Masuk Daftar
My Getplus

Selamat Jalan Anak Muda Gaul

Ikon pergaulan anak muda era 1970-an yang berandil besar dalam industri radio dan dunia hiburan tanah air ini meninggalkan kita untuk selamanya.

Oleh: Nur Janti | 23 Jan 2018
Sys NS ketika muda. Foto: Repro "Pop Biografi dan Kreatografi Sys NS."

KABAR duka datang dari Shanty Sys di Kemang Timur, Jakarta Selatan. Suami Shanty, Raden Mas Haryo Heroe Syswanto Ns. Soerio Soebagio atau lebih dikenal dengan Sys NS, meninggal dunia pada 23 Januari 2018 di usia 61 tahun. Sys populer tahun 1970-an sebagai anak muda gaul Jakarta.

Lahir di Semarang, 18 Juli 1956, Sys hanya numpang lahir di sana karena tumbuh-besar sebagai anak Jakarta. Ketika ayahnya, RM Soerio Soebagio, dipindahtugaskan ke Semarang pada 1973, Sys berontak. Mulanya dia ikut pindah ke Semarang, tapi dua hari berselang kabur ke Jakarta. Ayahnya yang teguh pada pendirian akhirnya luluh dan menuruti keinginan Sys tetap di Jakarta.

Sys lalu masuk SMA 3 Teladan, Setiabudi, Jakarta. Tapi prestasinya buruk, Sys sampai harus pindah sekolah sembilan kali. Dia yang di Jakarta tinggal menumpang pada kerabatnya kemudian juga tak betah. Setelah kabur, Sys memilih kembali ke tempat tinggal masa kecilnya di sebuah perkampungan di Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan. “Gue tidur di Pos Hansip. Urusan mandi dan ganti baju, numpang di rumah teman,” kata Sys seperti ditulis N Syamsuddin Ch. Haesy dan Gauri Nasution dalam Pop Biografi dan Kreatografi Sys NS.

Advertising
Advertising

Di Pos Hansip “rumah” Sys itulah orang-orang sering bermain judi dan minum-minum. Sys larut ke dalamnya. Belakangan, dia hidup dari hasil permainan itu. Kalau sedang tak ada uang, Sys dengan halus memalak salah seorang pemenang judi greyhound. Uang itu lalu dia pakai untuk bermain greyhound. “Kalau menang, duitnya gue kembaliin. Tapi kalau gue kalah, anggap saja orang itu lagi sial,” ungkapnya.

Dunia hitam Sys tak hanya judi. Suatu hari, seorang kawan Sys berkelahi dengan seorang anggota sebuah geng. Didorong rasa solidaritas, Sys lalu membacok anggota geng itu yang ternyata anak pejabat. Alhasil, Sys harus menginap di Komando Daerah Kepolisian (Komdak) Metro Jaya.

Kabar buruk itu pun sampai ke telinga RM Soerio Soebagio. Meski marah besar, Soebagio tetap ke Jakarta untuk mengeluarkan Sys. Sejak itu, Sys tak ingin membuat ayahnya khawatir.

Menggeluti Dunia Siaran

Tahun 1970-an, radio naik daun. Radio amatir bermunculan dan menjadi tren kehidupan anak muda Jakarta. Pendengarnya kebanyakan kalangan anak muda golongan menengah ke atas.

Dunia itulah yang kemudian dimasuki Sys. Radio pertama yang dimasukinya, ketika masih sekolah menengah, bernama Romeo Gembel (kependekan dari Gemar Belajar). Siaran radio itu dimaksudkan untuk menemani pendengarnya yang, kebanyakan usia sekolah menangah, sedang belajar. Di radio itu, Sys bukan sebagai penyiar, tapi bertugas menjual formulir pilihan lagu. Dari formulir ini, para pendengar bisa mengusulkan lagu-lagu favoritnya lalu diputar saat acara pilihan pendengar.

Pada 1973, para pengelola Radio Prambors silang pendapat dan berujung pada keluarnya beberapa pengelola seperti Wawan, Budhie Pramono, dan Heroe Purnomo. Mereka lalu mendirikan Radio Audio Broadcasting Service (ABS) dengan menggunakan rumah orangtua Wawan, rekan Sys, sebagai tempat siaran. Tempat ini dulunya juga tempat siaran Romeo Gembel. Sys ikut bergabung.

