Dibentuknya Heeren Zeventien atau 17 Tuan sebagai dewan tertinggi perdagangan di Belanda terbukti berhasil membawa kejayaan bagi negeri di barat benua Eropa tersebut. Melalui Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), Belanda mampu menguasai perdagangan di Benua Biru pada abad ke-17. Mereka menjadi kongsi dagang terbesar yang menjajakan rempah-rempah dari timur, terutama wilayah Hindia Timur (sekarang Indonesia) dan sebagian Asia.
Selama lebih dari setengah abad, sejak berdirinya Heeren Zeventien pada 1602, VOC mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Dewan yang berisi wakil-wakil dari enam kamar dagang –Amsterdam, Zeeland, Delft, Rotterdam, Hoorn, dan Enkhuizen– ini mengatur manajemen di tubuh VOC dengan sangat baik. Perputaran ekonomi di Belanda juga berjalan lancar, hanya terjadi masalah-masalah kecil yang dengan cepat diatasi.
Namun seiring berjalannya waktu, prilaku para pejabat VOC di negeri jajahan semakin tidak terkendali. Dalam Jan Kompeni: Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602-1799, CR Boxer menyebut jika sejak pertengahan abad ke-17, Heeren Zeventien kesulitan mengatur anak buahnya. Banyak pelanggaran yang akhirnya membuat 17 Tuan ini menaruh curiga terhadap orang-orang di tanah jajahan.
Baca juga: Riwayat di Balik Berdirinya Kompeni Dagang VOC
“Mengenai mutu para abdi VOC, entah ini pedagang, pendeta, pelaut atau serdadu, kebanyakan pendapat masa itu mengenai mereka sangat kritis, Heeren XVII sejak mulanya menaruh kecurigaan terhadap bawahan mereka di Timur, terus-menerus. Para pengurus cenderung meragukan kejujuran mereka dan efisiensi mereka,” tulis Boxer.
Musabab Kehancuran
Kehancuran VOC pada abad ke-18 memang memberi pukulan berat bagi ekonomi Belanda. Mereka kehilangan banyak sekali pemasukan demi keperluan penjajahan di wilayah koloninya. Bahkan kedudukan sebagai pemilik ekonomi terbesar di Eropa pun harus rela mereka lepaskan. Namun runtuhnya kongsi dagang utama milik Belanda ini adalah ulah mereka sendiri. Banyak faktor di baliknya.
Dalam hal ini, Heeren Zeventien juga ikut bertanggaung jawab karena membuat keputusan yang keliru. Mereka membiarkan para pejabat VOC menjalankan bisnis pribadi di wilayah koloni. Pada awalnya mereka melarang segala bentuk kegiatan di luar kepentingan negeri Belanda. Tetapi dengan pertimbangan rendahnya gaji para pegawai, larangan-larangan itu akhirnya terabaikan. Akhirnya banyak praktek berjalan tanpa sepengatuan Heeren Zeventien.
“Tidak dapat disangkal bahwa banyak mereka yang tidak baik wataknya bekerja pada VOC dengan tujuan memperkaya diri, secepat mungkin, dengan daya apa saja,” ucap Boxer.
Sebenarnya kejahatan-kejahatan di tubuh VOC dapat dihindari manakala para pejabatnya membuat pernyataan yang jujur dalam setiap laporannya. Sejarawan Universitas Leiden FS Gaastra dalam De Geschiedenis van de VOC, mengatakan jika surat-menyurat antara Dewan Hindia di Batavia dan Heeren Zeventien di Amsterdam berjalan lancar. Namun mengenai kebenaran isi laporannya itu menjadi soal lain. Saling kirim laporan ini sering dilakukan dengan nada sengit karena baik Heeren Zeventien maupun dewan di negeri jajahan memiliki ego yang sama-sama tinggi.
Baca juga: Dokumen Saham Tertua VOC Ditemukan
Runtuhnya pondasi VOC juga terjadi akibat Heeren Zeventien dianggap tidak sigap dalam merespon keluhan para pegawainya. Seperti terlihat saat mereka enggan menyediakan serdadu dan kelasi kapal yang baik mutunya. Pada 1630 para pejabat di Batavia mengirimi Heeren Zeventien surat agar bisa diberi serdadu yang baik kualitasnya. Namun dewan pusat malah memberi mereka serdadu dengan pengalaman serta watak yang buruk.
