta Mengenang Amelia Earhart yang Mampir di Bandung