Masuk Daftar
My Getplus

Mengenal Lebih Dekat Patrick Kluivert

Pilar penting generasi emas Ajax Amsterdam. Bomber ganas yang malang melintang di panggung sepakbola Eropa bersama AC Milan dan Barcelona. 

Oleh: Randy Wirayudha | 10 Jan 2025
Patrick Stephane Kluivert yang jadi pelatih asal Belanda keenam yang menukangi Timnas Indonesia (X @PatrickKluivert)

TERJAWAB sudah siapa yang akan jadi suksesor Shin Tae-yong (STY) untuk menukangi timnas Indonesia. Adalah Patrick Kluivert yang tercatat akan jadi pawang “Tim Garuda” keenam asal Belanda setelah Wiel Coerver, Henk Wullems, Frans van Balkom, Wim Rijsberger, dan Pieter Huistra. 

PSSI memutus kontrak STY pada Senin (6/1/2025) sekaligus mengindikasikan penggantinya adalah pelatih dari Belanda. Kluivert masuk jadi salah satu kandidatnya, terlepas beredarnya gosip dugaan Kluivert berutang judi Rp16 miliar pada sebuah geng kriminal dan memantik keresahan sebagian publik sepakbola tanah air. 

Pada Selasa (7/1/2025), jurnalis sepakbola kondang Fabrizio Romano lewat akun Instagram-nya “mendahului” PSSI dengan mengungkapkan telah terjadi kesepakatan bahwa Kluivert yang akan menukangi Tim Garuda. PSSI saat itu belum membocorkan kepastiannya dan hanya menyingung Kluivert adalah satu dari tiga calon semata. 

Advertising
Advertising

Baca juga: Lima Pawang Tim Garuda dari Belanda

Sebelumnya, Ketum PSSI Erick Thohir menyatakan akan memberi kepastian dan mengenalkan pengganti STY pekan depan. Namun, akhirnya pada Rabu (8/1/2025) PSSI memberi pernyataan resmi di laman resmi maupun akun resmi X-nya, @PSSI, bahwa PSSI menetapkan secara resmi Kluivert jadi pelatih timnas yang akan dikontrak dua tahun (2025-2027). 

“Saat melatih Skuad Garuda, Kluivert akan dibantu asisten pelatih dari Belanda seperti Alex Pastoor dan Denny Landzaat. Selain itu akan ada dua pelatih lokal Indonesia yang menjadi asisten pelatih,” tulis PSSI di laman resminya

Terlepas dari isu miring yang kemudian dibantah PSSI, Kluivert bukanlah nama yang asing bagi pecandu sepakbola. Sebelum jadi pelatih sejak 2008, sosok berjuluk “Pantera Negra” itu sepanjang kariernya sebagai pemain adalah salah satu punggawa generasi emas Ajax Amsterdam pada 1990-an dan pilar timnas Belanda dengan 79 caps dan 40 gol kurun 1994-2004. 

 

Kiprah Kluivert Kala Merumput 

Darah sepakbola sudah begitu kental di dalam diri Patrick Stephan Kluivert yang berdarah Suriname-Curaçao. Ia merupakan anak ketiga tapi jadi putra pertama pasangan Lidwina dan Kenneth Ramon “Bossa” Kluivert yang lahir di perantauan, tepatnya di Amsterdam pada 1 Juli 1976. 

Sang ayah Kenneth juga pesepakbola profesional. Ia anggota timnas Suriname 1964-1965. Bakatnya juga menurun dari ayahnya alias kakek dari Patrick. 

“Ayah saya operator alat derek tapi dia juga menyambi sebagai pesepakbola. Jadi (sepakbola) sudah ada dalam DNA saya. Para saudara saya juga bisa bermain sepakbola walau tidak menseriusinya seperti saya,” ungkap Kenneth Kluivert dikutip laman resmi SVB, federasi sepakbola Suriname, 28 Februari 2021. 

Baca juga: Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana

 

Seperti halnya Kenneth, Kluivert kecil juga mengenal sepakbola di jalanan. Bakatnya kemudian diarahkan ke tim yunior ASC De Dijk hingga ia mampu menembus tim Ajax Jeugdopleiding (Akademi Muda Ajax) di usia 7 tahun. 

