Kopral Katuuk dan Perburuan Kakadoepa di Flores

Dalam pemburuan dan pengepungan persembunyian Kakadoepa, Kopral Katuuk berjasa besar. Dapat bintang ksatria.

Oleh: Petrik Matanasi | 21 Feb 2025
Kopral Katuuk dan Perburuan Kakadoepa di Flores
Sebelum Bung Karno dibuang ke Ende, di wilayah itu pernah terjadi perang rakyat melawan kolonial. (kemenparekraf.go.id)

KONDISI Nangapanda di Ende, Flores panas pada 1907. Ketegangan antara pemerintah Hindia Belanda dengan rakyat setempat memuncak. Ketegangan itu dipicu upaya pasifikasi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda.

“Setelah pemerintahan kolonial yang efektif didirikan di Flores Timur dengan lengsernya Don Lorenzo II pada Juli 1904, perhatian diberikan kepada Flores Tengah dan Barat, yang berpuncak pada perang pasifikasi tahun 1907-8,” tulis Profesor Karel Steenbrink dalam “Dutch Colonial Containment of Islam in Manggarai, West-Flores, in Favour of Cathlocism, 1907-1942”, di Journal of the Humanities and Social Science of Southeast Asia, Vol. 169, 2013.

Rakyat yang marah terhadap kesewenang-wenangan pemerintah kolonial, memilih angkat senjata. Di Nangapanda, perlawanan rakyat dipimpin Kakadoepa, semacam kepala suku atau raja kecil yang menguasai pesisir selatan dan barat Ende. Buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Timur menyebut, dia salah satu raja di Ende Lio. Di Ende Lio terdapat lima kerajaan kecil. Salah satunya Tanarea, di mana Kakadoepa menjadi rajanya.

Advertising
Advertising

Kakadoepa memilih hutan di sekitar sebagai tempat persembunyian sekaligus basis. Dari sana, dia mengirim serangan-serangan yang merepotkan lawan.

 “Ia menyerang pos Ende dalam bulan Juli 1907 dan senantiasa bermusuhan dengan kompeni serta tiada mau membayar denda yang dikenakan kepadanya,” tulis LF van Gent dalam buku Nederland-Manado.

Penyerangan terhadap pos milik pemerintah Hindia Belanda di Ende itu membuat Kakadoepa menjadi buruan tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL).

“Pada malam hari pukul dua, 11 Agustus, berangkatlah dari Ende tiga buah brigade di bawah perintah Letnan de Vries pergi ke akan menyergap Kakadoepa itu,” tulis Gent.

Pasukan de Vries tiba di sekitar persembunyian Kakadoepa pada malam 12 Agustus 1907. Setelah melihat empat rumah tempat Kakadoepa dan kelompoknya bertahan, pasukan KNIL bergerak mengepung pertahanan kelompok Kakadoepa.

Ketika pengepungan sedang berjalan, seorang penjaga rumah Kakadoepa melihat pergerakan pasukan KNIL itu. Dia langsung berupaya menembakkan senjatanya.

“Akan tetapi sekonyong-konyong ia dilompati oleh Katuuk,” catat Gent.

Si penjaga itu dihantam klewang kepalanya hingga tewas seketika. Orang yang menghantamnya, Kopral Jan Katuuk, merupakan serdadu KNIL dengan nomor stamboek 56086.

Tindakan Kopral Katuuk itu membuat orang-orang di dalam tempat persembunyian Kakadoepa tidak tahu sedang dikepung pasukan KNIL di bawah de Vries. Pengepungan pun dilanjutkan hingga posisi Kakadoepa dan pasukannya terkurung sehingga tak bisa lolos lagi.

Orang-orang yang bersembunyi bersama Kakadoepa pun terkejut dan tak bisa melawan lagi ketika hendak keluar. Dari persembunyian itu, kemudian keluar sekitar 50 orang laki-laki, beserta perempuan dan anak-anak.

“Sekalian mereka itu ditangkap dan Kakadoepa dibawa dalam ikatan ke Ende,” tulis Gent.

Petinggi pemerintah Belanda senang dengan penyerbuan yang sukses tersebut. Terlebih tak ada korban dari pihak KNIL. Kopral Katuuk menjadi pahlawan dalam penyerbuan itu.

Beberapa bulan kemudian, di  pergantian tanggal 4 ke tanggal 5 Desember 1907, pasukan KNIL kembali bergerak. Kali ini untuk memeriksa Kampung Ae Petu.

Setelah melintasi jalan sempit di sekitar rawa-rawa, pasukan itu tiba di kampung tersebut. Ternyata kampung tersebut sudah dipasangi barikade bambu berduri untuk menghambat gerak pasukan KNIL.

Orang-orang Flores di sana pun sudah bersiap. Di antaranya ada yang membawa bedil.

Kopral Katuuk yang ikut dalam patroli pasukan KNIL itu lagi-lagi jadi “tameng”. Dia yang pertama maju menembus barikade ke dalam benteng orang-orang Flores itu.

“Seorang daripada yang bersembunyi tadi menembak dia, akan tetapi hanya bedilnya saja yang kena. Katuuk membalas tembakan itu, hingga matilah dua orang musuh. Melihat itu, yang lain pun lari ke dalam rimba,” catat Gent.

Berkat jasanya, Kopral Katuuk yang berusia hampir 30 tahun itu pada 1909 mendapat penghargaan. De Courant tanggal 9 Maret 1909 memberitakan, dirinya dianugerahi bintang Ksatria Militaire Willemsorde 4e Klaase berdasar Koninklijk Besluit (Keputusan Kerajaan) atas aksinya yang menonjol dalam operasi militer di Ende.

TAG

ende ntt bung karno hindia belanda

ARTIKEL TERKAIT

Insiden Perobekan Bendera di Bandung yang Terlupakan Desa Bayu Lebih Seram dari Desa Penari Evolusi Angkatan Perang Indonesia Mengganyang Chauvinis Laki-Laki di Lapangan Tenis Kisah Perwira TNI Sekolah di Luar Negeri Di Balik Lawatan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia (Bagian II) Dicopot dari Panglima ABRI, Jenderal Benny Moerdani Santai Sudirman dan Bola Sehimpun Riwayat Giyugun Pengawal Raja Charles Masuk KNIL