SATU dari 288 benda bersejarah yang direpatriasi dari Belanda tahun ini berupa sebuah arca Ganesha. Berbeda dari arca-arca sebelumnya yang dipulangkan pada agenda repatriasi 2023 dan 2024, arca Ganesha ini bukan berasal dari Candi Singhasari, melainkan dari sebuah mandala di lereng Gunung Semeru.
Pada repatriasi 2023, empat di antara 472 objek cagar budaya Nusantara yang pulang ke tanah air dari Belanda berupa arca Ganesha, Mahakala, Durga, dan Nandiswara. Keempatnya merupakan arca yang diboyong dari Candi Singhasari oleh pejabat kolonial Nicolaus Engelhard pada 1803. Dua arca lainnya, yakni Nandi dan Bhairawa, ada di antara 288 benda bersejarah yang direpatriasi tahun ini.
Arca Ganesha dari Singhasari yang masuk dalam daftar repatriasi 2023 itu berwujud manusia berkepala gajah sedang duduk di atas tumpukan tengkorak. Tingginya 154 cm dan lebarnya 105 cm.
Sementara, arca Ganesha dari lereng Gunung Semeru yang baru dipulangkan pada agenda repatriasi 2024 berwujud manusia berkepala gajah dengan empat tangan dan posisi berdiri di atas sebuah pedestal. Tingginya 159 cm dan lebarnya 84 cm. Mirip dengan arca Ganesha di Karangkates, Malang, tapi posisinya berdiri di atas tumpukan tengkorak dengan dimensi tinggi 202 cm dan lebar 154 cm.
“Sisi belakangnya rata, menunjukkan arca itu sejatinya ditempatkan menempel pada dinding candi atau pura. Ganeshanya digambarkan punya empat tangan. Tangan kiri belakang memegang seutas tasbih, sedangkan yang kanan menggenggam kapak. Masing-masing dua tangan depannya memegang mangkuk tengkorak,” ungkap Tom Quist, pakar Commissie Koloniale Collecties, dalam laporan penelitian provenance research (penelitian asal-usul) bernomor ID-2023-9, “Beeld van Ganesha”.
Kesamaan kedua arca Ganesha terletak pada perkiraan usia dan materialnya. Baik arca Ganesha dari Singhasari maupun Ganesha dari lereng Semeru sama-sama diperkirakan berasal dari abad ke-13 dan terbuat dari batu andesit.
Baca juga: Empat Arca Warisan Singhasari Akhirnya Tiba di Tanah Air
Dari Maṇḍala di Semeru ke Negeri Belanda
Arca Ganesha ditemukan oleh Residen Pasuruan Johan Frederik Walraven van Nes di dekat sisi barat daya lereng Semeru, tepatnya Desa Simojayan, Ampelgading (kini wilayah di Kabupaten Malang) pada medio Agustus 1836. Ketika itu Van Nes dalam perjalanan mendaki puncak Mahameru.
“Pada sebuah bukit kecil di sisi kanan jalan setapak yang disusuri kami menemukan sebuah arca, tingginya empat kaki dan lebar dua kaki, arcanya Ganesha dengan posisi berdiri, juga (menemukan) dua ornamen prasasti terpisah yang mungkin berasal dari sebuah gerbang candi,” ungkap Van Nes yang menuangkan pengalamannya di suratkabar Javasche Courant edisi 10 September 1836.
Kemungkinan besar Van Nes akhirnya tidak sampai ke puncak Mahameru yang jadi titik tertinggi Gunung Semeru. Pasalnya, pakar geologi Belanda lain, yakni C.F. Clignett, yang tercatat jadi orang Eropa pertama yang berhasil mencapai puncak Mahameru pada Oktober 1838.
Baca juga: Jalan Panjang Arca Bhairawa dan Arca Nandi Pulang ke Indonesia
Laporan Van Nes juga menggambarkan keadaan di sekitar arca Ganesha tersebut. Selain terdapat ornamen-ornamen prasasti, katanya, terdapat pula beberapa arca bercorak Hindu-Buddha yang lebih kecil serta beberapa benda ritual.
Menurut sejarawan cum budayawan “naturalisasi” dari Inggris, Nigel Bullough alias Hadi Sidomulyo, kawasan tempat ditemukannya arca Ganesha oleh Van Nes pada 1836 itu merupakan bekas kawasan Maṇḍala Kukub. Mandala tersebut satu dari dari empat maṇḍala atau pusat pembelajaran besar para agamawan, pujangga, dan cendekiawan yang ada di empat penjuru mata angin Mahameru di era Kerajaan Majapahit (1292-1527). Tiga lainnya adalah Maṇḍala Mula Sagara “mewakili” arah Timur, Maṇḍala Sukayajna di sisi utara, dan Maṇḍala Kasturi di barat. Adapun Maṇḍala Sunyasagiri atau Kukub “mewakili” arah selatan lereng Semeru.
“Mpu Prapanca dalam Kakawin Desawarnana (Nagarakrtagama, red.) menyebutnya sebagai caturbhasma atau empat maṇḍala utama. Meski Sukayajna yang tertua tapi Kukub adalah yang tertinggi derajatnya yang terletak di lereng selatan Mahameru, dekat Ampelgading,” tulis Hadi Sidomulyo dalam Threads of the Unfolding Web: The Old Javanese Tantu Panggĕlaran.
Dari kawasan keramat itulah Residen Van Nes memboyongnya ke kediamannya di Pasuruan. Meski begitu, masih samar kapan tepatnya Van Nes memindahkannya dari Lereng Semeru itu ke Pasuruan. Catatan berikutnya hanya menyebutkan arca Ganesha itu sudah berada di Pasuruan sebelum tahun 1839, tahun di mana Van Nes rampung masa tugasnya dan kembali ke Belanda.
Baca juga: Prasasti Damalung dari Kawasan Skriptoria yang Wajib Dipulangkan
Meski Van Nes sudah mudik ke negeri Belanda pada 1839, arcanya masih tertinggal di Pasuruan. Lantas saat bertemu direktur lembaga arkeologi Universitas Leiden (kini Rijksmuseum) Conrad Leemans di De Besognekamer, Den Haag pada Mei 1840, Van Nes menyatakan ingin mendonasikan arca itu. Tawaran itu lantas ditembuskan Leemans ke Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Angkatan Laut dan negara-negara koloni untuk mengatur pemindahannya.
“Pada November 1841 arca itu dipersiapkan untuk diangkut ke Belanda atas perintah Van Nes, meski arca tersebut kemudian baru bisa dibawa ke Belanda pada April 1843,” sambung Quist.
Setelah tiba di Belanda pada Agustus 1843 dengan dibawa kapal frigat Rotterdam dari Jawa, arca Ganesha itu lebih dulu ditaruh di gudang Galangan Kapal Willemsoord. Baru pada November 1843 arcanya mulai jadi koleksi Rijksmuseum van Oudheden di Leiden.
Arca Ganesha tersebut beserta sejumlah arca bercorak Hindu-Buddha lain dari Nusantara pada 1904 tercatat dipindahkan ke Rijks Ethnographisch
Museum (kini Wereldmuseum). Setelah 181 tahun berada di negeri Belanda, arca Ganesha itu akhirnya kembali ke tanah air via serah terima 288 benda bersejarah yang diteken bersama Dirjen Kebudayaan RI Hilmar Farid dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Eppo Egbert Willem Bruins di Wereldmuseum, Amsterdam pada 20 September 2024.
Baca juga: Belanda Kembalikan 288 Benda Warisan Nusantara ke Indonesia