Masuk Daftar
My Getplus

Cinta Kasih Susi Susanti untuk Negeri

Perjuangan, keringat, dan air mata Susi Susanti yang mengkristal menjadi prestasi diangkat ke layar lebar.

Oleh: Randy Wirayudha | 28 Jan 2019
Laura Basuki akan perankan sosok legenda Susi Susanti dalam film "Susi Susanti Love All" (Foto: Instagram @sim_f/@dianita_tiastuti)

SIAPA tak kenal Susi Susanti? Ikon bulutangkis tunggal putri negeri ini yang jadi idola banyak manusia. Namanya bertengger paling puncak di ranah olahraga saat Olimpiade Barcelona 1992, di mana Susi mempersembahkan medali emas pertama untuk Indonesia di ajang olahraga multicabang terakbar itu.

Prestasi itu sudah umum diketahui masyarakat. Pun dengan kisah kasih Susi dengan Alan Budikusuma, pebulutangkis putra yang juga mempersembahkan emas untuk Indonesia di pesta olahraga yang sama. Namun, tidak banyak orang tahu bagaimana perjuangan Susi dan Alan yang menguras keringat dan air mata di balik prestasi mereka.

Sisi-sisi itulah yang akan jadi highlight dalam kisah Susi Susanti yang akan diangkat ke layar lebar dengan judul Susi Susanti: Love All oleh Damn! I Love Indonesia bekerjasama dengan Oreima Films dan East West Synergy. Selain diproduseri Daniel Mananta, Susi Susanti: Love All disutradarai sineas muda Sim F.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kristalisasi Keringat dan Air Mata Susi Susanti

“Film ini ingin menyampaikan bahwa mengasihi adalah jawaban dari semua tantangan yang dialami oleh seorang Susi menjadi seorang juara dunia dan dirinya sendiri. Film ini harus ditonton karena akan banyak hal yang tidak pernah masyarakat tahu latar belakang Susi yang bisa menjadi seorang juara dunia dan legenda,” ungkap Sim F ketika dihubungi Historia, Kamis, 24 Januari 2019.

Susi Susanti: Love All berawal dari obsesi Daniel. Idenya sudah mulai eksis di kepala mantan VJ MTV itu sejak 2012, tapi baru bisa direalisasikan pada 2018. “Bisa dibilang lebih ke passion gue punya sebuah misi menyebarkan cerita tentang cinta. Susi Susanti punya cerita tentang cinta terhadap negara, keluarga, olahraga yang digelutinya, terhadap pasangannya (Alan Budikusuma, red.),” kata Daniel, dilansir Kumparan, 20 September 2018.

Setelah beberapa kali menemui sejumlah sutradara, Daniel mempercayakan project ini kepada Sim F yang sudah malang melintang menggarap iklan dan video music. “Ya, ini project-nya Daniel Mananta dan dia menawarkannya ke saya untuk men-direct film ini. Bagi saya, Susi dan Alan adalah sosok yang sangat luar biasa dedikasi hidup mereka untuk bulutangkis dan negara ini,” ujar Sim F.

Laura Basuki dirasa paling pas memerankan Susi Susanti. (Instagram @laurabas).

Untuk pemilihan para pemeran Susi Susanti Love All, Sim F menangani hampir  semuanya. Dia lalu memilih Laura Basuki untuk memerankan Susi dan Dion Wiyoko untuk peran Alan.

Untuk memerankan Susi, Laura tak setengah-setengah. Sampai berminggu-minggu dia latihan bulutangkis dilatih langsung oleh Liang Chiu Hsia, pelatih asli Susi Susanti.

“Laura sanggup membuat tokoh legenda yang kita banggakan ini, real di mata saya. Bahkan energi yang diberikan Laura untuk memerankan Susi begitu luar biasa kerja kerasnya. Dion juga kerja keras memerankan Alan. Mereka berdua riset dan bertemu sendiri dengan Susi dan Alan,” lanjutnya.

Perjuangan dan Pengorbanan Susi dan Alan

Selain Laura dan Dion, Susi Susanti: Love All akan diramaikan aktris Jenny Zhang, yang berperan sebagai pelatih Susi, Liang Chiu Hsia; Kelly Tandiono sebagai Sarwendah Kusumawardhani, pesaing terberat Susi; dan Farhan (Muhammad Farhan) sebagai Ketua PBSI 1985-1993 Jenderal Try Sutrisno.

