Kendaraan lalu-lalang di sepanjang Jalan Ahmad Yani, tak jauh dari jantung kota Medan. Kawasan ramai ini sebelumnya bernama Kesawan. Sejak dulu sampai sekarang, ia dikenal sebagai pecinan (tempat permukiman masyarakat Tionghoa).
Terdapat dua bangunan unik dan besar berdiri di deretan jalan. Ada mansion Tjong A Fie, kediaman taipan tersohor Tionghoa dan terkaya di kota Medan zaman kolonial. Di seberang rumah Tjong A Fie tampak sebuah gedung restoran. Bangku-bangku rotan berjejal rapi melingkar di terasnya. Kesan lawas tergurat namun cukup mengundang untuk didatangi.
Sementara diatas gedung, terpampang tulisan: “Tip Top”. Kata yang asing untuk kota Medan yang dialek masyarakatnya identik dengan Batak ataupun Melayu.
“Tip Top itu ada artinya, dari bahasa Inggris, yang bermakna prima atau sempurna,” ujar Didrikus Kelana (46), pewaris sekaligus pengelola generasi ketiga restoran Tip Top, kepada Historia.
“Bangunan restoran ini,” lanjutnya, “Masih asli sejak 1934 sampai sekarang. Dulu bangunan ini dipakai sama kongsi dagang Cina.”
Restoran Tip Top menjadi saksi sejarah sebuah kota yang semasa kolonial dikenal dengan Paris van Sumatra (Paris dari Sumatra). Dari dapurnya turut juga mewarnai ragam kuliner di Nusantara.
Dari Toko Roti
Semula restoran Tip Top beroperasi di Jalan Pandu, sekira 3 km dari lokasinya yang sekarang. Pendirinya seorang Tionghoa, pengusaha roti bernama Jang Kie. Sesuai namanya pemiliknya, sejak tahun 1929 restoran ini dibuka dengan nama Restoran Jang Kie. Ketika itu, resto Jang Kie menjual roti dan kue hasil olahan sendiri.
Pada tahun 1934, Jang Kie memindahkan tokonya ke pusat kota di kawasan Kesawan. Nama Jang Kie diubah menjadi Tip Top agar terkesan elegan dan mewah demi menarik pengunjung dari kalangan Belanda. Di lokasi itu berdekatan dengan kantor-kantor perkebunan Belanda. Hal inilah yang melatari perpindahan restoran Tip Top. Medan telah menjadi pusat pemasaran tembakau Deli, ibukota Gouvernemen Sumatra Timur; kota cantik dengan sentuhan peradaban Eropa.
“Ibukota inilah yang dibanggakan sebagai Parijs van Soematra. Nama yang memberi kebanggaan tersendiri bagi orang-orang Holland di koloni Deli,” tulis Alexander Avan sejarawan Universitas Sumatera Utara (USU) dalam Parijs van Soematra.
Tak cuma menjual roti, Tip Top kemudian menyediakan menu yang beragam. Makanan berat ala Eropa seperti salad dan steak disajikan dengan berbagai varian. Makanan seperti Uitsmijster (roti telor lidah lembu) dan Bitterballen (semacam perkedel isi daging sapi) jadi menu yang cukup diminati orang Belanda kala itu.
“Menu-menu yang disajikan banyak mendapat pengaruh dari zaman Belanda karena koki pertamanya orang Belanda. Pak Jang Kie sendiri kan keturunan Tionghoa, jadi menu-menu Tionghoa juga dipersiapkan termasuk menu Indonesia,” ujar Didrikus.
Tip Top juga menyediakan es krim olahan sendiri. Beberapa yang populer seperti Carmen Ice (es krim buah) dan Ystaart (es krim berlapis cake dan susu). Ada juga es krim yang menggunakan nama-nama lokal: Java Ice dan Es Johor.
Untuk membuat roti dan kue, resto Tip Top masih menggunakan kayu bakar dan tungku api yang dibuat tahun 1934. Aroma khas yang dihasilkan semakin menambah keunikan rasa yang menjadi ciri khas resto Tip Top. Kue khas Belanda buatan Tip Top seperti Moorkop (kue berbalut coklat) dan Saucyse Brood (roti sosis) bahkan kini sudah sulit di temui di negeri asalnya.