Masuk Daftar
My Getplus

Raden Saleh Melawan dengan Lukisan

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh yang dicuri dalam sebuah film memiliki cerita sendiri.

Oleh: Petrik Matanasi | 17 Sep 2022
Film Mencuri Raden Saleh (2022) karya Angga Dwimas Sasongko. (imdb.com).

Di awal film Mencuri Raden Saleh (2022) seorang mahasiswa seni bernama Piko (Iqbaal Ramadhan), sedang asyik melukis ulang lukisan H. Widajat. Seniman muda itu mencari uang dengan memalsukan lukisan untuk membebaskan ayahnya dari penjara.

Setelah lukisan palsu itu laku ratusan juta rupiah, Piko mendapat tawaran mencuri lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh Sjarif Boestaman (1811–1880) yang dijaga ketat di Istana Negara. Piko menerima tawaran itu dan membentuk tim yang terdiri dari Ucup (hacker), Sarah (atlet bela diri), Gofar (mekanik), Tuktuk (pembalap liar), dan Fella (bandar judi kampus). Masing-masing mengincar uang yang ditawarkan sebagai imbalan dari pencurian tersebut. Film yang skenarionya ditulis dan disutradarai Angga Dwimas Sasongko ini lalu bergulir seru.

Film drama laga ini masuk dalam sepuluh film Indonesia terlaris tahun 2022 dengan meraup lebih dari dua juta penonton. Dalam Festival Film Indonesia 2022, film ini mendapatkan Penghargaan Ratna Asmara kategori Film Pilihan Penonton. Ratna Asmara adalah sutradara perempuan pertama Indonesia.

Advertising
Advertising

Baca juga: Koleksi Lukisan Hilang, Pegawai Museum Tak Sadar

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh yang menjadi target pencurian ternyata memiliki ceritanya sendiri.

Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda selama lima tahun (1825–1830). Perang Jawa berakhir setelah Diponegoro ditangkap pada 28 Maret 1830 sehari setelah Lebaran. Penangkapan itu terjadi setelah lebih dari sebulan Belanda dan Diponegoro sepakat untuk rehat dari peperangan yang melelahkan.

“Hanya selepas bulan puasa pembicaraan yang lebih serius dapat dilakukan,” tulis Peter Carey dalam Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro bersama para panglimanya yang masih muda dan pasukan bertombak masuk kota Magelang yang dikuasai Belanda pada hari ke-12 puasa. Dia bertemu Letnan Jenderal De Kock.

“De Kock dan Diponegoro saling cerita, bertukar lelucon saat bertemu,” tulis Carey. Pada pertemuan itu, De Kock tidak menangkap Pangeran Diponegoro. Barulah pada 28 Maret 1830, ketika Diponegoro datang bertemu De Kock, pasukan militer Belanda di Magelang sudah bersiap.

Baca juga: Detik-detik Menegangkan Saat Belanda Menjebak Diponegoro

Di luar ruang pertemuan, Komandan Artileri Letnan Kolonel Aart de Kock van Leeuwen dan Komandan Kavaleri Mayor Johan Jacob Perie mengawasi pasukan Diponegoro. Di dalam ruangan ada Letnan Kolonel Roest, Mayor de Steur, dan penerjemah Kapten J.J. Roeps.

Pangeran Diponegoro telah melakukan apa yang dilakukan beberapa penguasa Jawa sebelumnya. Memberontak dulu lalu diakui menjadi penguasa daerah feodal baru di bekas daerah Mataram. Seperti Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I), pendiri Kesultanan Yogyakarta, atau Raden Mas Said (Pangeran Mangkunegaran I), pendiri Keraton Mangkunegaran. Namun, Diponegoro tak mendapatkan seperti yang didapat Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi. Dia malah ditangkap dalam pertemuan itu.

Lukisan Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock karya Nicolaas Pieneman tahun 1835. (Wikimedia Commons). 

Suasana penangkapan itu diabadikan dalam lukisan oleh Nicolaas Pieneman (1809–1860) tahun 1835. Lukisannya berjudul De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock atau Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock. Lukisan ini merupakan hasil penafsiran Pieneman karena dia tidak hadir dalam peristiwa penangkapan Diponegoro.

