Masuk Daftar
My Getplus

Mengenang Amelia Earhart yang Mampir di Bandung

Amelia Earhart mengaku kagum pada keindahan Gunung Tangkuban Perahu. Hilang di Pasifik sepekan pasca-berangkat dari Bandung.

Oleh: Randy Wirayudha | 27 Sep 2024
Potret Amelia Mary Earhart di Museum Wolff Schoemaker (Randy Wirayudha/Historia)

GRAND Hotel Preanger, Bandoeng. Begitu keterangan yang tercetak di kop surat bertanggal 22 Juni 1937 dengan sisipan potret seorang perempuan pionir dirgantara berambut pendek mengenakan jaket kulit. Itulah potret Amelia Earhart si perempuan pilot pencari tantangan keliling dunia.

Tapi surat yang dimaksud bukanlah surat dari tulisan tangan Earhart, melainkan navigator yang menemani Amelia berkeliling dunia, Frederick Joseph Noonan. Suratnya ditujukan untuk salah seorang sahabat perempuannya di Amerika Serikat (AS), Helen Day.

“Helen tersayang…Aku memutuskan menulis surat ini sebelum pergi tidur. Kami tiba kemarin (di Bandung) dari Singapura dan kami perlu menyesuaikan beberapa instrumen kecil dan oleh karenanya kami memutuskan untuk tinggal sehari lagi. Aku punya beberapa teman di Palembang, Sumatra tapi saat aku tiba, ternyata mereka sudah pindah ke Batavia (kini Jakarta). Aku menelepon mereka dan mengatur waktu agar aku dan Amelia bisa mengunjungi mereka hari ini di Batavia,” begitu bunyi potongan surat Noonan kepada Day.

Advertising
Advertising

Baca juga: Charlie Chaplin Berkunjung ke Garut

Museum/galeri di Grand Hotel Preanger (Randy Wirayudha/Historia)

Salinan surat itu terpampang jelas di salah satu sudut Museum Wolff Schoemaker di Grand Hotel Preanger, Bandung, yang pernah didesain ulang oleh arsitek Charles Prosper Wolff Schoemaker dan dibantu anak didiknya, Ir. Sukarno. Museum yang lebih mirip galeri itu tidak hanya berisi sejumlah reproduksi foto lawas tentang Earhart tapi juga ada kursi yang pernah dipakai aktor legendaris Charlie Chaplin kala menginap pada 1932.

Earhart dikenal sebagai pilot perempuan pertama yang mencoba berkeliling dunia. Lahir di Atchinson, Kansas, Amerika Serikat pada 24 Juli 1897, Earhart yang tomboy sejak kecil tumbuh tak hanya ingin jadi pionir dirgantara tapi juga pejuang hak-hak perempuan di masa patriarki masih membelenggu. Ia membuktikannya dengan sukses jadi perempuan pertama yang terbang solo melintasi Samudera Atlantik dari Harbour Grace (Kanada) menuju Paris (Prancis) pada 20 Mei 1932 dengan pesawat Lockheed Vega 5B. Penerbangannya itu sekaligus menyamai rekor Charles Lindbergh lima tahun sebelumnya.

Lantas dengan pesawat Lockheed Model 10 Electra, Earhart mulai melakoni percobaan rekor keliling dunia, di mana mereka mulai take off dari Oakland pada 20 Mei 1937 dengan rute arah barat. Sebelum mencapai Jawa, Earhart singgah di 23 kota lintas benua, di antaranya Paramaribo (Suriname) pada 4 Juni, Khartoum (Sudan) 13 Juni, Kalkutta (India) 18 Juni, Singapura 20 Juni. Ia akhirnya mendarat di Lapangan Terbang Andir (kini Bandara Husein Sastranegara) Bandung sekira pukul 11 siang, 21 Juni 1937.

