Masuk Daftar
My Getplus

Bung Hatta dan Koperasi

Baginya, koperasi adalah jawaban untuk menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat yang tidak stabil dan mengutamakan semangat kekeluargaan.

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 17 Jul 2020
Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta (nationaalarchief.nl)

Tahun 1896, di Purwokerto, R. Aria Wiria Atmadja mendirikan Hulp en Spaar Bank. Tujuannya adalah untuk membantu pegawai bumiputra dalam mengurus hal-hal yang terkait soal birokrasi di pemerintahan kolonial. Badan non-pemerintah ini merupakan cikal bakal terbentuknya koperasi di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, koperasi mulai dikenal luas sebagai lembaga kredit atau produksi yang mendukung usaha rakyat.

Permulaan abad ke-20, koperasi mulai banyak bermunculan. Tokoh-tokoh pergerakan, bersama organisasinya seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan PNI; ikut mendirikan koperasi sebagai bentuk penentangan terhadap penjajahan ekonomi. Salah satu tokoh yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan koperasi di Indonesia, hingga dijuluki Bapak Koperasi Indonesia, adalah Mohammad Hatta.

Dasar Membangun Koperasi

Lily Gamar Sutantio, dalam buku Mengenang Sjahrir: Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan karya Rosihan Anwar, menjadi saksi keberhasilan Bung Hatta menghidupkan koperasi di Banda Neira selama masa pengasingannya pada 1930-an. Menurut putra asli Banda yang pernah dididik langsung Bung Hatta itu, ada dua orang lagi yang ikut membantu Bung Hatta membangun koperasi di Banda, yakni Sutan Sjahrir dan Iwa Kusuma Sumantri.

Advertising
Advertising

Mulanya mereka menggagas sebuah organisasi sosial dan pendidikan yang bergerak di bidang olahraga, peminjaman buku, dan koperasi. Dinamakan Perkumpulan Banda Muda (Perbamoe), ketiganya menjadi donatur tetap. Bung Hatta dipercaya mengurus bidang koperasi Perbamoe. Dari sinilah dia mencontohkan model urundaya masyarakat untuk kesejahteraan bersama.

“Kita akan memonopoli semua hasil bumi yang turun dari perahu kemudian didistribusikan pada masyarakat setempat,” kata Bung Hatta.

Bung Hatta dan Pebamoe memiliki cara tersendiri dalam menarik minat masyarakat Banda terhadap koperasi. Bila ada perahu datang, muatannya diambil langsung oleh koperasi Perbamoe untuk dijual kembali ke penduduk. Dengan memotong rentetan jalur distribusi ini, harga asli barang tidak akan berbeda jauh dengan harga jualnya.

Baca juga: Koperasi Penyelamat Ekonomi Rakyat

Alhasil, penduduk bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah, petani maupun nelayan tidak merugi, dan koperasi tetap memperoleh keuntungan yang cukup untuk kas perkumpulan. Dari kas itulah Perbamoe mendapat modal untuk menyewa rumah lengkap dengan perabotannya untuk sekretariat. Kas itu pula yang digunakan Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Mr. Iwa untuk membangun perpustakaan yang koleksi bacaannya bisa dinikmati oleh semua orang.

“Koperasi merupakan bentuk usaha yang berdasarkan atas azas kekeluargaan, karena koperasi yang menyatakan kerjasama antara para anggotanya sebagai suatu keluarga dan menimbulkan tanggung jawab bersama sehingga pada koperasi tidak ada majikan dan tidak ada buruh,” kata Bung Hatta seperti dikutip Y. Harsoyo, dkk dalam Ideologi Koperasi: Mentap Masa Depan.

Bung Hatta sendiri mempelajari ilmu koperasi di Skandinavia. Saat sedang menempuh pendidikan di sekolah ekonomi di Rotterdam, Belanda, pada 1925 dia mengunjungi Denmark, Swedia untuk belajar tentang koperasi. Menurutnya, koperasi cocok diterapkan di negara-negara yang sedang merintis perekonomian rakyat.

