MALAM telah larut tetapi kereta kuda tak henti berdatangan menuju sebuah rumah di kawasan Gang Pecenongan, Batavia tahun 1868. Di masa lalu, ketika listrik belum ada di Batavia, banyak penduduk di wilayah ini yang menggunakan lampu berbahan bakar minyak untuk menerangi area rumah mereka.
Menurut Olivier Johannes Raap dalam Kota di Djawa Tempo Doeloe, salah satu yang banyak digunakan adalah cenong –semacam lampu gantung yang namanya diambil dari kata Betawi. Konon nama Pecenongan diambil dari lampu gantung ini.
Sementara itu, kereta-kereta kuda yang berdatangan ke wilayah Pacenongan memiliki tujuan yang sama, yakni rumah Tuan E, seorang pria Belanda yang disebut sebagai “penguasa gang Pecenongan”. Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 19 Agustus 1868, melaporkan bahwa penduduk Batavia tengah dihebohkan dengan munculnya sebuah rumor yang menyebut bahwa rumah Tuan E. berhantu.
Baca juga:
Keluarga Reuneker yang Katanya Rumahnya Angker
“Pada hari-hari terakhir bulan Juli yang lalu, desas-desus tentang cerita hantu terdengar di malam hari di rumah Tuan E. yang tinggal di gang Patjenongan, di mana terdengar suara siulan dan beberapa orang pergi untuk melihat langsung kejadian tersebut,” tulis surat kabar itu.
Dikabarkan bahwa suara siulan tak hanya terdengar dari satu tempat, kadang-kadang suara itu juga terdengar di belakang rumah, lalu di dalam kamar, di ruang tengah, di lantai atas hingga di luar rumah. Suara-suara aneh itu tak hanya didengar oleh para penghuni rumah, tetapi juga orang-orang yang melintas di depan rumah tersebut. Tak heran bila kemudian banyak orang berdatangan ke rumah Tuan E. untuk membuktikan rumah itu benar-benar berhantu.
“Pada beberapa malam pertama, tidak banyak orang yang datang dan hanya ada empat atau lima orang di luar rumah. Tak lama kemudian suara aneh muncul dan didengar oleh semua orang. Malam-malam berikutnya, banyak orang, baik orang Eropa, pribumi maupun Tionghoa, datang untuk mendengarkan suara tersebut dan lagi-lagi mereka semua mendengarkan secara langsung suara aneh itu,” tulis Sumatra-courant.
Tak hanya suara-suara aneh, hal-hal tak masuk akal lain juga dilaporkan terjadi di kediaman Tuan E. seperti ketukan pintu atau suara pintu dibanting, kursi jatuh dengan sendirinya, hingga berbagai tulisan yang tak terbaca di cermin maupun dinding rumah.
Kejadian aneh di rumah Tuan E. tak hanya menarik minat orang-orang yang percaya hal gaib. Sejumlah orang yang skeptis dengan fenomena di luar nalar ini juga berdatangan untuk membuktikan bahwa hal ini adalah kebohongan belaka. Beberapa di antara orang-orang itu adalah teman-teman Tuan E. Mereka masuk ke dalam rumah untuk mencari penyebab munculnya suara aneh ini, tetapi mereka tidak menemukan apa-apa.
Baca juga:
Tiba di Banda, Bung Hatta Tempati Rumah Hantu
Lambat laun semakin banyak orang berdatangan ke rumah Tuan E. Mereka berkumpul semalaman untuk mengamati peristiwa-peristiwa aneh tersebut. Di sisi lain, para penghuni “rumah hantu” itu semakin tak nyaman dengan kejadian-kejadian mistis yang terjadi di kediamannya. Salah satu putra Tuan E. memutuskan meminta bantuan orang pintar.
“Apa yang dilakukan orang pintar itu tidak diketahui, namun mantra-mantra yang diucapkannya tidak menolong, dan kejadian aneh itu terus berlanjut,” tulis Sumatra-courant.
Malam berikutnya, lebih banyak lagi orang yang datang ke rumah Tuan E. dan menyebabkan sepanjang jalan Pecenongan diblokir oleh dokar, andong, dan kereta kuda yang penuh dengan orang-orang yang ingin melihat hantu. Segala macam orang dari berbagai kalangan berdatangan, sehingga polisi dipanggil untuk mengurai kerumunan orang.
Kepala polisi meminta orang-orang untuk meninggalkan area halaman rumah Tuan E. Tak hanya itu, delapan orang polisi ditempatkan di sekitar rumah sehingga orang-orang tak dapat memasuki pekarangan atau bagian dalam “rumah hantu” tersebut.
Kejadian-kejadian aneh di kediaman Tuan E. membuat orang-orang berspekulasi mengenai makhluk halus yang menghantui rumah itu. Salah satu rumor mengatakan bahwa sosok tak kasat mata yang menjadi penyebab hal-hal aneh di rumah Tuan E. adalah kawannya sendiri yakni Tuan C. yang belum lama meninggal.
Baca juga:
“Kegaduhan yang terjadi di rumah itu tidak lain tidak bukan disebabkan oleh Tuan C. yang baru saja meninggal, sekarang dia datang untuk mengganggu Tuan E. sebagai balasan yang telah dilakukan sang pemilik rumah kepadanya,” tulis Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 26 Agustus 1868.
Rumor ini membuat Tuan E. meradang. Dia menyerang orang-orang yang berkumpul di depan rumahnya karena tak terima disebut sebagai penyebab kawannya meninggal dunia. Beruntung keluarganya segera menahan dan membawanya pergi dari kerumunan orang di depan rumah.
Kehebohan “rumah hantu” Tuan E. mulai mereda ketika kepala polisi memerintahkan semua akses menuju kediaman Tuan E. ditutup. Dengan demikian, orang-orang tak dapat lagi berkumpul di depan “rumah hantu” yang menghebohkan penduduk Batavia itu.*