DARI sekian peninggalan Pangeran Diponegoro yang hampir dua abad disimpan di Belanda, ada satu yang punya cerita berbeda. Jika keris, pelana, hingga tombak pusakanya dirampas usai penyergapan Belanda pada 28 Maret 1830, yang ini, tongkat, baru berpindah tangan ke Belanda empat tahun pasca-Perang Jawa (1825-1830). Tongkat yang dimaksud adalah pusaka Kiai Cokro.
Dengan panjang 1,4 meter, Kiai Cokro bergagang besi serta ukiran besi berbentuk cakra setengah lingkaran di pucuknya. Sebuah dokumen di Arsip Nasional Belanda bertanggal 4 Desember 1834 berupa nota penyerahan pusaka dari Residen Yogyakarta Frans Gerardus Valck menyebutkan, tongkat itu mulanya milik penguasa Kesultanan Demak pada abad ke-16.
“Saat terjadi gejolak di Demak, tongkat itu jatuh ke tangan seorang wong cilik dan turun-temurun diwariskan sampai akhirnya 10 tahun sebelum Perang Jawa, tongkat itu dipersembahkan oleh seorang rakyat Jawa biasa kepada Pangeran Diponegoro,” demikian bunyi keterangan dalam nota tersebut.
Baca juga: Selayang Pandang Keris Kiai Nogo Siluman
Berbeda dari arsip tersebut yang menyebutkan bentuk cakra di pucuknya punya makna matahari, sejarawan Peter Carey dalam Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 menguraikan, tongkat itu punya makna gelar Ratu Adil Jawa “Erucokro”. Tongkat itu kemudian dibawa sebagai pendamping kala Diponegoro melakukan perjalanan spiritual karena bentuk cakranya menyamai senjata Dewa Wisnu dalam mitologi Jawa.
“Ia (Pangeran Diponegoro) memulai perjalanan ziarah tujuh puluh kilometer ke berbagai gua dan tempat keramat di selatan Yogya. Dalam perjalanan yang dikenal di Jawa dengan tirakat dan ketika menyepi di Gua Secang (Selarong), ia berjalan seorang diri atau bersama dua pembantu dekatnya,” tulis Carey.
Jadi Persembahan untuk Belanda
Tongkat Kiai Cokro tak jadi bagian dari benda-benda Pangeran Diponegoro yang dirampas Belanda seiring penyergapannya di Magelang lantaran ia sempat dibawa lari salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Namun, masih samar siapa yang membawa lari tongkat itu. Apalagi kemudian Tongkat Kiai Cokro diketahui berpindah tangan dari pengikut Pangeran Diponegoro itu ke Raden Mas Papak atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Adipati Notoprojo.
“Natapraja (Notoprojo, red.) seperti Dipanegara, adalah cucu dari Sultan Hamengkubuwono II. Saat Perang Jawa, ia menjadi pengikut Dipanegara (Diponegoro) tapi membelot ke pihak Belanda pada 1827. Pada 11 Agustus 1829 di akhir perang, ia jadi mediator para pengikut Diponegoro lain untuk berpihak pada Belanda, bersamaan dengan tongkat Dipanegara. Tongkat itu sebelumnya dibawa lari seorang pengikut Dipanegara yang kabur usai kalah Perang Jawa,” tulis Pauline Lunsingh Scheurleer dalam Prince Dipanagara’s Pilgrim’s Staff.
Tongkat Kiai Cokro oleh Pangeran Notoprojo lantas dijadikan hadiah untuk Gubernur Jenderal Jean Chrétien Baud kala mengunjungi Yogyakarta, medio Juli 1843. Penyerahan tongkat itu sebagai hadiah lantas diresmikan hitam di atas putih lewat nota Residen Valck, seperti yang diuraikan di atas.
Seiring mudiknya Baud ke Belanda dua tahun berselang, Tongkat Kiai Cokro tak luput diangkutnya. Ia terus menjadi koleksi keluarganya turun-temurun. Baru pada 2014, Rijksmuseum mengontak keturunan Baud untuk mengusulkan pengembaliannya.
Baca juga: Pelana dan Tombak Pangeran Diponegoro Punya Cerita
Proses pengembaliannya pun dilancarkan dengan sifat kerahasiaan antara pihak Belanda dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Kurator Rijksmuseum Harm Stevens menjabarkan dalam catatannya, Yang Silam Yang Pedas: Indonesia dan Belanda Sejak Tahun 1600, pusaka dikembalikan lewat kiriman diplomatik pada 27 Januari 2015 yang kemudian disusul kedatangan keturunan sang gubernur jenderal, Erica dan Michiel Baud.
“Barang itu dikirim sebagai pos diplomatik dengan peti bermaterai, juga dengan pesawat terbang ke Kedutaan Belanda di Jakarta. Dengan diam-diam saja karena beberapa orang dalam telah bersepakat agar untuk sementara jangan dulu mendengungkan penemuan ataupun perjalanan ini,” tulis Stevens.
Serah terimanya lantas digelar di Jakarta di sela pameran “Aku Diponegoro” di Galeri Nasional, Jakarta pada 2 Februari 2015. Penyerahannya direncanakan akan dilakukan langsung oleh Erica dan Michiel Baud kepada Presiden RI Joko Widodo, namun pada akhirnya diwakili Mendikbud Anies Baswedan.
“Jadi cover-nya (pameran) itu, diatur supaya ada event. Kemudian sehari-dua hari sebelumnya presiden ternyata ada acara ke Filipina,” kenang Anies dalam program “Kick Andy: Dosa-Dosa Anies” 18 Juni 2023 di Metro TV.
Tongkat Kiai Cokro lalu disimpan di Museum Nasional. Bersama sejumlah benda pusaka Pangeran Diponegoro yang –jadi bagian dari 472 benda bersejarah yang baru direpatriasi tahun ini– lain, kini Tongkat Kiai Cokro turut diperlihatkan dalam pameran pameran “Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara” di Galeri Nasional, Jakarta, yang dihelat sepanjang 28 November-10 Desember 2023.
Baca juga: Daftar Pusaka Diponegoro