Mantan Presiden Republik Indonesia (RI) Megawati Sukarnoputri dianugerahi gelar profesor kehormatan oleh Fakultas Strategi Pertahanan jurusan Ilmu Pertahanan di bidang Kepemimpinan Strategis Universitas Pertahanan (Unhan) Jakarta pada 11 Juni 2021. Penganugerahan itu menjadi pelengkap 9 gelar doktor kehormatan (Doktor Honoris Causa) lainnya yang juga disandang ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
Gelar doktor kehormatan pernah pula hampir disandang oleh mantan Presiden Soeharto. Ceritanya, saat memperingati Hari Pahlawan yang ke-40, Mayor Jenderal (Pun) Prof.Dr. Moestopo mengusulkan kepada tiga universitas besar di Indonesia (Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran dan Universitas Gajah Mada) untuk memberikan gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada Presiden Soeharto.
Baca juga: Kisah Moestopo, Penyandang Gelar Terbanyak
Pemimpin Pertempuran Surabaya ke-1 itu menyatakan Soeharto sangat pantas untuk mendapat gelar tersebut mengingat jasa-jasanya di tingkat nasional maupun internasional. Secara nasional, kata Moestopo, Soeharto telah mampu mewujudkan pembangunan di bidang pertanian dan industri. Sedangkan di tingkat internasional, Soeharto merupakan inisiator penanggulangan bencana kelaparan di berbagai belahan dunia lewat Forum Roma yang berlangsung pada 14 November 1985.
“Sebagai seorang profesor, (saya) hanya merasa berdosa kalau tidak mengusulkan gelar doktor kepada Pak Harto. Pada peringatan hari bersejarah ini saya mendapat inspirasi untuk mengusulkan gelar pemberian gelar doktor itu, saya segera (akan) menulis surat kepada tiga universitas itu,” ungkap Moestopo dalam koran Berita Yudha, 11 November 1985.
Menurut pendiri Universitas Moestopo Beragama itu, nilai-nilai kepahlawanan suatu bangsa khususnya bagi Indonesia, tidak harus ditujukan kepada kaum pemanggul senjata saja. Di tengah giatnya pembangunan di berbagai bidang, adalah suatu keniscayaan jika gelar pahlawan pun diangerahkan kepada orang-orang Indonesia yang memiliki jasa besar dalam bidang pembangunan negara.
“Jika dalam Perang Kemerdekaan dahulu ada semboyan “berjuang sampai titik darah penghabisan” maka dalam masa pembangunan sekarang ini semboyannya adalah “hingga titik otak dan keringat penghabisan”, ujar tokoh yang sempat mengklaim sebagai Menteri Pertahanan ad interim dalam peristiwa Pertempuran Surabaya tersebut.
Baca juga: Kisah Penculikan "Menteri Pertahanan RI"
Tepat sepuluh tahun sebelum Moestopo mengajukan usulan itu, sebenarnya rencana untuk memberikan gelar doktor kehormatan tersebut sudah digagas oleh Universitas Indonesia (UI). Pada 30 Juli 1975, serombongan pejabat UI pimpinan Rektor Prof. Mahar Mardjono telah mendatangi Presiden Soeharto di Binagraha.
Selain melaporkan sukses pembangunan kampus UI, kerja bakti sosial mahasiswa UI dan membicarakan peran UI dalam pembangunan negara, Prof. Mahar juga menyampaikan rencana UI untuk memberikan gelar doktor kehormatan kepada Presiden Soeharto dan mantan Wakil Presiden Mochamad Hatta.
Namun dalam kesempatan itu Soeharto menolak secara halus permintaan para pejabat UI tersebut. Menurutnya, penganugerahan itu belum waktunya dilaksanakan.
“Dia meminta agar sebaiknya UI melaksanakan pemberian penghargaan itu pada waktu yang tepat di kemudian hari,” demikian menurut buku Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978 yang disunting oleh Nazarudin Sjamsuddin dan G. Dwipayana.
Namun, hingga meninggal pada 27 Januari 2008, Soeharto tak pernah mendapatkan gelar doktor kehormatan itu dari UI. Alih-alih menganugerahi gelar doktor honoris causa, bersama perguruan tinggi lain, UI malah menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada 18 Mei 1998.
Baca juga: Reformasi atau Mati