Baca juga: Mata Hari di Jawa

Grand Hotel Preanger di kota Bandung, tempat Earhart menginap selama di Bandung pada Juni 1937 (Randy Wirayudha/Historia)

Bolak-balik Bandung-Surabaya 

Sekira pukul 10.11, pesawat Lockheed Elektra yang dipiloti Earhart mulai menampakkan dirinya dari atas Gunung Tangkuban Perahu. Butuh sampai lima kali bagi Earhart untuk bisa landing di Lapangan Terbang Andir karena mesti menunggu setidaknya 12 pesawat lain yang hendak lepas landas.

Warga yang antusias seketika langsung berkerumun di apron saat Earhart dan Noonan turun dari pesawat. Anggota organisasi pariwisata Bandoeng Vooruit, Leendert van der Pijl, menyambutnya dengan karangan bunga dan mengajak mereka beramah-tamah sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan pers di kantor maskapai KNILM. Sementara pesawatnya menjalani pengecekan di hangar KNILM.

“Tidak banyak yang bisa saya sampaikan. Saya lumayan lelah,” kata Earhart yang masih berusaha tersenyum, dikutip suratkabar Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indië edisi 22 Juni 1937.

Earhart dan Noonan harus berada di Bandung setidaknya selama tiga hari. Ada beberapa bagian pesawatnya yang mesti diganti dan diperbaiki dengan waktu yang tidak sedikit.

“Di hangar KNILM, para mekanik menemukan tabung analyzer sampling Cambridge yang terhubung ke pipa pembuangan mesinnya rusak. Kerusakan itu mesti diganti dan kemudian harus dicek apakah analyzer barunya bisa bekerja sempurna. Flow meter juga mengalami malfungsi dan beberapa bagian mekanisnya harus diganti. Pesawat Elektra itu pun takkan bisa selesai di-overhaul dan belum bisa terbang keesokan paginya,” tulis Marie dan Elgen M. Long dalam Amelia Earhart: The Mystery Solved.

Baca juga: Bersepeda Keliling Dunia

Pesawat Lockheed Model 10 Electra (kiri) & sang navigator Frederick Joseph Noonan (San Diego Air and Space Museum Archive/NASA)

Maka untuk “membunuh waktu”, selepas menginap semalam di Grand Hotel Preanger, Earhart dan Noonan melancong ke Batavia pada 22 Juni 1937. Earhart tercatat bertemu Konsul Jenderal Amerika di Batavia, Walter A. Foote. Setelahnya, mereka balik ke Bandung keesokan harinya.

Pada 24 Juni 1937, Earhart dan Noonan berangkat dari Andir menuju Surabaya. Mereka tiba di Lapangan Terbang Darmo di hari yang sama. Selain disambut staf Konsulat Amerika, warga sekitar yang penasaran juga turut menyemut.

Dikarenakan singkatnya jadwal, Earhart tak melewatkan waktu untuk menyempatkan pelesiran keliling kota Surabaya. Setelahnya, mereka menumpang menginap di kediaman seorang manajer Socony, produsen minyak asal AS yang memasok bahan bakar.

Mereka berangkat lagi keesokan harinya dengan tujuan Australia. Namun setelah pesawat take off, ada problem mekanis lain yang mesti diperbaiki. Padahal, para mekanik yang mampu menanganinya hanya para mekanik KNILM di Andir.

“Kami mengira takkan mampir di Bandung lagi. Ketika salah satu instrumen mengalami malfungsi dan kami mengalami masalah mekanis. Ketimbang meneruskan, saya memutuskan kembali ke Bandung,” tulis Earhart dalam catatan harian yang kemudian dibukukan bertajuk Last Flight.

