DENGAN kapal Insulinde, Putra Mahkota Leopold dari Belgia dan Putri Astrid berangkat ke Hindia. “Itu adalah perjalanan yang berat, tetapi juga menyenangkan,” kata Kapten Kapal GH Ruhaak pada Bataviaasch Nieuwsblad edisi 17 Maret 1933.
Desember 1928 merupakan kali pertama pasangan Kerajaan Belgia itu berkunjung ke Hindia-Belanda. Mereka datang untuk melihat-lihat tanah dan orang-orang di negeri jajahan milik kerajaan tetangga.
Orang-orang di negeri jajahan Belanda amat antusias menyambut kedatangan pasangan ini. Kebun Raya Bogor bahkan menyiapkan satu spot untuk ditanami bunga yang melambangkan bendera Belgia: hitam, kuning, dan merah. Jalan di sisi bunga itu juga dinamai Astrid Boulevard.
Ketika berkunjung ke Surakarta, mereka disambut dengan keramah-tamahan keraton. Kotak cendana sudah disiapkan sebagai hadiah selamat datang untuk putri dan putra mahkota itu. Ketika kotak pertama dibuka, aroma kayu cendana menyeruak. Di dalamnya berisi keris yang pada gagangnya dihiasi emas.
Baca juga: Hilangnya Mutiara Hitam
Putri Astrid yang sudah menantikan untuk kotak bagiannya dibuka senang sekali begitu melihat hadiah kipas bertatahkan emas untuknya. Tanpa membungkuk atau berbasa-basi ia spontan berdiri dan menjabat tangan tuan rumah kerajaan. Orang-orang sangat mengagumi sikap hangat dan antusias Putri Astrid.
Pasangan penerus takhta Belgia ini juga berkunjung ke Museum Radio Poestoko di Sriwedari. Dikabarkan De Nieuwe Vorstenlanden 7 Januari 1929, kedatangan mereka disambut oleh Kepala Museum Pangeran Hadiwidjojo dan wakilnya Pangeran Djatikoesoemo. Putri tertua Pangeran Hadiwidjojo, R. A Koesandrinah yang kala itu duduk di kelas dua MULO, memberikan karangan bunga yang kombinasi warnanya mirip bendera Belgia: terdiri atas anggrek biru dan kuning dengan pita merah pada Putri Astrid. Sementara dewan pengurus museum memberi Puteri Astrid sarung bermotif bunga dan Pangeran Leopold dihadiahi topeng Solo modern.
Selepas dari museum, pada pukul setengah tujuh malam rombongan putri dan pangeran Belgia pindah ke Societet Habiprojo. Cerutu, rokok, dan borbon disajikan untuk menikmati sajian musik yang lantas diikuti dengan pertunjukan wayang.
Kunjungan mereka ke Hindia dipenuhi keramah-tamahan. Namun ketika kedua pasangan ini berkunjung ke Surabaya dan Bali, Pangeran Leopold tidak menunjukkan sikap ramah dan sopan seperti sebelumnya.
Baca juga: Memaknai Perobohan Patung
Ketika menghadiri perjamuan makan malam untuk penyambutannya di Surabaya, Pangeran Leopold meminta untuk undur diri lebih awal. “Di Surabaya dia meninggalkan makan malam untuk menghormatinya hanya karena dia sedang tidak mood,” tulis surat kabar Soerabaijasch Handelsblad. Di Bali ia juga menghindari makan malam dengan para pejabat dan lebih tertarik menghabiskan waktu selama berjam-jam di pantai untuk mencari kerang.
Perjalanan berkeliling Hindia itu berlangsung selama lima bulan. Mereka kembali ke Belgia menggunakan kapal Tjerimai.
Mereka kembali berkunjung ke Hindia pada 1932. Dikabarkan De Locomotief edisi 15 Mei 1933, kunjungan mereka ini kemudian diterbitkan menjadi buku kumpulan foto berjudul De Reis van Prins Leopold door Ned-Indie (Perjalanan Pangeran Leopold Melintasi Hindia Belanda).
Dalam pengantar buku, dimuat pula surat Pangeran Leopold kepada Direktur Museum Sejarah Alam Brussel Profesor Van Straelen. Surat tersebut memberi gambaran bagaimana buku tersebut bisa terbit.
Baca juga: Robohnya Patung Edward Colston Si Tokoh Perbudakan dan Rasisme
Dalam suratnya, Pangeran Leopold menyampaikan keinginannya untuk menyerahkan data-data yang ia peroleh ketika berkunjung ke Hindia-Belanda. Ia juga mengatakan, sebenarnya keinginan untuk menyerahkan data kunjungannya ke negeri jajahan Belanda ini sudah ia pikirkan setelah kunjungan pertamanya pada 1928. Pangeran Leopold juga memberikan penghormatan kepada semua orang yang telah berkontribusi dalam pengerjaan riset tentang flora dan fauna, terutama Prof. Van Straelen.
Foto-foto mereka diterbitkan dibarengi dengan penjelasan ilmiah Prof. Van Straelen dan timnya di Museum Sejarah Alam Brusel. Pada bagian pertama berisi dokumentasi cukup lengkap tentang geografi, hidrografi, fauna dan flora, dan penduduk Jawa, Berneo, Sulawesi, Maluku, Nugini, Kepulauan Aroe, dan Sumatra. Pada bagian lain dikhususkan untuk penjelasan tentang flora dan fauna yang sudah diteliti dan sebagain jadi koleksi Museum Sejarah Alam Brusel.
Kunjungan mereka cukup menarik hati orang-orang di negeri jajahan. Kala Ratu Astrid meninggal pada 1935 (menjadi ratu pada 1934) dalam sebuah kecelakaan tragis, suratkabar di negeri jajahan ramai-ramai memberitakan kematiannya dan mengucapkan belasungkawa.