Masuk Daftar
My Getplus

Dua Kejadian Lembaga Survei Salah Memprediksi Pemenang Pilpres AS

Hasil survei Literary Digest salah memprediksi pemenang pilpres AS 1936. Dua belas tahun kemudian giliran survei Crossley, Gallup, dan Roper.

Oleh: Amanda Rachmadita | 27 Des 2023
Presiden Franklin D. Roosevelt menandatangani Social Security Act tahun 1935. Ia diprediksi kalah dalam pilpres tahun 1936 oleh survei Literary Digest. (Library of Congress).

PEMILIHAN presiden tak lengkap tanpa survei opini publik terkait elektabilitas kandidat presiden. Semakin mendekati hari pemungutan suara, berbagai lembaga survei berlomba-lomba mengumumkan hasil jajak pendapatnya.

Hasil survei elektabilitas capres menjadi acuan untuk memperkirakan pemenang pilpres. Oleh karena itu, semakin baik reputasi sebuah lembaga survei, semakin dipercaya pula hasil jajak pendapatnya. Meski begitu, hasil jajak pendapat lembaga survei kredibel pun bukan tanpa kesalahan. Peristiwa ini pernah terjadi dua kali di Amerika Serikat.

Peristiwa pertama terjadi tahun 1936. Majalah populer Literary Digest rutin menggelar survei opini publik berskala nasional yang hasilnya dijadikan acuan untuk memprediksi pemenang pilpres AS. Sejak tahun 1920, majalah ini kerap mengadakan survei mengenai isu-isu kebijakan publik.

Advertising
Advertising

Menurut konsultan politik Dennis W. Johnson, setiap empat tahun sekali, jajak pendapat Digest memprediksi pemenang pilpres dengan tepat dan akurat. Majalah ini dengan bangga memuji diri sendiri atas “keakuratannya yang luar biasa”. Dalam Democracy for Hire: A History of American Political Consulting, Johnson menyebut keakuratan hasil jajak pendapat Digest membuat majalah itu memeroleh reputasi dan kredibilitas yang tinggi dari publik, dan dengan sendirinya meningkatkan jumlah pembaca.

Baca juga: Awal Mula Lembaga Survei dan Jajak Pendapat Politik

Digest berhasil memprediksi hasil pemilu tahun 1920, 1924, 1928, dan 1932, dengan teknik mengirim kuesioner dalam jumlah besar ke rumah tangga yang terdaftar dalam direktori kepemilikan telepon maupun mobil. Karena metode survei melalui pos ini lebih murah dibandingkan dengan mengirim pewawancara, maka Digest mendapatkan sampel yang sangat besar. Pada pemilu tahun 1936, majalah ini mengirimkan sekitar sepuluh juta sampel surat suara melalui pos. Lebih dari dua juta surat suara dikirimkan kembali untuk direkap oleh Digest.

Hasilnya, Digest memprediksi Alf Landon, capres yang diusung Partai Republik, akan memenangkan pilpres AS dengan mudah dan mengalahkan petahana dari Partai Demokrat Franklin D. Roosevelt. Hasil survei yang diumumkan Digest berbanding terbalik dengan prediksi tiga lembaga survei, Crossley, Gallup, dan Roper, yang meramalkan kemenangan Roosevelt.

“Jajak pendapat ini sangat kontras dengan prediksi Literary Digest bahwa Roosevelt hanya akan menerima 40,9 persen suara,” tulis Albert H. Cantril dalam “Public Opinion Polling”, termuat di The Reader's Companion to American History 2014.

Baca juga: Kennedy vs Nixon dan Awal Debat Calon Presiden di Televisi

Berbeda dengan Digest, Crossley, Gallup, dan Roper lebih mengandalkan jumlah responden yang lebih kecil tetapi dipilih secara sistematis agar mewakili berbagai kelompok masyarakat serta diwawancarai secara pribadi oleh pewawancara terlatih.

Menurut Nick Moon, praktisi terkemuka jajak pendapat di Inggris, dalam Opinion Polls: History, Theory and Practice, berdasarkan hal itu pula ketiga lembaga survei tersebut mengklaim metode yang mereka gunakan dalam pengambilan sampel untuk survei lebih ilmiah dibandingkan dengan Digest. Kepercayaan diri itu membuat George H. Gallup, pendiri American Institute of Public Opinion (AIPO), secara terang-terangan mengatakan hasil jajak pendapat Digest keliru karena menggunakan metode yang sudah ketinggalan zaman.

