Masuk Daftar
My Getplus

Di Balik Nama Pangeran Samber Nyawa

Otobiografi tertua di Jawa mengungkap banyak hal baru tentang Mangkunegara I.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 27 Sep 2018
Mangkunegara I atau RM Said yang memiliki julukan Pangeran Samber Nyawa. (karatonsurakarta.com),

DARI mana sebutan Samber Nyawa diterima Mangkunegara I? Dalam Wikipedia disebut julukan Pangeran Samber Nyawa diberikan oleh Nicolaas Hartingh, perwakilan VOC, karena dalam peperangan dianggap selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya. 

Sejarawan M.C. Ricklefs bilang itu salah. "Itu adalah kesalahan tentang Samber Nyawa yang sudah banyak beredar," katanya lewat tayangan video yang diputar dalam acara peluncuran buku barunya, Soul Catcher: Java's Fiery Prince Mangkunegara I, 1726-1795, di auditorium UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (26/9). 

Untuk mengoreksinya, Ricklefs mengutip Serat Babad Pakunegaran. Serat ini memuat otobiografi Pangeran Mangkunegara I atau R.M. Said. 

Advertising
Advertising

"Dari Babad Pakunegaran, bisa dikutip kata-kata Pangeran Mangkunegara sendiri," kata Ricklefs. 

Baca juga: Tulisan MC Ricklefs yang lebih lengkap tentang asal-usul Pangeran Samber Nyawa

Dalam naskah itu dijelaskan, kalau nama Samber Nyawa sebenarnya adalah nama dari panji-panji perang pasukan Mangkunegara I. Panji-panjinya berwarna biru-hitam dengan bulatan putih, yang kata Ricklefs sudah pasti bulan sabit.

"Jadi, kita tahu bagaimana pasukan Mangkunegara terlihat. Jadi Samber Nyawa itu berasal dari panji-panji Mangkunegara," jelas Ricklefs.

Menyoal Serat Babad Pakunegaran, Ricklefs menyebut dalam bukunya, bahwa itu adalah karya otobiografi tertua dari tahun 1757 yang pernah ditulis di Jawa. Sejarawan Peter Carey menambahkan, isinya semacam notulen ketika perang berjalan. "Sastra berbaur dengan pertempuran. Jadi, bagaimana membangkitkan ksatria," jelas Carey.

Baca juga: Tarian perang Pangeran Samber Nyawa

Mengenai pribadi R.M Said, kata Carey, dia merupakan pemimpin yang di eranya begitu mengutamakan pendidikan perempuan. Ketika itulah, Jawa mengenal adanya Prajurit Estri di mana perempuan bisa maju sebagai pengawal raja yang terdidik.

"Ini mencerminkan realitas dari Keraton Mangkunegaran. Harus diwariskan. Kalau negara mau maju harus memajukan pendidikan perempuan," tegasnya.

Adapun guru besar sejarah filologi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menyoroti, masa Mangkunegara I merupakan era ketika pembentukan tradisi Islam Jawa dan Nusantara secara luas. "Dia adalah tipikal orang muslim Jawa. Priyayi pencinta gamelan wayang tapi di saat yang sama dia juga muslim yang saleh," ujarnya. 

R.M. Said, kata Azyumardi, sebagaimana bangsawan Keraton Jawa yang menghormati Nyi Roro Kidul. Namun, dia juga tekun menjalankan rukun Islam. 

Baca juga: Siapakah sebenarnya Nyai Roro Kidul?

"Suasana keislaman meningkat pada masa Mangkunegara I di keraton. Itu disebut dalam buku (Ricklefs, red.)," lanjutnya.

Yang tak banyak diketahui, pendiri Praja Mangkunegaran itu juga sempat membangun pesantren di lingkungan Mangkunegaran. Dalam bukunya, Ricklef menyebutnya sekolah. Namun, menurut Azyumardi pada masa itu apa yang disebut dengan sekolah secara institusi belum ada. 

"Jadi, itu mengacu pada pesantren. Keterangan berikutnya dikasih tahu bahwa itu untuk menampung orang-orang belajar ilmu pengenalan Islam, jadi tidak seperti pesantren sekarang ini," kata Azyumardi.

Baca juga: Pangeran Samber Nyawa menyerah kepada Pakubuwana III

Dengan begitu, Mangkunegaran menjadi salah satu tanda munculnya Jawa sebagai pusat intelektual Islam baru. Sebelumnya, pada abad ke-17, pusat intelektual Islam ada di Sumatra, seperti Aceh dan Palembang. 

"Dia punya rasa yang kuat dengan identitas Islam, bagian yang tak bisa terpisah dengan identias Jawanya. Menjadi Jawa dan menjadi muslim sekaligus," ungkap Azyumardi. 

Baca juga: Tulisan menarik MC Ricklefs tentang Ratu Pakubuwana, sufi perempuan leluhur wangsa Mataram

TAG

Samber-Nyawa Ricklefs

ARTIKEL TERKAIT

Ricklefs yang Tak Sempat Saya Temui Pangeran Samber Nyawa Menyerah Kepada Pakubuwana III Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa Puncak Seni Arca dari Candi Singhasari Menapak Tilas Ken Angrok Ratu Kalinyamat Menjadi Pahlawan Nasional Zhagung dan Tikus versi Pram versus Karmawibhangga Empat Arca Warisan Singhasari Akhirnya Tiba di Tanah Air Candi Singhasari dalam Catatan Thomas Stamford Raffles Perjalanan Arca Candi Singhasari Kembali ke Indonesia