Masuk Daftar
My Getplus

Kado Istimewa Pernikahan

Tinimbang mempersembahkan permata dan benda berharga, Mangkunegara VII memilih pentas tari sebagai kado pernikahan.

Oleh: Yudi Anugrah Nugroho | 12 Feb 2014
Gusti Nurul, putri Mangkunegara VII, menari tari Sari Tunggal, sebagai kado istimewa pernikahan Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard. Foto: KITLV.

KGPAA Mangkunegara VII ingin memberikan kado istimewa untuk pernikahan Putri Juliana, anak Ratu Belanda Wilhelmina, dengan Pangeran Bernhard. Sementara raja-raja lain di Nusantara mempersembahkan permata dan benda-benda berharga, dia memilih pentas tari. Kado itu semakin istimewa karena putrinya yang cantik, Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemo Wardhani atau kerap disapa Gusti Nurul, bakal jadi penarinya.

Romo (bapak), mempunyai gagasan dalam tarianku,” ujar Gusti Nurul, lahir pada 17 September 1921, dalam Lembar Kenangan Gusti Noeroel.

Pementasan tari akan diiringi gamelan Kyai Kanyut Mesem yang dimainkan di Pura Mangkunagaran, Solo. Alunan gamelan dipancarkan secara langsung melalui stasiun radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) ke Negeri Belanda. Tarian yang dipilih Sari Tunggal, “tari dari Keraton Yogyakarta yang selama ini telah kupelajari dari kakak ibuku, Pangeran Tedjo Koesoemo,” kata Gusti Nurul.

Advertising
Advertising

Rangkaian acara pernikahan akan digelar pada Desember 1936-Januari 1937. Mengingat perjalanan jauh dan menyita waktu, Mangkunegara VII dan permaisuri GKR Timur serta Gusti Nurul berangkat pada Agustus 1936. 

Dalam perjalanan, di atas kapal Marnix, Gusti Nurul menyempatkan diri berlatih. Setelah tiba di Italia, perjalanan disambung dengan keretapi. Mereka tiba di Amsterdam pada 16 November 1936, lalu bertolak ke Den Haag pada 1 Desember 1936.

Menurut Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah, inilah untuk pertama kalinya seorang raja Jawa yang sedang berkuasa berkunjung ke Negeri Belanda. Selama empat bulan rombongan menginap di Puri Oud-Wassenar.

Panitia pernikahan Putri Juliana baru mengetahui rencana pementasan tari saat rombongan tiba di Belanda. Menurut Hary Wiryawan dalam Mangkoenegoro VII & Awal Penyiaran Indonesia, pihak panitia semula keberatan dengan pementasan itu dengan alasan waktu persiapan singkat untuk acara yang rumit. Namun, setelah diyakinkan Mangkunegara VII, pementasan tari masuk dalam susunan acara.

Sebulan sebelum acara, panitia melakukan tes dan meminta Gusti Nurul menari lengkap dengan iringan musik langsung dari Pura Mangkunegaran Solo yang dipancarkan melalui SRV. Bertempat di gedung Pos, Telegraph, dan Telpon (PTT), Gusti Nurul pun menari di hadapan Ratu Wilhelmina dan anggota kabinet. Pada saat yang sama, Gusti Partinah, anak kedua Mangkunegara VII, menari di Pura Mangkunegaran Solo sebagai patokan bagi pemain gamelan.

“Pada saat tes, suara gamelan sempat hilang. Namun Ibu (Gusti Timoer) yang duduk di dekat pentas membantu dengan hitungan, sehingga tarianku dapat diselesaikan dengan baik,” ujar Gusti Nurul.

Perusahaan Philips merekam gending tersebut untuk pementasan di hari-H. Pementasan tari pun digelar di Istana Noordeinde, disaksikan para petinggi negara, raja dan ratu dari berbagai negara, serta kedua mempelai. Pementasan berjalan lancar. “Aku merasa lega,” ujar Gusti Nurul.

Pementasan itu ramai diwartakan suratkabar Belanda. Pementasan itu juga membuat para tamu ingin mengetahui lebih jauh tentang kebudayaan Timur dari Mangkunegara VII.

Rombongan Mangkunegara VII meninggalkan Belanda pada 15 Februari 1937 dan melanjutkan perjalanan keliling Eropa.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Eks Pesindo Sukses Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill