Lika-liku Penemuan Obat Bius

Ada tiga orang yang mengklaim sebagai penemu obat bius modern, yaitu William Morton, Horrace Wells, dan Charles Jackson. Akhir hidup Morton dan Wells memprihatinkan.

Oleh: Amanda Rachmadita | 15 Apr 2025
Lika-liku Penemuan Obat Bius
Lukisan Robert Hinkley yang diproduksi pada tahun 1882 ini menggambarkan anestesi eter pertama yang diberikan pada 16 Oktober 1846. William T.G. Morton (kiri) memegang sebuah tabung inhaler yang berisi senyawa eter, sementara ahli bedah John C. Warren tengah mengoperasi pasiennya, Gilbert Abbott yang berada di bawah pengaruh obat bius sehingga tidak merasakan sakit ketika menjalani prosedur pembedahan tumor di bagian leher. (Francis A. Countway Library of Medicine, Boston Medical Library/Basic of Anesthesia).

SEJUMLAH orang berdatangan menuju ruang operasi di tengah kubah bangunan Rumah Sakit Umum Massachussets pada 16 Oktober 1846. Mereka hadir untuk menyaksikan sebuah prosedur pembedahan yang kelak tercatat sebagai peristiwa bersejarah berkaitan dengan pengembangan obat bius modern.

Operasi yang akan digelar pada pukul sepuluh pagi itu akan mengangkat tumor di leher pasien bernama Gilbert Abbott. Namun, ketika jarum jam telah menunjukkan pukul sepuluh tepat, operasi belum juga dilaksanakan. Pasalnya, tim dokter menunggu kedatangan William Thomas Green Morton, dokter gigi yang akan memberikan obat bius kepada Abbott sehingga ia tidak akan merasakan sakit saat operasi berlangsung.

Operasi dengan kondisi pasien terbius bukan hal yang umum di masa itu. Pasien biasanya dalam keadaan sadar ketika operasi sedang berlangsung. Hal ini mengakibatkan operasi menjadi proses yang mengerikan karena pasien harus menahan rasa sakit. Namun, tindakan pencabutan gigi yang dilakukan Morton terhadap pasiennya beberapa waktu sebelumnya membuka peluang proses operasi tanpa rasa sakit.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Sekolah Dokter Dulu Sekolah Miskin

Lahir di Charlton, Masscahussets, pada 19 Agustus 1819, Morton sejak kecil bercita-cita menjadi dokter. Putra petani keturunan Skotlandia itu harus berjuang untuk dapat mewujudkan mimpinya. Morton mengenyam pendidikan di sekolah umum New England dan pada usia 17 tahun bekerja di berbagai bisnis di Boston sebagai salesman atau juru tulis. Tidak puas dengan pekerjaan tersebut, tetapi tidak memiliki dana untuk masuk sekolah kedokteran, Morton memilih pindah ke Baltimore, Maryland, dan mendaftar di Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi pada 1840.

Dua tahun berlalu, Morton kembali ke New England pada 1842 dan membuka klinik gigi di Farmington, Connecticut. Di sini, ia bertemu dokter gigi Horace Wells, seorang praktisi yang memiliki minat besar terhadap anestesi sehingga menghabiskan banyak waktu untuk melakukan eksperimen dengan nitrous oxide yang juga dijuluki sebagai gas tertawa.

“Horace Wells telah melakukan banyak eksperimen dengan senyawa ini sejak beberapa waktu lamanya. Di tahun 1844, ia menjadikan dirinya sendiri sebagai objek eksperimen untuk menguji coba eter dan nitrous oxide. Meskipun keduanya dapat digunakan untuk menghilangkan kepekaan tubuh terhadap rasa sakit, Wells berpandangan bahwa nitrous oxide ‘lebih menyenangkan’. Jadi, ia membius dirinya sendiri dengan senyawa tersebut dan meminta seorang temannya, Dr. John Riggs, mencabut salah satu gigi geraham atasnya untuk membuktikan bahwa hal tersebut dapat dilakukan tanpa rasa sakit,” tulis Sara E. Black dalam Drugging France: Mind-Altering Medicine in the Long Nineteenth Century.

Morton masuk ke Harvard Medical School pada 1844 untuk meraih gelar dokter, namun karena tekanan keuangan yang semakin besar, ia keluar sebelum lulus. Di tengah masa studinya yang singkat, ia sempat menghadiri kuliah Dr. Charles Thomas Jackson, ilmuwan dan dokter Amerika yang sangat tertarik dengan kimia, kedokteran, dan minerologi.

Baca juga: 

Dokter Djawa Tapi Bukan Jawa

Menurut Carole Adrienne dalam Healing a Divided Nation: How the American Civil War Revolutionized Western Medicine, Jackon memperkenalkan Morton pada eter dan sifat-sifat anestesi. Demonstrasi Dr. Jackson di kelas kimia Harvard terkait hilangnya kesadaran akibat menghirup sulfuric ether sangat menarik perhatian Morton yang juga mulai mengembangkan minatnya terhadap upaya mengurangi rasa sakit yang dialami pasien ketika operasi pencabutan gigi.

“Dia telah bereksperimen dengan berbagai minuman keras termasuk opium, tetapi belum mendapatkan hasil yang memuaskan hingga ia membius seekor ikan mas, seekor ayam betina, dan seekor anjing spaniel peliharaannya, yang semuanya menunjukkan pemulihan total dengan sukses,” tulis Adrienne. Kesukesan tersebut didapatkan Morton ketika ia melakukan uji coba dengan menggunakan eter kepada beberapa hewan. Ia bahkan turut menghirup eter dan merasakan sensasi mati rasa serta efek menenangkan setelahnya. Hasil uji coba tersebut meyakinkannya bahwa eter dapat digunakan untuk pasien yang operasi gigi.

Pada malam hari, 20 September 1846, Morton menuangkan eter pada saputangan dan menempelkan sapu tangan tersebut pada pasien, Eben Frost, lalu mencabut salah satu giginya. Prosedur ini hanya membutuhkan waktu lima menit dan tanpa rasa sakit. Terkesan dengan hal ini, Frost segera melaporkannya kepada berbagai pihak. Pada hari-hari berikutnya, Morton memberikan eter kepada beberapa pasien lainnya.

Berita tentang pencapaian Morton mendorong diadakannya pertunjukan publik pada 16 Oktober 1846 di Rumah Sakit Umum Massachussets. Dengan menggunakan perangkat yang dirancang khusus untuk menguapkan eter, Morton membius Gilbert Abbott, sehingga ahli bedah Henry Bigelow dan George Hayward dapat mengangkat tumor di leher sang pasien tanpa rasa sakit. Keberhasilan operasi ini dilaporkan dalam Boston Medical and Surgical Journal. Pengetahuan tentang anestesi eter segera menyebar ke seluruh dunia. Kini, demonstrasi publik yang juga dikenal dengan nama Ether Day itu dipandang sebagai peristiwa bersejarah dalam dunia kedokteran modern. Abbott dikenal sebagai pasien pertama yang dibius secara publik dengan eter, sementara Morton dianggap sebagai tokoh yang berjasa dalam pengembangan anestesi modern.

Baca juga: 

Di Balik Operasi Bayi Biru yang Bersejarah

Meski begitu, Morton bukan orang pertama yang melakukan demonstrasi publik yang memungkinkan pembedahan tanpa rasa sakit. Edmond I Eger II, Lawrence J. Saidman, dan Rod N. Westhorpe mencatat dalam “1844–1846: The Discovery and Demonstration of Anesthesia”, termuat di The Wondrous Story of Anesthesia, kawan lamanya, Horace Wells justru menjadi orang pertama yang melakukan demonstrasi ini. Sayangnya, meski berhasil dalam tahap uji coba (menggunakan nitrous oxide sebagai obat bius untuk operasi pencabutan gigi), sang dokter gigi tak berhasil meyakinkan banyak orang bahwa prosedur pembedahan dapat dilakukan tanpa rasa sakit ketika melakukannya di hadapan publik.

“Profesor Anatomi dan Bedah Hershey di Harvard, John Collins Warren, memberikan saya kesempatan untuk melakukan demonstrasi pembedahan tanpa rasa sakit dengan menggunakan senyawa nitrous oxide. Mulanya seorang pasien yang akan diamputasi akan menjadi sasaran untuk dibius, namun pasien tersebut memutuskan tidak melakukan operasi sehingga diusulkan agar saya memberikannya kepada seseorang untuk pencabutan gigi. Oleh karena itu, sejumlah besar siswa, dengan beberapa dokter, bertemu untuk melihat operasi yang dilakukan – salah satu dari mereka menjadi pasien. Sayangnya, dalam percobaan tersebut, kantong gas secara tidak sengaja ditarik terlalu cepat, dan sang pasien hanya sebentar berada dalam pengaruh bius ketika giginya tengah dicabut. Akibatnya, pasien tersebut mengalami sedikit rasa sakit, tetapi tidak sebanyak yang biasanya dirasakan oleh pasien lain saat operasi. Karena tidak ada pasien lain yang hadir, percobaan tidak dapat diulangi kembali. Beberapa orang menyatakan pendapat mereka bahwa tindakan ini hanyalah tindakan yang merendahkan diri (meski pada kenyataannya hanya ucapan terima kasih yang saya dapatkan untuk pelayanan cuma-cuma ini),” tulis Wells kepada editor surat kabar Hartford Courant, 9 Desember 1846, sebagaimana dikutip oleh Eger II, Saidman, dan Westhorpe.

Berbeda dari Morton yang mendapat banyak pujian dan publikasi, demonstrasi publik yang dilakukan oleh Wells justru membuatnya menjadi bahan tertawaan karena dianggap gagal dan mempermalukan diri sendiri. Dampaknya muncul keraguan terhadap klaim Wells terkait penelitiannya mengenai anestesi.

Meski begitu, walaupun Morton mendapat pujian dan publikasi besar-besaran, ia tak sepenuhnya dapat menguasai klaim atas pengembangan anestesi modern. Adrienne menyebut dunia Morton mulai runtuh setelah ia mematenkan penemuannya di Amerika Serikat dan Inggris pada 1846, dengan harapan mendapat kompensasi finansial dan dipuji sebagai penemu anestesi. Ia mendapat perlawanan dari kawan lamanya, Horace Wells, dan mentornya, Charles Jackson, yang mengklaim bahwa ide mengembangkan eter sebagai obat bius berasal darinya dan memberikan ide tersebut kepada Morton.

Baca juga: 

Cara Dokter di Masa Lalu Mengetahui Penyakit Pasien

Kendati Morton telah menerima hak paten, pemerintah hanya mengambil alih penemuannya untuk digunakan sendiri dan mengabaikan kepemilikan atau klaim apa pun. Hal ini membuat Morton kecewa dan memutuskan untuk melakukan perlawanan atas kerugiannya.

“Pada 1862, William Morton bergabung dengan Angkatan Darat Potomac sebagai ahli bedah sukarela dan mengkhususkan diri dalam memberikan eter kepada ribuan tentara yang terluka selama pertempuran di Virgini, termasuk Fredericksburg, Chancellorsville, dan padang gurun. Ia dikenal sering pergi ke ladang setelah pertempuran dan memberikan anestesi kepada para prajurit yang terluka yang sedang menunggu pertolongan dan transportasi ke rumah sakit, memberikan mereka waktu jeda untuk menghilangkan rasa sakit,” sebut Adrienne.

Morton tetap terobsesi dengan kontroversi atas penemuan dan penggunaan anestesi yang dihirup. Ia gagal menerima kompensasi finansial meskipun mendapat beberapa penghargaan. Dalam dua puluh tahun terakhir hidupnya, ia terlibat dalam perjuangan hukum untuk mendapatkan persetujuan Kongres atas penemuan dan patennya. Ia mengejar hal tersebut sambil mengabaikan praktiknya, menumpuk tagihan hukum, dan akhirnya jatuh ke dalam frustrasi dan kemiskinan. Morton menderita stroke berat secara tiba-tiba di New York City pada usia 48 tahun dan meninggal tak lama setelah itu.

Sementara itu, setelah demonstrasi publiknya gagal meyakinkan publik, Wells yang memulai karier sebagai dokter gigi banting setir ke bidang penjualan reproduksi karya seni yang tak menguntungkan. Minat besarnya terhadap anestesi membuatnya berkenalan dengan klorofom. Ia bereksperimen dan menghirup uapnya sendiri. Lambat laun, Wells jatuh ke dalam kegilaan dan kecanduan kloroform, yang berakhir dengan penangkapannya di New York City pada Januari 1848 karena melemparkan asam sulfat ke beberapa wanita. Di dalam sel, Wells mengirup kloroform, menyayat pembuluh darah, dan meninggal. Setelah kematiannya, badan legislatif Connecticut menetapkannya sebagai penemu anestesi.

Morton dan Jackson terus bertengkar memperebutkan klaim atas penemuan anestesi. Namun, berbeda dengan Morton yang jatuh dalam kemiskinan, sepanjang hidupnya Jackson menikmati stabilitas keuangan berkat warisan dan pekerjaannya sebagai ahli geologi atau surveyor. Pada Mei 1873, ia menderita stroke yang membuatnya tidak mampu bergerak selama tujuh tahun sisa hidupnya.

Baca juga: 

Yang Pertama dari Kedokteran Indonesia

“Lantas, siapa yang pantas mendapatkan pujian atas penemuan atau demonstrasi anestesi? Wells dan Jackson berkontribusi –dan begitu juga banyak orang lainnya. Pada akhir tahun 1840-an, Académie des Sciences Prancis (salah satu lembaga ilmiah terkemuka) menilai klaim Jackson, Morton, dan Wells atas penemuan anestesi, dan pertama kali memberikan penghargaan kepada Jackson. Kemudian pada 1850, Akademi berubah pikiran, memberikan hadiah yang sama kepada Jackson dan Morton, sementara Medical Society of Paris memberikannya kepada Wells (berita tiba di Hartford beberapa hari setelah kematiannya),” tulis Eger II, Saidman, dan Westhorpe.*

TAG

obat bius kedokteran

ARTIKEL TERKAIT

Cara Dokter di Masa Lalu Mengetahui Penyakit Pasien Sekolah Dokter Dulu Sekolah Miskin Di Balik Operasi Bayi Biru yang Bersejarah Perploncoan dalam Pendidikan Kedokteran Zaman Belanda Peran Calon Dokter dari Indonesia Timur dalam Kemerdekaan Dr. Raden Rubini Natawisastra, Pahlawan Nasional dari Kalimantan Barat Jejak J.A. Kaligis, Dokter Hewan Bumiputra Pertama Awal Mula Dokter Hewan di Indonesia Sardjito dan Biskuit Anti Lapar untuk TNI Sardjito Memimpin Institute Pasteur