PUTRI Ong Tien nelangsa. Sebagai istri wali Sunan Gunung Jati di Cirebon, dia belum juga beroleh keturunan. Untuk menghibur diri, kala senggang, dia melukis di kain. Corak batik hasil kreasinya kadang diberi warna-warna cemerlang seperti warna keceriaan musim semi di Tiongkok. Banyak dayang meniru motif ciptaan Ong Tien. Kini, kita mengenalnya sebagai motif mega mendung.
Dari batik Cirebon, Pekalongan, hingga Lasem, pengaruh Tionghoa kental sekali dalam menambah kekayaan corak batik Nusantara.
“Pengaruh budaya Tionghoa terhadap batik sangat kuat, terutama untuk batik pesisir, seperti batik Pekalongan atau batik Cirebon. Sebab, memang orang-orang di daerah pesisir yang aktif melakukan kontak dengan masyarakat luar, seperti dengan para pedagang asal negeri Tiongkok. Motif buket bunga pada batik pesisir itu kuat pengaruh Tionghoa,” kata Benny Gratha, asisten kurator Museum Tekstil Jakarta.
Pekalongan atau dulu disebut Bandar Guminsang terkenal dengan batik encim. Tata warna dan motif khas Tionghoa terlihat pada ragam hias buketan (gambar bunga) dengan tata warna porselin Cina, kemudian motif burung hong, hingga cerita Sam Pek Eng Tay.
Salah satu pengusaha Tionghoa terkemuka di Pekalongan adalah Oey Soe Tjoen. Mulai merintis sejak 1927 di wilayah Kedungwuni, perusahaan batik “Art” miliknya mampu bersaing dengan pengusaha batik keturunan Eropa macam Van Zuylen. Penggarapan tanahan, latar belakang dari desain utama, menjadi cirinya.
Lasem, dikenal juga sebagai le Petit Chinois atau Cina Kecil, memiliki sejarah panjang tentang batik. Serat Badra Santi karya Mpu Santi Badra pada 1479 M, menyebut Na Li Ni, istri nahkoda dari Campa (kawasan Indo Cina) bernama Bi Nang Un, memberikan sentuhan Tionghoa dalam seni batik Lasem. Terlihat dari motif naga, burung merak, kilin (kuda-naga yang bertanduk dalam mitologi Cina), ayam, kupu-kupu, ikan emas, bunga Peony, dan bunga krisan. Motif dari Tionghoa tersebut berpadu-padan dengan motif geometris ala Jawa yang diwakili motif parang, kawung, pamor udan liris. Warna batik Lasem cukup beragam, seperti gelap-merah, biru, coklat muda, hijau, coklat gelap, dan ungu.
Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya, asal-usul teknik batik dan sejarahnya masih gelap. Teknik ini hanya didapati di Jawa namun itu pun pada zaman yang relatif mutakhir. Karenanya, dia berkesimpulan, “sulit bagi kita untuk menerima bahwa teknik merupakan ‘latar budaya’ Nusantara. Sebaliknya, berbagai argumen yang mengesankan adanya pengaruh India, atau Cina, masih sangat lemah.”
Namun, Lombard juga menyebutkan, sejak abad ke-18 para pengrajin Cina berperan dalam produksi batik, khususnya di Cirebon dan Lasem. “… semua Jawa mengenal dengan baik berbagai motif yang diilhami oleh tradisi Cina yang telah mereka sebar luaskan,” tulisnya, menyebut contoh motif naga atau liong, swastika (banji), hingga mega mendung.