Masuk Daftar
My Getplus

Kemacetan di Batavia Tempo Dulu

Kemeriahan Pasar Gambir menyedot perhatian penduduk Batavia. Menyebabkan kemacetan yang membuat kendaraan tak bergerak selama berjam-jam.

Oleh: Amanda Rachmadita | 25 Jan 2023
Suasana Pasar Gambir di Batavia sekitar tahun 1925. (KITLV).

Bunyi klakson mobil dan motor saling bersahutan saat melintasi ruas-ruas jalan di Jakarta yang padat saat jam pulang kerja. Kemacetan memang bukan hal baru bagi penduduk di Jakarta. Antrean panjang kendaraan kerap terlihat di jam-jam sibuk, seperti pagi hari saat orang-orang menuju kantor atau sekolah, dan sore hari saat mereka kembali ke rumah.

Kondisi lalu lintas di Jakarta yang sempat lengang kala pembatasan aktivitas sebagai imbas penyebaran Covid-19, kini kembali padat. Kemacetan terlihat di sejumlah ruas jalan ibu kota. Berbagai upaya dilakukan guna mengurai kepadatan lalu lintas, mulai dari melakukan integrasi moda transportasi publik, memberlakukan aturan ganjil genap, hingga rencana menerapkan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Pengendara yang melintasi kawasan ERP akan dikenai tarif. Sanksi juga akan diberlakukan bagi pengendara yang melanggar aturan tersebut.

Baca juga: Mula Istilah Kuda Gigit Besi

Advertising
Advertising

Kebijakan ERP akan diberlakukan di 25 ruas jalan di Jakarta. Di antaranya Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Gatot Subroto, Jalan M.T. Haryono, Jalan H.R. Rasuna Said, hingga Jalan Panglima Polim. Kebijakan ini akan diberlakukan setiap hari dari jam 5 pagi hingga 10 malam.

Kemacetan ternyata telah dirasakan oleh penduduk Batavia pada zaman kolonial Belanda, terutama saat ada acara perayaan. Hal itu dikisahkan oleh Tio Tek Hong, pengusaha ternama kelahiran Pasar Baru, dalam Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 18821959.

Kemeriahan penyelenggaraan Pasar Gambir menarik minat penduduk Batavia. Mereka berdatangan ke Lapangan Medan Merdeka Utara (belakangan di Medan Merdeka Selatan) untuk menyaksikan beragam pertunjukan dan mencicipi beragam kuliner yang dijajakan di Pasar Gambir.

Sebelum Pasar Gambir diselenggarakan, menurut Threes Susilastuti, dkk. dalam Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe terbitan majalah Intisari, di Batavia lebih dahulu digelar sebuah acara untuk merayakan penobatan Ratu Wilhelmina pada 1898. Perayaan yang dihelat di kawasan Tanjung Priok itu digelar secara besar-besaran. Pelabuhan dan kapal-kapal diterangi lampu-lampu yang menarik perhatian penduduk. Perayaan tersebut dimeriahkan dengan pesta kembang api.

Baca juga: Tudingan Kotor Kepada Aturan Menyalakan Lampu Motor

Seiring berjalannya waktu, perayaan seperti itu marak digelar di Batavia. Bahkan, menurut Abdul Hakim dalam Jakarta Tempo Doeloe, sejak tahun 1921 di Lapangan Gambir setiap tahunnya diadakan semacam pasar malam yang kemudian dikenal dengan nama Pasar Gambir.

“Mula-mula Pasar Gambir diadakan pada tahun 1906. Pengelolanya adalah pihak Kotapraja,” kata Abdul Hakim. Tak disangka, sambutan penduduk Batavia terhadap Pasar Gambir sangat besar. Tercatat 75 ribu pengunjung pada tahun itu. Tak heran, Pasar Gambir yang diselenggarakan setiap menjelang tanggal 31 Agustus (hari ulang tahun Ratu Wilhelmina), jadi agenda tahunan yang dinanti penduduk Batavia.

Perayaan yang digelar selama seminggu itu semakin lama semakin ramai dan luas. Penduduk ramai-ramai berdatangan untuk menikmati beragam hiburan seperti pertunjukan sulap, komidi bangsawan, komidi putar atau carrousel, American Carnaval Show hingga beragam kuliner yang menarik untuk dicicipi. Saking ramainya jalan di sekitar Pasar Gambir menjadi tersendat karena penuh dengan kendaraan.

“Pergi menonton Pasar Gambir dengan kendaraan (kereta sado atau delman) senang juga, akan tetapi dalam perjalanan pulang, lalu lintas (belum ada polisi istimewa untuk lalu lintas) menjadi macet, karena tidak ada yang atur,” kata Tio Tek Hong.

Baca juga: Menebeng di Ibukota

Threes Susilastuti, dkk. menyebut kemacetan yang terjadi di area sekitar Pasar Gambir membuat sejumlah penduduk memilih pulang berjalan kaki daripada terjebak kemacetan selama berjam-jam. Berbeda dengan masa kini, di mana kepadatan lalu lintas dipenuhi oleh mobil dan motor, di masa lalu kemacetan membuat sado atau delman kesulitan untuk melintas.

Di masa itu, kata Tio Tek Hong, belum banyak penduduk yang memiliki mobil. Mobil mulai hadir di Batavia pada awal abad ke-20, kira-kira dalam tahun 1903. Oleh karena itu, kendaraan yang banyak digunakan penduduk, selain sado atau delman, adalah trem.

Pasar Gambir, yang sempat menjadi agenda tahunan penduduk Batavia hingga menyebabkan kemacetan di kawasan tersebut, berakhir pada masa pendudukan Jepang tahun 1942.*

TAG

transportasi batavia

ARTIKEL TERKAIT

Arsip Merekam Anak Yatim Zaman Kolonial Tuan Tanah Bikin Rel Kereta di Selatan Jakarta Bohl Tuan Tanah Senayan dan Matraman Tuan Tanah Menteng Diadili Prabowo Berenang di Manggarai Perantau Tangguh yang Menaklukkan Batavia Kisah Dua Anak Gubernur Jenderal VOC yang Bermasalah Misteri Rumah Hantu di Gang Pecenongan Gagal dapat SIM Gara-gara Pertanyaan Ujian yang Aneh Hukuman bagi Pejabat yang Memberatkan Rakyat dengan Pajak