Popularitas ABS segera menyalip Prambors. Tapi karena mereka terlalu malas mengurus izin siaran, ABS akhirnya ditutup. Beberapa orang kembali ke Prambors. Sys dan 11 rekannya yang mayoritas masih pelajar kemudian mendirikan radio baru tapi tak bertahan.

Tahun 1975, Sys mulai siaran di Prambors yang terletak di Jalan Borobudur. Pamornya naik bersamaan dengan perkembangan pesat radio Prambors. “Ditopang wajah ganteng bak selebriti, tak heran nama Sys meroket,” tulis Ilham Bintang dalam Mengamati Daun-Daun Kecil Kehidupan. Sys dikenal sebagai ikon pergaulan anak muda tahun 1970-an.

Popularitas Sys berperan penting melejitkan kariernya. Dia kemudian dipercaya menjadi Ketua Umum Kasta (Kekerabatan Antar Siswa Se-Jakarta) Prambors. Sys memanfaatkan betul kesempatan yang ada dengan menggagas Jakarta Student Night pada 1976. “Tahun 1976, ketika personel Warkop menjadi lima sekawan yang kompak, bersamaan muncul pula tokoh Prambors muda, seperti Sys NS dengan aneka kreasi khas unjuk seni anak mudanya,” tulis Rudi Badil dalam Warkop: Main-Main Jadi Bukan Main.

Sys kemudian juga dipercaya menjadi Ketua Umum Laboratorium Seni Prambors. Dalam jabatan yang dia emban hingga 1978 itu Sys bekerjasama antara lain dengan Niki Kosasih, penulis drama radio Saur Sepuh dan manajer Warkop Prambors yang baru mulai dikomersilkan. Di tahun yang sama, Sys bersama Warkop tampil di acara “Dapur Musik Betawi” yang digagas Sys bersama Ais Ali Said.

Bersama Muklis Gumilang, Sys lalu membuat “Sersan Prambors” untuk mengisi acara Prambors yang ditinggalkan Warkop. Di “Sersan Prambors” itulah Sys berhasil menarik Krisna Purwana, Pepeng, dan Nana Krip, yang merupakan pengisi Bahana Jokes di Radio Bahana, untuk siaran di Prambors pada 1984.

Sukses menjalankan program radio, Sys kemudian menggandeng Rhoma Irama dan Camelia Malik mendirikan Radio Muara. Radio untuk pencinta dangdut ini menurut AC Nielsen menjadi radio paling banyak didengar. Alhasil, banyaknya pengalaman dunia radio yang dimiliki Sys membuatnya dipercaya menduduki Ketua Departemen Dana dan Usaha Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Pemenang Lomba Disko

Tahun 1975, Sys mendirikan Mad Disco bersama Eddy Sadikin, Yoyok Sasmoyo, dan beberapa rekannya. Grup penghibur ini menerima order untuk acara pesta anak muda dengan bayaran 25ribu rupiah sekali tampil.

Di tahun yang sama, Sys mengikuti Festival Discotheque seluruh Indonesia dengan modal peralatan yang dipinjam dari Mad Disco dan beberapa rekan lain. Selain alat musik, Sys menggunakan seekor monyet yang dicat untuk menemaninya tampil. Bersama si monyet, Sys melakukan aksi gila bergelantungan di tali sambil meramu musik. Bak tarzan dan monyetnya, Sys mengoperasikan mixer, memindah-mindahkan lagu (mixing) memakai kaki.

Dengan penampilan yang atraktif dan kreatif itu, Sys memenangkan Best of Discotheque of Indonesia 1975. Hadiah motor yang didapatnya langsung dia sumbangkan untuk panti asuhan.

Tapi kegembiraan Sys hanya berlangsung semalam. “Besokannya tuh monyet mampus. Gue sedih ngeliat temen gue ngedeejay mati stres,” kata Sys. Kegilaan-kegilaan Sys itu menjadi memori banyak orang yang menikmati masa muda tahun 1970-an. Hari ini, ikon pergaulan anak muda era 1970-an itu pergi yang takkan pernah kembali. Selamat jalan, Sys.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill Tur di Kawasan Menteng