“Pieneman melukis Diponegoro melalui ekspresi bahasa tubuhnya, bahwa dia menerima penaklukannya. Diponegoro dan para pengikutnya mengekspresikan secara fisik bahwa keputusan Jenderal De Kock baik untuk semua,” tulis Werner Kraus dalam Raden Saleh dan Karyanya.

Baca juga: Raden Saleh Pelopor Seni Lukis Modern Indonesia

Orang-orang dalam lukisan Pieneman tidak semua orang Belanda. Nebojsa Djordjevic dalam The Depiction Of A (National) Hero: Pangeran Diponegoro In Paintings From The Nineteenth Century Until Today mencatat keterlibatan pasukan Tulungan dalam penangkapan itu dan mereka ada dalam lukisan. Pasukan Tulungan dari Minahasa, Sulawesi Utara, dalam lukisan itu diwakili oleh Johannis Inkiriwang, Hendrik Werias Supit, Tololiu H.W. Dotulong, dan Benjamin Thomas Sigar.

Makam Benjamin Thomas Sigar yang berasal dari Langowan, Minahasa, pernah dikunjungi Prabowo Subianto ketika masih muda. Dalam postingannya di twitter @prabowo (22/12/2012), Prabowo menyebut “Waktu itu usia saya 17 tahun. Saya ikut melayat ke makam Opa Benyamin Thomas Sigar bersama Alm. Ayah dan Alm. Bunda.”

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh tahun 1857. (Wikimedia Commons).

Baca juga: Restorasi Lukisan Penangkapan Diponegoro

Dua dekade lebih setelah penangkapan Pangeran Diponegoro, pada 1857 Raden Saleh melukis ulang peristiwa penangkapannya. Saat itu Diponegoro baru dua tahun wafat di Makassar. Seperti Pieneman, Raden Saleh tidak melihat langsung kejadian penangkapan Diponegoro. Dia juga punya tafsirannya sendiri atas peristiwa penangkapan itu.

“Ini adalah lukisan bersejarah yang menawarkan interpretasi ulang atas karya Nicholas Pieneman,” tulis Amir Sidharta, kurator seni, dalam Depicting History Indonesian Modernism in Transition: Selected Masterpieces from the Indonesian National Gallery.

Kraus mencatat, setelah selesai, lukisan itu dikirimkan Raden Saleh kepada Raja Belanda Willem III, yang berkuasa dari 1849 hingga 1890 dan dikenal bukan sosok pecinta seni. Tidak diketahui tentang tafsiran sang raja. Lukisan itu pernah terdampar di rumah sakit militer Bronbeek sebelum dikirim lagi ke Indonesia dan menjadi koleksi penting Indonesia.

Baca juga: Pelukis Jadi Pahlawan Nasional

Piko menyebut lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh merupakan simbol perlawanan. Tak hanya tergambar jelas perlawanan Diponegoro dan pengikutnya dalam lukisan itu, tapi juga perlawanan Raden Saleh terhadap lukisan Pieneman dan pemikiran feodal Belanda. Jadi, Raden Saleh telah menunjukan bahwa melawan kolonialisme Belanda bisa juga dengan karya dalam hal ini lukisan.

Oleh karena itu, sejarawan Asvi Warman Adam, menilai Raden Saleh sebagai pelopor seni lukis modern Indonesia layak diangkat menjadi Pahlawan Nasional.

Asvi menyebut lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh memberi contoh bagaimana pelukis menjadi bagian dari perjuangan melawan kolonialisme. Dengan lukisan itu, Raden Saleh hendak menentang lukisan karya Pieneman. Melalui lukisan itu pula Raden Saleh memperlihatkan bahwa Diponegoro adalah sosok yang tegar dan dihormati.*

Tulisan ini diperbarui pada 23 November 2022.

TAG

film raden saleh pangeran diponegoro lukisan

ARTIKEL TERKAIT

Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Jenderal Orba Rasa Korea Sisi Lain dan Anomali Alexander Napoleon yang Sarat Dramatisasi Harta Berdarah Indian Osage dalam Killers of the Flower Moon Alkisah Bing Slamet Tiga Negara Berbagi Sejarah lewat Dokumenter Kunjungan Nehru Vanessa Redgrave, Aktris Peraih Oscar yang Membela Palestina