BERBAHAN dasar besi warna hitam, keris itu berhias ukiran berlapis emas. Ukirannya menggambarkan naga yang tubuhnya memanjang di sekujur bilah keris. Sesosok naga lainnya juga terlihat di bagian bawah bilah keris yang berdekatan dengan gagang keris.
Deskripsi itu memastikan keris yang dipajang dalam pameran “Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara” di Galeri Nasional, Jakarta, sepanjang 28 November-10 Desember 2023 itu merupakan salah satu peninggalan Pangeran Diponegoro, yakni Keris Kiai Nogo Siluman. Keris pusaka itu direpatriasi pemerintah Indonesia pada tahun 2020.
Keris keramat itu turut jadi saksi bisu perlawanan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830). Meski begitu masih samar asal-usulnya dan bagaimana Pangeran Diponegoro mendapatkan keris itu. Peter Carey dalam biografi Diponegoro The Power of Prophecy memperkirakan, keris itu didapatkan sang pangeran dari semedinya di Gua Siluman di Pantai Selatan pada 1805.
“Keris itu mempunyai isi makna tentang hubungan antara manusia dan dunia gaib dan keris yang punya luk 13 itu sering dilempar ke laut kidul, hingga kemudian tersembur semacam pintu terbuka di atas dunia para dewa-dewi. Diponegoro sangat hafal itu dan Ratu Kidul pernah datang untuk menawarkan bantuan pasukan gaib untuk mengusir Belanda. Tapi Diponegoro bilang, ia tak membutuhkan pertolongan dunia gaib untuk urusan duniawi,” ungkap Carey kepada Historia.
Baca juga: Satu Episode Upaya Repatriasi di Masa Pandemi
Pendapat berbeda datang dari pelukis Raden Saleh. Pendapatnya menyiratkan keris itu khusus dibuat untuk Pangeran Diponegoro atau setidaknya diwariskan kepadanya lantaran ia masih punya keterkaitan dengan golongan raja. Raden Saleh menyiratkannya dengan penyebutan ‘kiai’ untuk pusaka keris itu.
“Kiai berarti tuan. Semua yang dimiliki seorang raja memakai nama ini. Nogo adalah ular dalam dongeng dengan sebuah mahkota di kepalanya. Siluman adalah sebuah nama yang terkait dengan bakat-bakat luar biasa, semacam kemampuan untuk menghilang dan seterusnya. Karena itu nama ‘Keris Kiai Nogo Siluman’ berarti raja ular penyihir, sejauh hal itu dimungkinkan untuk menerjemahkan sebuah nama yang megah,” sebut Raden Saleh dikutip Werner Kraus dalam Raden Saleh dan Karyanya.
Sempat "Hilang"
Setali tiga uang dengan muasalnya adalah perkara bagaimana keris itu bisa berakhir di tangan Belanda. Kepada Historia pada 20 Januari 2020, para peneliti Nationaal Museum van Wereldculturen (NMVW) menjabarkan setidaknya ada empat hipotesa bagaimana keris itu bisa berpindah tangan dan berakhir di Belanda.
Pertama, keris itu dirampas ketika Pangeran Diponegoro disergap di Magelang pada 28 Maret 1830. Kedua, keris itu sengaja diserahkan Diponegoro saat penyergapan itu. Ketiga, keris itu direbut pada babak-babak awal Perang Jawa. Keempat, keris itu jadi hadiah dari Sultan Hamengkubuwono VI kepada komandan pasukan Belanda dalam Perang Jawa, Kolonel Jan-Baptist Cleerens, usai perang berakhir.
Kendati begitu, keempat hipotesa itu masih bisa digali dan dipertanyakan lagi berdasarkan dua dokumen mengenai keris tersebut. Pertama, surat perwira perang Diponegoro, Sentot Alibasyah Prawirodirdjo, tertanggal 27 Mei 1830 yang menyebutkan keris itu diserahkan Kolonel Cleerens kepada Raja Willem I sebagai trofi kemenangan Perang Jawa. Kedua, sebuah surat keterangan dari Raden Saleh tertanggal 31 Januari 1831 yang mendeskripsikan keris itu atas permintaan S.R.P. van de Kasteele, direktur Koninklijke Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) atau Koleksi Langka Kerajaan.
Sejak saat itu, Keris Kiai Nogo Siluman sudah berpindah ke Belanda hingga 189 tahun berikutnya. Pusaka itu bahkan pernah “hilang”.
“Saya agak heran, bagaimana bisa sebegitu teledor. Keris dari seorang Diponegoro bisa hilang. Padahal keris itu masuk dalam koleksi kerajaan (KKZ, red.) sejak Januari 1831,” sambung Carey.
Baca juga: Keris Diponegoro Dikembalikan Belanda, Ini Kata Peter Carey
Menurut catatan, keris itu hilang sekitar tahun 1883, kala KKZ dibubarkan dan koleksi-koleksinya disebar ke tujuh museum. Walau tanpa dokumen, keris itu ditempatkan di Museum Volkenkunde, Leiden.
“(Catatan inventaris) Keris Kiai Nogo Siluman itu yang mana tidak jelas. Jadi kerisnya ada tapi catatannya hilang,” tutur sejarawan Universitas Gadjah Mada Sri Margana kepada Historia.
Baru pada 2017 dokumennya ditemukan dan diidentifikasi lagi. Pada 3 Maret 2020, keris itu resmi dikembalikan Belanda via Duta Besar RI untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja. Pengembalian secara simboliknya dilakukan oleh Raja Willem Alexander kepada Presiden RI Joko Widodo seiring kunjungan kenegaraannya ke Indonesia pada 10 Maret 2020.
“Setelah ada beberapa buku, termasuk buku saya, mulai ada arus yang mau menguak sorot Diponegoro. Tahun 2017 mereka baru melakukan riset. Mencerminkan tidak bertanggungjawabnya Belanda. Mungkin riwayat yang terjadi dengan keris ini juga mencerminkan apa yang terjadi dengan sekian banyak pembuangan tokoh yang dilupakan setelah dikuasai. Ini seperti citra Belanda terhadap perlakuan mereka atas kebudayaan Jawa. Mereka datang ke sini untuk jadi kolonialis yang sukses, lantas peduli setan dengan hal lainnya,” tandas Carey.
Baca juga: Cerita di Balik Perjalanan Pulang Keris Diponegoro