“Keadaannya sama seperti di La Masia (akademi FC Barcelona), saya berlatih di beberapa posisi berbeda di Amsterdam, terutama bek sentral. Hanya untuk edukasi saja karena sebagai penyerang Anda akan berhadapan dengan lini belakang demi mencapai gawang lawan,” kenang Kluivert dikutip Simon Kuper dalam The Barcelona Complex: Lionel Messi and the Making – and Unmaking – of the World’s Greatest Soccer Club. 

Momen Clarence Clyde Seedorf, Patrick Kluivert & Edgar Steven Davids meraih trofi Liga Champions 1995 (UEFA)

Kluivert menimba ilmu di akademi itu seangkatan dengan sejumlah talenta muda yang kelak jadi bintang Belanda pula, di antaranya Clarence Seedorf dan Edgar Davids. Mereka mengasah skill di bawah bimbingan sejumlah pesepakbola legendaris Belanda macam Johan Cruyff hingga Jan Wouters. Kluivert kemudian diberikan kesempatan koets Louis van Gaal  “promosi” ke tim senior Ajax di usia 18 tahun. Debut profesionalnya dia jalani pada 21 Agustus 1994 di laga Piala Super Belanda kontra Feyenoord Rotterdam. 

“Memang tidak mudah menembus tim utama. Tentu saja juga bergantung apakah orang-orang mempercayai Anda. Ajax adalah klub yang memberikan kesempatan pada pemain lebih cepat,” lanjutnya. 

Di tahun yang sama, tepatnya pada 16 November 1994, Kluivert juga melakoni debut internasionalnya bersama timnas senior Belanda di kualifikasi Piala Eropa kontra Rep. Ceko (kini Czechia). Masa keemasannya di timnas terjadi di Piala Eropa 2000, di mana Belanda dan Belgia jadi tuan rumah bersamanya. Kendati “Tim Oranye” akhirnya kandas di semifinal usai ditaklukkan Italia 1-3 lewat adu penalti, Kluivert bisa berbangga sebagai pencetak gol terbanyak (5 gol) di turnamen itu dan menerima trofi Golden Boot. 

Baca juga: Ronald Koeman Pahlawan Katalan dari Zaandam

Di klub, kepercayaan Van Gaal mempromosikan Kluivert tak keliru. Kluivert yang jadi pilar generasi emas Ajax bersama Seedorf, Davids, dan kiper Edwin van der Sar turut mempersembahkan trofi Champions League musim 1994-1995 usai mengalahkan AC Milan di final yang dihelat di Ernst-Happel-Stadion, Wina, Austria, 24 Mei 1995. Bahkan, Kluivert yang berangkat dari bench justru jadi penentu kemenangan lewat gol tunggalnya. Capaian itu juga mengukir nama Kluivert sebagai pencetak gol termuda di final Champions League, yakni 18 tahun, 10 bulan, dan 23 hari. 

Bersama Ajax, Kluivert ikut mempersembahkan masing-masing dua titel Eredivisie (1994-1995 dan 1995-1996), Piala Super Belanda (1994, 1995), serta masing-masing satu gelar Champions League (1994-1995), Piala Super Eropa (1995), dan Piala Interkontinental (1995). Kesuksesanya bersama Ajax membuat AC Milan kepincut hingga membajaknya dari Ajax dengan harapan bisa jadi penerus Trio Belanda Frank Rijkaard-Marco van Basten-Ruud Gullit di era 1980-an. 

Kluivert jadi topskorer saat Piala Eropa 2000 (UEFA)

Kebetulan saat itu “Aturan Transfer Bosman” sudah berlaku, di mana pemain yang berstatus bebas transfer bisa bebas memilih klub. Jika Seedorf memilih hengkang ke Sampdoria, Kluivert turut rombongan Michael Reizinger dan Edgar Davids ke AC Milan pada 1997.

“Christophe Dugarry, Patrick Kluivert, dan Michael Reizinger datang dengan status bintang tapi pada akhirnya gagal beradaptasi dengan sepakbola Italia hingga akhirnya tak mampu mencapai ekspektasi. Di saat yang sama tim (Milan) juga mengalami kegagalan dalam mereformasi tim dan ketidakseimbangan perpaduan (pemain tua-muda) membuat Milan begitu rapuh di Serie A dan kompetisi Eropa,” ungkap Derrick Mondale dalam AC Milan (1899-2024): 125 Years of a Rossoneri Heart. 