“Lagi-lagi begitu banyak orang yang bejat dan tidak berpengalaman di antara mereka yang baru saja tiba di sini (Batavia) hingga beberapa orang nakhoda dan perwira menyatakan keheranannya bahwa kapal-kapal sempat juga bisa selamat sampai ke mari,” ujar Gubernur Jenderal Carel Reyniersz dalam salah satu suratnya.
Ketegangan antara Heeren Zeventien dengan para pejabat di Dewan Hindia juga diyakini sebagai sebab keruntuhan VOC. Dalam kurun masa 1700-an, para pejabat di Batavia telah sering dicap lalai bertugas oleh dewan pusat. Puncaknya, jalur perdagangan dari Batavia ke negeri Belanda ditutup. Bahkan kapal-kapal dari wilayah Asia yang semula singgah di Batavia membuat jalur baru agar dapat langsung menuju Belanda. Seperti jalur dari India dan China.
Namun keputusan Heeren Zeventien itu memberikan kerugian yang amat besar bagi VOC. Dari setiap keberangkatan, hanya sebagian kecil kapal yang berhasil tiba di Belanda ataupun sebaliknya. Perjalanan panjang tanpa istirahat, serta kondisi cuaca dan kapal menjadi alasan kapal-kapal itu tidak bisa kembali.
Menuju Kematian
Memasuki abad ke-18, dewan pusat di Amsterdam mendesak para pejabat di negeri-negeri jajahannya untuk segera menambah pemasukannya. Di Hindia, VOC akhirnya mencari jalan pintas, yakni dengan cara ikut campur dalam urusan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara. Hal itu dilakukan agar mereka segera menarik simpati para penguasa daerah sebagai pemilik sumber daya alam. Mereka mulai terlibat dalam urusan pelik di negeri jajahan.
Baca juga: Tan Malaka dan Delapan Tokoh Indonesia Jadi Nama Jalan di Amsterdam
Menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada Sri Margana, VOC terlibat dalam berbagai peperangan di Jawa, Sulawesi, dan Maluku, yang memakan kas perusahaan dalam nominal yang tidak sedikit. Senada dengan Margana, Gaastra juga menyebut jika perang dengan Inggris paling menguras keuangan VOC. Keadaan tersebut memaksa Heeren Zeventien melakukan peminjaman modal ke berbagai kamar dagang di Belanda. Hutang di tubuh VOC pun semakin membengkak. Dewan menanggung malu dan kepercayaan terhadap penanaman modal di kamar dagang pusat itu perlahan mulai hilang.
Reinout VOS dalam Gentle Janus, Merchant Prince: The VOC and The Tightrope of Diplomacy in The Malay World 1740-1800 menyebut jika perang dengan Inggris pada 1780 telah menguras 70% dari seluruh aset VOC. Hal itu telah benar-benar membuat VOC kehilangan kekuataan untuk menjalankan perusahaannya.
“Beberapa tahun terakhir (VOC) diliput berbagai pertentangan. Dua faktor utama yang menyebabkan kemerosotan: kehilangan laba dan akumulasi utang,” tulis Reinout.
Pada 31 Desember 1799, VOC resmi dinyatakan bangkrut. Ketidakmampuan mempertahankan kondisi keuangan perusahaan memaksa pemerintah Belanda akhirnya mengambil tindakan pembubaran kongsi dagang yang telah berjasa hampir 2 abad tersebut. Heeren Zeventien juga ikut dihilangkan, meski sejumlah kongsi dagang yang ada di bawahnya masih tetap berjalan. Seluruh utang dan aset-asetnya diambil alih oleh Kerajaan Belanda, termasuk bekas wilayah koloninya di Hindia. Sejak 1800, didirikanlah pemerintahan kolonial baru bernama Hindia Belanda.
Baca juga: Sepuluh Fakta Tentang VOC yang Belum Banyak Diketahui Orang