top of page

Sejarah Indonesia

Tiba Di Banda Bung Hatta Tempati Rumah Hantu

Tiba di Banda, Bung Hatta Tempati Rumah Hantu

Kisah kecil Bung Hatta pada hari-hari pertama masa pembuangannya di Banda. Sempat dikira orang sakti penghalau hantu.

2 Oktober 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kamar Bung Hatta di rumah pengasingan di Banda. (Heru Suwiknyo).

Diperbarui: 6 Nov

GEMALA Rabiah Hatta, putri kedua Bung Hatta mengisahkan kembali pengalaman ayahnya saat dibuang ke Pulau Banda, Maluku pada 1936. Bung Hatta yang saat itu baru saja tiba dari Boven Digul, pembuangan sebelumnya, harus segera menemukan rumah untuk tempat tinggal barunya di Banda. Hari semakin sore, rumah tak kunjung didapat. Sampai kemudian dia temukan sebuah rumah tak berpenghuni.


“Tapi penduduk bilang kepada Bung Hatta kalau rumah itu ada hantunya, makanya nggak ada orang berani tinggal di situ,” ujar Gemala menuturkan kembali kisah ayahnya dalam seminar “Banda Dulu, Kini dan Esok” di Galeri Nasional, Selasa, 3 Oktober 2017.


Bung Hatta menanggapi santai kabar seram itu dan memutuskan untuk tetap menempati rumah hantu itu. Desas-desus di kalangan warga Banda, hantu selalu tiba di malam hari: menyerupai seorang lelaki yang menyeret peti mati. Hantu itu akan datang lewat pekarangan depan rumah, menuju teras. Tapi tiap kali empunya rumah keluar, seketika pula hantu itu menghilang. Lantas bunyi misterius itu kembali muncul saat tuan rumah kembali menutup pintu rumah.


Setelah bersetuju dengan pemiliknya, Bung Hatta menempati “rumah hantu” itu pada malam pertama masa pembuangannya di Banda. Tak ada hantu datang sebagaimana dikisahkan warga. Keesokan harinya warga bertanya-tanya keheranan mengapa Bung Hatta bisa melewati malam tanpa ketakutan.


“Biasanya kalau ada orang menginap di sana tak pernah bisa tahan karena ketakutan. Orang-orang mengira Bung Hatta sakti, kayak ulama yang bisa mengusir hantu,’” ujar Gemala.


Selama melewati enam tahun lebih (1936-1942) masa pembuangan di Banda, Bung Hatta tetap tinggal di rumah itu. Kesibukan sebagai orang buangan politik dilaluinya dengan membaca buku, menulis dan mengajari anak-anak Banda menulis dan membaca di teras rumahnya. Selain Hatta, Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoma dan Iwa Kusuma Sumantri juga dibuang ke pulau yang sama.


Gemala juga mengutip kisah ayahnya dari Des Alwi, tokoh Banda, anak angkat Sjahrir yang juga dekat dengan Bung Hatta. Des bercerita tentang Hatta yang tak bisa berenang dan meminta anak-anak Banda mengajarinya. “Dulu ayah kalau berenang berpakaian lengkap, celana panjang dan bersepatu. Anak-anak Banda waktu itu ketawa semua melihat Bung Hatta.”


Masa penahanan Hatta dan Sjahrir berakhir pada awal 1942. Sebuah pesawat amfibi Catalina datang menjemput mereka. Kedatangan balatentara Jepang membuat Belanda harus menyelamatkan dua pemimpin gerakan nasionalis Indonesia itu. Pesawat kelebihan beban, terpaksa Hatta mesti merelakan dua peti buku ditinggal di Banda. Kepada Des Alwi harta berharga itu dititipkan.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page