Baca juga: Lima Pelatih Barcelona dari Belanda

Kluivert akhirnya memutuskan angkat kaki lebih awal dan memilih bereuni dengan Van Gaal di Barcelona pada Agustus 1998. Bersama raksasa Katalan itulah talenta Kluivert sebagai bomber ganas dan haus gol timbul lagi. 

 

Selain turut mempertahankan titel La Liga 1998-1999, tiga kali pula ia jadi penyerang tersubur El Barça. Hingga ketika Kluivert hengkang lagi ke Liga Inggris, tercatat 90 gol sudah ia cetak dalam 182 penampilan bersama Barca. 

Montase Kluivert berseragam Milan, Barca & Newcastle (acmilan.com/fcbarcelona.com/newcastleunited.com)

Pada 2004, Kluivert menjajal sepakbola Inggris bersama Newcastle United. Walau ia merasa terhormat bertandem dengan bomber kondang Alan Shearer, pada akhirnya ada hal non-teknis yang membuatnya tak kerasan dan memilih angkat koper pada 2005. “Kanker” itu bernama rasisme. Tidak hanya dari fans lawan, teriakan berbau rasisme acapkali juga disuarakan fans Newcastle. 

“Ya, sebagai pemain saya mengalami (rasisme). Jika Anda mengabaikannya mungkin takkan begitu berpengaruh. Di manapun saya bermain, saya mengalaminya karena di belahan dunia manapun pasti ada saja orang yang secara aktif menggaungkan rasisme, termasuk di Inggris,” kenang Kluivert, dikutip Daily Mail, 5 November 2012. 

Setelahnya, Kluivert menghabiskan kariernya di tiga klub berbada: Valencia (2005-2006), PSV Eindhoven (2006-2007), dan LOSC Lille (2007-2008). Ia akhirnya gantung sepatu pada 2008 walau kemudian tetap tak bisa jauh dari sepakbola, yakni dengan memutuskan beralih ke tepi lapangan usai mengikuti kursus kepelatihan yang dihelat KNVB, federasi sepakbola Belanda. 

Baca juga: Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson

 

Kurun 2008-2012, Kluivert meniti kariernya sebagai asisten pelatih di AZ Alkmaar, Brisbane Roar, NEC Nijmegen, hingga Jong Twente. Ia juga mendapat kesempatan besar belajar dari mentor lamanya, Van Gaal, dengan jadi asisten sang mentor yang menukangi Timnas Belanda (2012-2014). 

“Saya mengenal Patrick dengan baik sejak debutnya di Ajax pada 1994 bersama saya; ia juga bermain untuk saya di Barcelona dan juga timnas Belanda. Saya masih sangat senang dengan kiprah Patrick. Generasi kekinian meneladaninya dan dia mampu bicara dengan bahasa mereka. Patrick dibutuhkan dalam hal mengkomunikasikan visi kami,” ujar Van Gaal, dikutip Maarten Meijer dalam Louis Van Gaal: The Biography. 

Semua ilmu dari Van Gaal ia modifikasi dan praktikkan dengan cara sendiri ketika mendapat kepercayaan membesut Timnas Curaçao, negeri asal ibunya, kurun 2017-2019. Bersama Remko Bicentini sebagai asistennya, Kluivert mengantarkan Curaçao pertamakalinya lolos ke Caribbean Cup 2017 dan CONCACAF Gold Cup 2017 dalam empat dekade terakhir. 

Kluivert akhirnya ditunjuk jadi pengganti STY untuk mengasuh Rizky Ridho dkk. Kluivert sempat menemani Seedorf jadi asisten pelatih Timnas Kamerun pada 2018, menjabat direktur akademi La Masia pada 2019 dan menukangi klub Türkiye, Adana Demirspor hingga 2023. 

Tiga klub terakhir Kluivert: Valenica CF, PSV Eindhoven & LOSC Lille (losc.fr/knack.be/EFE)

TAG

sepakbola pelatih belanda timnas indonesia timnas-indonesia legenda

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Diponegoro (Bagian I) Lima Pawang Tim Garuda dari Belanda Serba Pertama dari Goodison Park Gemuruh Sejarah Panser Biru Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik Operasi Pelikaan Ditolak, Gagak Bertindak di Ibukota Republik Menjelang Blitzkrieg di Ibukota Republik Arsip Merekam Anak Yatim Zaman Kolonial Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I)