Masuk Daftar
My Getplus

Penganugerahan Gelar Kebangsawanan

Gelar kebangsawanan diberikan kepada abdi dalem, orang luar yang berjasa, bahkan orang kaya.

Oleh: Aryono | 24 Nov 2017
Susuhunan Pakubuwana XIII saat melakukan pemberian gelar kehormatan kepada beberapa warga negara asing di Sasana Narendra, Kompleks Keraton Surakarta.

DI beberapa daerah, gelar kebangsawanan masih menjadi status sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat. Di Jawa misalnya, penghargaan itu diberikan kepada tokoh-tokoh yang berjasa bagi keraton, baik di Surakarta maupun Yogyakarta.

“Gelar yang saya dapatkan Kanjeng Raden Haryo Tumenggung Dwijadiningrat. Nama Dwija di sini disesuaikan dengan profesi saya sebagai dosen atau pengajar,” ujar Sutedjo Kuwat Widodo, dosen Universitas Diponegoro Semarang, kepada Historia beberapa waktu lalu. Dia mendapatkan gelar itu pada Desember 2010 dari Keraton Surakarta dalam sebuah prosesi yang dipimpin Pakubuwono XIII Tedjowulan.

Inisiatif penganugerahan gelar kebangsawanan atau kekancingan itu datang dari Paguyuban Satya Budaya Yogiswara di Semarang. Paguyuban menjaring beberapa nama yang dianggap berjasa bagi pengembangan budaya Jawa.

Advertising
Advertising

“Beberapa nama lalu kami ajukan ke pihak Keraton Surakarta, disetujui atau tidak, itu keputusan keraton,” kata Lies H. Susanto, salah satu pegiat di paguyuban itu kepada Historia.

Menurut Soemarsaid Moertono dalam Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau, pada periode Mataram II, kawula (rakyat) memiliki kesempatan masuk ke lingkaran elite atau naik pangkat (kawulawisuda) dengan jalan menjadi abdi negara, bekerja dalam struktur birokrasi keraton, baik di daerah (kabupaten) maupun di pusat (keraton).

Pemberian gelar disesuaikan dengan pangkat dan pengabdian. Abdi dalem golongan bawah, dari jajar sampai wedana yang berasal dari golongan priyayi mendapat gelar Raden; sedangkan yang berasal dari rakyat biasa mendapat gelar Mas.

Abdi dalem golongan atas, dari bupati anom sampai bupati nayaka bergelar Kangjeng Raden Tumenggung (KRT). Misalnya, pada 1813, Kapitan Tionghoa Tan Djin Sing mendapat gelar KRT Secodiningrat dan dilantik menjadi bupati Yogyakarta (Baca: Tan Jin Sing Pembuka Jalan Pertama ke Candi Borobudur).

Namun, tak harus menjadi abdi dalem untuk mendapatkan gelar bangsawan. Keraton juga memberikan gelar kepada orang-orang yang berjasa melestarikan budaya Jawa. Seorang Tionghoa Muslim, Go Tik Swan, ahli batik dan keris, mendapat gelar kebangsawanan dari Pakubuwono XII pada 1972. Gelarnya tak main-main, sangat tinggi: Kangjeng Raden Tumenggung (KRT) Hardjonagoro.

“Dia menjadi orang Tionghoa pertama yang mendapat gelar karena keahliannya dalam bidang kebudayaan,” tulis Leo Suryadinata dalam Prominent Indonesian Chinese.

Gelar bangsawan juga diberikan kepada seseorang yang memberikan bantuan finansial kepada raja atau sultan. Di masa lalu, tulis Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia, jilid III, “pedagang-pedagang kaya juga dapat menyisihkan kekayaannya untuk diberikan kepada raja dan bangsawan sebagai penukaran untuk gelar bangsawan.”

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill Tur di Kawasan Menteng