Baca juga: Tiga Negara Berbagi Sejarah lewat Dokumenter Kunjungan Nehru

Potret di galeri Hotel Preanger ketika Konsul Jenderal Amerika Serikat Dr, Walter A. Foote (kanan) saat menjamu Amelia Earhart (Randy Wirayudha/Historia)

Catatan Earhart menunjukkan ia dan Noonan tiba lagi di Andir sekitar pukul 8 pagi tanggal 25 Juni. Sambil menunggu pesawatnya diperbaiki di hangar KNILM, Earhart diajak Bandoeng Vooruit keliling kota dan menengok Gunung Tangkuban Perahu sebagai promosi pariwisata. 

“Saya pergi sendiri (tanpa Noonan). Destinasi pertama saya adalah gunung berapi yang aktif, ke sebuah kawah dengan berkendara selama satu setengah jam di jalan pegunungan yang indah. Pada ketinggian 5.000 kaki, pepohonan mengecil dan vegetasinya semakin berkurang kelembabannya. Pada ketinggian 6.500, hanya ada semak belukar. Saya bisa mencium bau belerang dari pinggir kawah,” tambah Earhart.

Sesudah instrumen perekam jarak tempuh elektronik pesawatnya diperbaiki, Earhart-Noonan akhirnya bisa mengudara lagi dari Andir pukul 6.30 pagi 27 Juni. Rutenya menuju Port Darwin, Australia via Laut Aru. 

“Saya akan selalu berterimakasih atas kebaikan para teknisi Belanda. Khususnya kepada Panglima Angkatan Udara Kolonel L.V.H. Oyen, kepala teknisi H.A. Vreeburg, dan para personil KNILM lainnya. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih,” kata Earhart.

Baca juga: Alkisah Jago Udara yang Di-Grounded Gegara Sepakbola

Rute penerbangan Earhart-Noonan sebelum hilang pada 2 Juli 1937 (Repro Amelia Earhart: Flying Solo)

Earhart-Noonan harus transit dan bermalam di Kupang karena mesti menunggu cuaca yang lebih baik. Dalam suratnya kepada Helen Day tanggal 27 Juni 1937, Noonan menceritakan bahwa laporan dari Port Darwin menginformasikan adanya angin kencang yang membahayakan penerbangan.

 

“Karena tak ingin mengambil risiko, kami mendarat di lapangan udara terpencil ketika malam menjelang. Kami berada di kota tanpa akomodasi hotel. Tetapi setidaknya terdapat rest house milik pemerintah setempat yang lumayan nyaman,” tulis Noonan.

 

Setelah mendapat laporan cuaca yang cukup baik, Earhart dan Noonan melanjutkan penerbangan menuju Port Darwin pada 28 Juni. Dari Darwin, pada 29 Juni mereka berangkat lagi menuju Lae di Papua Nugini. Lantas pada 2 Juli 1937, mereka berangkat dari Lae menuju Pulau Howland di Pasifik Tengah.

Rute Lae-Howland itu menjadi akhir perjalanan mereka. Sebab, sejak 2 Juli 1937 itu Earhart dan Noonan tak lagi terdengar kabarnya. Mereka hilang di Pasifik dan sampai sekarang pun tak pernah ditemukan lagi. Pasca-sejumlah upaya pencarian, Earhart dan Noonan pada 5 Januari 1939 dinyatakan tewas in absentia.

Baca juga: The Mercy, Berlayar dan Tak Kembali

TAG

dirgantara pilotamerika pilot kota bandung bandung pesawat tokoh perempuan perempuan

ARTIKEL TERKAIT

Insiden Perobekan Bendera di Bandung yang Terlupakan Menggerakkan Ideologi Kebangsaan dari Bandung Di Sekitar Indonesia Menggugat Sudarsono Katam "Merekam" Sejarah Urban Bandung Jurnalis Perempuan Pemberani Diangkat Menjadi Menteri Seabad Maskapai KLM Menghubungkan Amsterdam-Jakarta Secuplik Kisah Walikota Bandung yang Terlibat G30S Wanita (Tak) Dijajah Pria Sejak Dulu? Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Pangeran Haryasudirja Hampir Mati Ditembak Jepang