Masuk Daftar
My Getplus

Doa Ibu Buat Adam Malik

Dikenal sebagai anak baik dan penurut, sang ibu tidak menyangka Adam Malik bisa berani melawan pemerintah Belanda. Akibat pembangkangannya itu, dia harus masuk penjara.

Oleh: Martin Sitompul | 21 Des 2019
Adam Malik.

SEBELUM jadi tokoh pemuda Menteng 31, Adam Malik pernah terciduk aparat pemerintah kolonial Belanda. Kala itu, Adam Malik masih remaja tanggung. Usianya belum genap 17 tahun ketika berpidato dalam rapat umum di Sipirok. Dia didakwa melanggar peraturan kolonial “Vergader Verbod” yang dikeluarkan 1 Agustus 1933. Peraturan tersebut mengatur soal perkumpulan atau mufakat yang bertendensi menentang pemerintah.  

Berita penangkapan Adam Malik tersiar sampai ke Pematang Siantar, kampung halamannya di Sumatra Timur. Sang bunda, Siti Salamah Abdul Malik br. Lubis ketar-ketir dan cemas. Siti takut anaknya mendapat celaka dalam penjara.

“Ya Tuhan berilah anakku kekuatan, dan jangan biarkan dia dipukuli,” demikian Siti Salamah mendoakan Adam Malik seperti terkisah dalam majalah Info, 31 Juli 1978.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sang Orator Keluar dari Penjara

Doa Siti Salamah terkabul. Adam Malik terluput dari aniaya yang sering dialami narapidana. Tapi dengan pakaian bergaris-garis hitam tebal yang merupakan seragam penghuni jeruji besi, Adam Malik dipekerjakan di luar penjara. Adam Malik terkena hukuman sosial. Dia harus menyapu di tengah Pasar Sidempuan sehingga dilihat banyak orang.   

Siti Salamah tiada menyangka anaknya bakal melakoni jalan hidup di panggung pergerakan nasional. Sedari kecil, Adam Malik dikenal sebagai anak baik yang tidak banyak tingkah. Menurutnya, Adam Malik semasa kecil tidak lasak, nakal, atau bandel.

Padahal, Adam Malik lahir dari keluarga berada. Ayahnya, Abdul Malik Batubara seorang saudagar kaya, pedagang tajir di Pematang Siantar. Dalam memoarnya Mengabdi Republik Jilid 1: Adam dari Andalas, Adam Malik mengaku dirinya terlecut menentang Belanda setelah menyaksikan penderitaan kuli-kuli kontrak yang ada di perkebunan Sumatra Timur.

Baca juga: Yang Terbuai di Perkebunan Deli

Ketika musim gajian tiba, Adam kerap menemai ayahnya berdagang barang kebutuhan di pasar malam, dekat komplek perkebunan. Lambat laun Adam menyadari kenyataan yang terjadi.  Para kuli didatangkan dari Jawa dan Tionghoa dengan bermacam iming-iming. Sesampainya di perkebunan, tenaga kuli diperas habis-habisan oleh tuan kebun Belanda. Mereka dibiarkan hidup tidak layak dan diatur untuk tinggal selama mungkin di perkebunan.  

Namun soal makan, Adam Malik cukup royal. Dia doyan menyantap yang enak-enak sesuai seleranya. Kari kambing, ikan jurung, minyak samin, nasi briyani, adalah makanan kegemaran Adam Malik. Tapi makannya tidak pernah bisa banyak. Siti Salamah menuturkan, kalau yang terhidang di meja makan tidak disukainya, Adam mengambil kecap dan gula untuk dibubuhi sebagai lauk nasi.   

“Kalau bicara memang bijak Si Adam ini sejak kecil,” kata Siti Salamah dikutip Info. “Apalagi kalau lewat kereta api, girang sekali dia.”

Setelah bebas dari penjara Padang Sidempuan, Adam Malik merantau ke Batavia pada 1934. Bersama anak-anak muda nasionalis lain seperti Sukarni, Wikana, Pandu Kartawiguna, dan Asmara Hadi, Adam Malik aktif dalam kelompok pemuda Menteng 31. Selain itu, Adam yang juga merintis kariernya sebagai jurnalis itu turut membidani lahirnya kantor berita Antara.

Baca juga: Wartawan Historia Raih Penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sebagai tokoh penting pemuda muda angkatan 45, Adam Malik melenggang masuk pemerintahan. Di masa Presiden Sukarno, Adam Malik ditugaskan sebagai Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet dan kemudian menjadi menteri luar negeri. Menjelang berakhirnya era kepemimpinan Sukarno, bererdar pula desas-desus Adam Malik direkrut sebagai agen CIA. Adam Malik menggapai puncak kiprahnya di masa Orde Baru sebagai wakil presiden periode 1978—1983.

TAG

adam malik

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Kriminalitas Kecil-kecilan Sekitar Serangan Umum 1 Maret Dokter Soetomo Dokter Gadungan Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Umar Jatuh Cinta di Zaman PDRI Panglima Alex Kawilarang dan Letnan Songong