“Sebetulnya negara ini berutang banyak pada Alan dan Susi. Nanti di film kita akan tahu utang apa yang lama tidak kita lunasi pada mereka. Saya sendiri merepresentasikan pemerintah, Ketua PBSI,” timpal Farhan, dikutip Kumparan, 22 September 2018.

Baca juga: Antara Raket dan Senjata

Sudah jadi rahasia umum bahwa di masa Try Sutrisno memimpin PBSI, banyak keluhan yang keluar dari para pebulutangkis. Pasalnya, pendapatan mereka, baik prize money (pendapatan hasil kejuaraan) maupun uang saku, dipotong 50 persen untuk menyehatkan neraca keuangan PBSI. Beberapa pemain lalu memilih keluar, sementara Susi dan Alan bertahan.

“Ya itu keadaan yang harus kita terima waktu itu. Gaji, prize money di-cut separuh. Ya kita enggak bisa banyak protes, kan. Tapi kami berdua sampai dalam pemikiran bahwa jangan sampai dikalahkan dan menyalahkan situasi. Itu prinsip saya sama Susi. Apapun yang terjadi, saya sama Susi tetap commit karena sudah dipilih dalam Pelatnas,” terang Alan saat ditemui Historia, 15 Januari 2019.

Alan Budikusuma, suami Susi Susanti yang juga meraih emas Olimpiade 1992. (Randy Wirayudha/Historia).

Tapi yang menjadi masalah bagi Susi, Alan, dan banyak pemain lain bukan hanya soal pendapatan dan tantangan fisik jelang Olimpiade 1992. Diskriminasi lantaran mereka berasal dari etnis Tionghoa juga menyusahkan sepanjang karier mereka. Alan ingat, hal paling pahit adalah kebijakan negara yang mewajibkan setiap orang Tionghoa memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) sebagai bukti nasionalisme mereka.

“Terus terang saya kecewa. Kita kan juga lahir di Indonesia. Orangtua kami juga lahir di sini. Kita pun kelak ingin meninggal di Indonesia. Makanya saya selalu mempertanyakan, SBKRI kenapa harus ada? Kenapa kami dipertanyakan tidak nasionalis? Padahal kami nasionalis dan bangga dengan Indonesia,” kata Alan dengan mata berkaca-kaca.

Baca juga: Di Balik Pernikahan Pasangan Emas Olimpiade

Sebagai sosok yang juga lantang berbicara mengenai diskriminasi rasialis, produser Daniel agaknya bakal memberi porsi lebih terhadap soal tekanan mental yang dialami Susi dan Alan dalam Susi Susanti: Love All. “Untuk detailnya, belum bisa saya sampaikan. Intinya, film ini biopik Susi Susanti sebagai seorang atlet bulutangkis. Untuk cerita, mereka (Susi dan Alan) menyerahkan semuanya ke kita. Mereka membantu kita banyak hal,” tambah Sim F.

Dalam menggarap film ini, Sim serius melakukan riset, antara lain dengan menemui langsung dua pasutri pemenang Olimpiade Barcelona 1992 itu. Tantangannya adalah soal keotentikan tempat dan lokasi. Proses shooting-nya tak hanya di Jakarta, tapi juga di Tasikmalaya hingga Barcelona.

“Susi dan Alan sangat membantu. Semakin riset, semakin tahu latar belakang kehidupan Susi. Yang tersulit adalah membawa era 1980-1990-an ke dalam film karena banyak lokasi yang sudah berubah, bahkan sudah enggak ada,” tambahnya.

Film yang diprediksi bakal meledak ini diharapkan bisa menginspirasi agar semakin banyak film biopik bertema olahraga. Susi Susanti: Love All sendiri tercatat akan jadi film biopik bertema olahraga kedua setelah 3 Srikandi (2016) yang menggambarkan perjalanan tiga atlet panahan peraih medali pertama (perak) Indonesia di Olimpiade Seoul 1988.

Sayang, kendati proses penggarapan Susi Susanti: Love All sudah selesai Oktober 2018 lalu, masyarakat mesti bersabar karena jadwal tayangnya belum diketahui. “Belum bisa diinfokan. Yang pasti akan ada di bioskop 2019 ini,” kata sang sutradara.

TAG

film susi susanti bulutangkis

ARTIKEL TERKAIT

Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Jenderal Orba Rasa Korea Sisi Lain dan Anomali Alexander Napoleon yang Sarat Dramatisasi Harta Berdarah Indian Osage dalam Killers of the Flower Moon Sebelum Ferry Juara Dunia Bulutangkis Alkisah Bing Slamet Tiga Negara Berbagi Sejarah lewat Dokumenter Kunjungan Nehru