Masuk Daftar
My Getplus

Bom Berjatuhan di Gunung Halu

Demi menghancurkan basis terkuat pasukan TNI, militer Belanda mengerahkan tiga batalyonnya ke Bandung barat. Serangan besar yang tak pernah tercatat dalam sejarah resmi.

Oleh: Hendi Johari | 24 Mar 2019
Para prajurit dari Regiment Prinses Irene, yang pernah terlibat dalam pertempuran melawan Yon 22 Divisi Siliwangi di Gunung Halu. (Sumber: Arsip Nasional Belanda)

ROHIDIN menunjuk ke sebuah tebing yang masih ditutupi hutan lebat. Mulutnya tak henti bercerita dalam bahasa Sunda.Tahun 1947, dia adalah seorang prajurit TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang masuk dalam Batalyon 22 Brigade Guntur Divisi Siliwangi pimpinan Mayor Soegih Arto yang kompinya ditempatkan dalam wilayah Gunung Halu (sekarang masuk Kabupaten Bandung Barat).

“Batalyon kami memang dibenci sekaligus ditakuti tentara Belanda. Mereka tak henti-hentinya berusaha menghancurkan kami dan menangkap Pak Soegih, pimpinan kami” kata lelaki berusia 103 tahun itu.

Baca juga: Pengalaman Pasukan Kelaparan

Advertising
Advertising

Memasuki bulan Oktober 1947, isu bertiup keras  bahwa dalam waktu dekat militer Belanda akan menyerang Gunung Halu. Alih-alih menjadi keder, isu tersebut ditanggapi secara dingin oleh Rohidin dan kawan-kawan. Mereka sudah terbiasa dengan perang urat syaraf yang dalam kenyatannya kadang hanya gertak sambal belaka.

Serangan Pagi

Oktober baru saja memasuki hari ke-13. Suara kokok ayam jantan bersipongan di seantero desa. Embun-embun sebagian masih melingkar di dedaunan. Matahari belum kelihatan. Para petani baru saja mengayunkan langkah kakinya menuju ladang, ketika dari arah Batujajar bunyi suitan mengerikan terdengar bersahutan, disusul ledakan-ledakan membahana menimbulkan situasi gempa. Rohidin yang saat itu baru saja bangun, langsung tersadar.

“Kanon! Kanon! Awasss, serangan mortirrrr!” teriaknya mengingatkan semua orang.

Bum! Bum! Bum!

Orang-orang mulai panik. Suara tangis para bocah bersanding dengan teriakan minta tolong para perempuan. Situasi tak menentu. Untunglah, beberapa saat kemudian rakyat bisa diarahkan ke hutan-hutan untuk mengungsi. Sementara para prajurit Yon 22 berlindung di balik tebing-tebing curam yang dilindungi pepohonan.

Tidak merasa cukup dengan tembakan artileri, militer Belanda mengerahkan sekira 4000 serdadunya. Mereka mengepung Gunung Halu dari 4 penjuru angin dan bergerak secara cepat dengan menggunakan truk-truk militer, panser dan tank serta pasukan infanteri. Pertempuran jarak dekat pun tak terhindarkan.

“Banyak kawan saya gugur dalam penyerangan itu,” kenang Rohidin.

Setelah mengerahkan pesawat-pesawat pembom, pertempuran baru berhenti di hari ke-4. Secara resmi pada 17 Oktober 1947, Gunung Halu salah satu basis terkuat TNI di wilayah selatan Bandung dikuasai oleh militer Belanda.

“Sebagian pasukan karena kacaunya keadaan, lari atau memilih mundur ke daerah Batalyon 26 pimpinan Mayor Achmad Wiranatakusumah,” demikian laporan Mayor Soegih Arto kepada Kolonel A.H. Nasution (Panglima Divisi Siliwangi) yang termaktub dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid VI karya A.H. Nasution.

Baca juga: Seorang Menak di Garis Depan

Apa yang dinyatakan oleh Soegih Arto itu memang benar adanya. Kendati tidak ada sepucuk senjata pun jatuh ke tangan musuh, namun kondisi moril para prajurit Yon 22 ada alam posisi di titik nadir. Kompi yang ditempatkan di Gunung Halu bisa dikatakan hancur dan berserakan.

“Saya sendiri meneruskan perjuangan dengan bergabung ke Siluman Merah pimpinan Aom Achmad (maksudnya Mayor Achmad Wiranatakusumah),” ujar Rohidin.

Walaupun bisa dikatakan kalah, para prajurit Batalyon 22 sempat menjatuhkan satu pesawat pembom dalam  pertempuran 4 hari itu. Menurut Soegih Arto dalam buku Pengalaman Pribadi Letjen (Purn) Soegih Arto, pesawat tersebut jatuh setelah dihantam senapan mesin 12,7 mm yang ditembakan oleh seorang prajurit dari sebuah bukit.

“Itu benar, saya sendiri melihat pesawat itu tertembak dan jatuh,” kata Rohidin.

Operasi Militer Sukses

Terkuasainya Gunung Halu merupakan prestasi yang sangat memuaskan bagi pihak militer Belanda. Sudah sejak lama mereka mengincar wilayah Batalyon 22 itu karena merasa kegerahan dengan serangan-serangan mematikan kaum gerilyawan yang kerap datang ke wilayah mereka di Batujajar dan Cililin.

Dalam buku Letjen (Purn.) Achmad Wiranatakusumah: Komandan Siluman Merah karya Aam Taram, R.H. Sastranegara dan Iip D. Yahya disebutkan bahwa sejatinya penyerangan-penyerangan terhadap Gunung Halu dan sekitarnya sudah dilakukan sebelumnya oleh para prajurit dari 3-8-RI  namun tidak cukup mumpuni. Akhirnya setelah menambahkan dua batalyon dari RPI (Regiment Prinses Irene) dan RS (Regiment Stoottroepen), mereka pun bisa menguasai Gunung Halu.

Menurut dokumen Regiment Prinses Irene yang dimuat situs 3grpi.wordpress.com, serangan ke Gunung Halu merupakan operasi militer yang sukses. Dalam hitungan mereka, serangan tersebut selain berhasil memporakporandakan kekuatan Batalyon 22 hingga musnah juga berhasil menewaskan 25 prajurit TNI.

“Tidak ada kerugian sedikit pun di pihak kami,” demikian menurut laporan yang termaktub dalam situs di atas.

Terkait sebuah pesawat pembom yang berhasil dijatuhkan TNI, dokumen itu pun sama sekali tak menyebutkannya.

Baca juga: Hijrah Sang Maung

TAG

Militer

ARTIKEL TERKAIT

Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik Operasi Pelikaan Ditolak, Gagak Bertindak di Ibukota Republik Menjelang Blitzkrieg di Ibukota Republik Komandan Belanda Tewas di Korea Gerilyawan RI Disergap Sewaktu Mandi Sihir Api Petir dari Meriam Majapahit Taruna Cilik Zaman Belanda Sejarah Prajurit Ada Rolls-Royce di Medan Laga Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi