Alfred Russel Wallace, antropolog sekaligus naturalis Inggris, dua kali berkunjung ke Sulawesi Selatan pada 1856 dan 1857. Selain kagum dengan bentang alamnya yang kaya, ia juga menemukan surga tersembunyi di dalam hutan Maros: surga kupu-kupu Bantimurung Bulusaraung.
Seperti ditulis Wallace dalam The Malay Archipelago, kunjungan pertamanya berlangsung selama September hingga November 1856. Ia berangkat dari Lombok pada 30 Agustus dan sampai di Makassar dalam tiga hari. Makassar memberi kesan bagi Wallace. Katanya, Makassar adalah kota yang cantik dan lebih bersih dari kota-kota di Timur yang pernah ia kunjungi.
Baca juga: Wallace: Makassar, Kota Tercantik di Timur Nusantara
Wallace menjelajahi hutan-hutan Sulawesi Selatan untuk meneliti burung-burung dan serangga langka. Pada pencarian pertamanya, ia mendapati begitu banyak kupu-kupu spesies Euplaea dan Danais. Kupu-kupu ini biasanya mudah ditemui di bagian teduh hutan, dan gemar hinggap di semak-semak. Kupu-kupu di wilayah ini umumnya berwarna biru, hitam pucat, serta kupu-kupu putih yang umum dijumpai.
“Kupu-kupu biru dan hitam pucat yang indah, yang terbang di dekat tanah di antara semak-semak, dan kadang-kadang hinggap di atas bunga, adalah salah satu yang paling mencolok; dan hampir tidak ada yang memiliki pita oranye yang kaya di atas latar kehitaman; keduanya termasuk dalam Pieridae, kelompok yang berisi kupu-kupu putih biasa, meskipun sangat berbeda dalam penampilan,” tulis Wallace.
Pada kunjungan kedua selama Juli hingga November 1857, Wallace kembali menyusuri hutan-hutan negeri Angin Mamiri ini. Kali ini, ia masuk ke pedalaman Maros. Di wilayah perbukitan karst yang terjal ini, ia tak banyak mendapati burung langka maupun serangga langka. Beberapa serangga langka yang ia temukan persebarannya tidak merata. Namun, ia menemukan kupu-kupu yang belum pernah ia jumpai.
Baca juga: Mengapa Wallace Kalah Populer Dibandingkan Darwin?
“Kupu-kupu Sulawesi yang langka dan indah, sama sekali baru bagi saya, tetapi mereka umumnya sangat aktif dan pemalu sehingga sulit untuk ditangkap,” tulisnya.
Wallace mendapati bahwa di sungai kering yang lembap, di mana terdapat kolam lumpur dan bebatuan kering merupakan tempat segala jenis serangga dan kupu-kupu dapat ditemukan.
“Di hutan berbatu ini tinggal beberapa kupu-kupu terbaik di dunia,’ tulis Wallace.
Wallace menemukan tiga spesies Ornithoptera berukuran tujuh atau delapan inci. Mereka ditandai dengan bintik-bintik kecil atau lebih besar berwarna kuning segar pada latar warna hitam. Mereka biasanya meluncur melalui semak-semak dengan indah.
“Di tempat-tempat lembap terdapat kawanan Papilio miletus dan telephus berpita biru yang indah, P. macedon hijau keemasan yang luar biasa, dan kupu-kupu berekor seperti burung layang-layang kecil yang langka Papilio rhesus, yang semuanya, meskipun sangat aktif, saya berhasil menangkap sejumlah spesimen yang bagus,” terang Wallace.
Baca juga: Keistimewaan Wallace
Surga kupu-kupu di mana Wallace menjelajah kini dikenal sebagai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kawasan konservasi dengan bentang alam karst yang menawan dan keanekaragaman hayati yang mengagumkan
Menurut Iskandar dkk. dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, wilayah ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sejak 1919 melalui Gouvernements Besluits 21-2-1919 No. 6 Staatblad No. 20.
Dalam kawasan ini juga terdapat air terjun Bantimurung yang masuk dalam konservasi. Ditemukan pula gua-gua purba di mana peninggalan manusia purba masih bisa ditemukan. Seperti serpih, bilah, mata panah, dan peralatan dari tulang. Belakangan, gambar cadas tertua di dunia juga terkuak di Leang Tedonge. Gambar cadas yang memperlihatkan babi kutil Sulawesi itu berusia 45.000 tahun.
Baca juga: Gambar Cadas Tertua Ditemukan di Sulawesi Selatan