Pasca-kemerdekaan, Indonesia berusaha membangkitkan perekonomiannya yang nyaris nol. Pemerintahan Sukarno-Hatta menjadikan koperasi salah satu andalan. Menurut Patta Rapanna dalam Menembus Badai Ekonomi, koperasi jadi usaha bersama untuk memperbaiki taraf hidup layak masyarakat setelah terlepas dari belenggu penjajahan. Lewat jawatan koperasi, Kementerian Kemakmuran mendistribusikan keperluan sehari-hari dengan harga terjangkau.

Bung Hatta melalui pidatonya juga terus menggalakkan pentingnya koperasi untuk membangun perekonomian rakyat yang baik. Keseriusan pemerintah Indonesia terhadap keberadaan koperasi pun terbukti dari terselenggaranya Kongres Koperasi Pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 1947. Berdasar kongres tersebut, tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Kritik Bung Hatta

Kala menjalankan koperasi ini, Bung Hatta masih sering mendapati ada saja pihak yang keliru dalam memakai prinsip-prinsip koperasi yang benar. Dia pun beberapa kali mengeluarkan kritik di surat kabar, seperti tahun 1933 di dalam Daulat Ra’jat. Bung Hatta mencoba menegakkan kaidah koperasi yang baik agar tercipta sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan.

Bung Hatta merasa masih banyak koperasi yang hanya mengejar keuntungan semata. Misal menaikkan harga barang seenaknya, atau melakukan intimidasi terhadap masyarakat yang tidak membeli di koperasi dengan menyebutnya “tidak setia kawan”. Padahal menurutnya tujuan koperasi bukan itu. Sebagaimana prinsipnya, koperasi harus bersifat sukarela.

“Koperasi menyusun tenaga yang lemah yang tersebar itu menjadi suatu organisasi yang kuat. Kekuatan koperasi terletak pada persekutuannya yang berdasarkan tolong-menolong serta tanggung jawab bersama. Bukan mengadakan permusuhan keluar yang menjadi sifat yang utama, melainkan memperkuat solidaritet ke dalam, mendidik orang insyaf akan harga dirinya serta menanam rasa percaya pada diri sendiri,” kata Bung Hatta dalam Zulfikri Sulaeman, Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta.

Baca juga: Dua Abad Ekonomi Indonesia

Tidak hanya itu, Bung Hatta juga menemukan ada koperasi yang melakukan persekutuan tidak adil, dengan hanya menjual barang koperasi kepada anggotanya saja. Menurutnya, bentuk koperasi demikian tidak menunjukkan persekutuan ekonomi dan sosial yang bijak bagi seluruh masyarakat. Juga tidak mendidik perasaan sosial.

Persaingan antar koperasi juga masih sering terjadi. Sesuai dengan fungsi sosial koperasi, seharusnya antar koperasi saling membantu untuk menumbuhkan perekonomian di tengah masyarakat, bukan memperlihatkan persaingan yang berujung pada kesengsaraan rakyat. Cita-cita membangun ekonomi rakyat harus menjadi yang utama bagi koperasi.

“Tujuan utama koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya. Keuntungan memang diperlukan untuk perkembangan koperasi lebih lanjut, namun untuk mencapai keuntungan tidak perlu mengorbankan tujuan yang utama,” terang Bung Hatta.

TAG

mohammad hatta bung hatta

ARTIKEL TERKAIT

Peran Radius Prawiro dalam Lobi-lobi Internasional Radius Prawiro Hapuskan SIAP yang Menghambat Pembangunan Jejak Radius Prawiro dalam Reformasi Pajak Radius Prawiro Mengampu Ekonomi Masyarakat Desa Jurus Devaluasi dan Deregulasi Radius Prawiro Jusuf Muda Dalam Terpuruk di Ujung Orde Radius Prawiro Arsitek Ekonomi Orde Baru Jalan Radius Prawiro Menjadi Ekonom Orde Baru Tuan Tanah Cakung Indo-Priangan Kiprah Radius Prawiro di Masa Perang