“Gallup bahkan membuat marah Digest dengan memprediksi secara terbuka, sekitar enam minggu sebelum jajak pendapat dilakukan, bahwa jajak pendapat Digest akan menunjukkan sekitar 56 persen untuk Landon, dan hanya 44 persen untuk Roosevelt,” tulis Nick Moon.

Baca juga: Soeharto Nomor Tiga, Lembaga Survei Ditutup

Editor Digest, Wilfred J. Funk, sangat marah dan memperingatkan Gallup di media cetak bahwa Digest akan terus “menggunakan metode kuno yang telah menghasilkan ramalan yang akurat seratus persen”.

Sayangnya, apa yang diramalkan Gallup terbukti benar. Tak hanya hasil jajak pendapat Digest yang mengumumkan kemenangan Landon atas Roosevelt seperti diperkirakan Gallup, yakni 57 persen untuk Landon dan 43 persen untuk Roosevelt, tetapi juga fakta berdasarkan hasil pemungutan suara, Roosevelt kembali terpilih menjadi presiden AS.

Mengapa jajak pendapat Digest meleset? Donald A. Barclay menjelaskan dalam Fake News, Propaganda, and Plain Old Lies: How to Find Trustworthy Information in the Digital Age, berdasarkan survei lanjutan pasca pemilu pada 1937, ternyata sebagian besar orang yang menerima sampel surat suara dari Digest merupakan pendukung Roosevelt. Namun, sebagian besar dari mereka yang bersedia mengembalikan surat suara adalah pendukung Landon.

“Survei ini keliru karena fakta bahwa mereka yang menjawab adalah orang-orang yang dipilih sendiri dan bukannya sampel yang benar-benar acak dan mewakili populasi. Para pendukung Landon mungkin lebih antusias dalam menanggapi jajak pendapat Literary Digest, tetapi pada jajak pendapat pemilu yang sebenarnya, jumlah mereka jauh lebih sedikit dibandingkan dengan para pendukung Roosevelt,” tulis Barclay.

Baca juga: Soeharto Nomor Tiga, Mendagri Murka pada Lembaga Survei

Insiden memalukan tahun 1936 tak hanya menggerus kepercayaan publik terhadap hasil survei Digest. Majalah ini pun ditinggalkan pembaca hingga berganti kepemilikan dan dinyatakan bangkrut. Sementara Crossley, Gallup, dan Roper semakin mengokohkan reputasi mereka dalam dunia jajak pendapat politik di AS. Namun, dua belas tahun kemudian insiden serupa kembali terulang dan menimpa ketiga lembaga survei populer itu.

Pada pilpres AS 1948, Crossley, Gallup, dan Roper memprediksi Thomas E. Dewey dari Partai Demokrat akan menjadi pemenang dan mengalahkan petahana Harry S. Truman. Bahkan, surat kabar Chicago Daily Tribune percaya diri mencetak edisi malam pemilu dengan menampilkan berita utama di halaman depan berjudul “Dewey Menang”. Kemenangan Truman dalam pilpres 1948 tak hanya merusak reputasi Chicago Daily Tribune, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap lembaga survei.

Digest yang menjadi bulan-bulanan Gallup di tahun 1936 membalaskan dendamnya. “Wilfred Funk, yang pernah menjabat sebagai editor Digest, yang diejek karena jajak pendapat Literary Digest-nya pada 1936, dimintai reaksinya. Ia berkata: ‘saya tidak ingin terlihat jahat, tapi saya tidak bisa menahan tawa karena hal ini’,” tulis Johnson.

Baca juga: Lembaga Survei Terkenal Salah Memprediksi Pilpres AS

Menurut Mervin D. Field, pendiri California Poll yang kemudian disebut The Field Poll, salah satu faktor utama kesalahan lembaga survei itu karena mereka terlalu cepat menghentikan kegiatan survei jauh sebelum waktu pemungutan suara.

“Para pembuat survei menunjukkan bahwa mereka telah gagal dalam melakukan jajak pendapat cukup sering dan cukup lama untuk menangkap perubahan besar dalam preferensi publik selama tahap-tahap akhir kampanye 1948,” tulis Field dalam “Political Opinion Polling in the United States of America”, yang termuat di Political Opinion Polling: An International Review.

Belajar dari kejadian memalukan tahun 1948, Gallup melakukan pembenahan dalam risetnya. Ia menggunakan teknik survei baru selama tahun 1950 untuk meningkatkan prediksinya. Ia yakin dengan jajak pendapat hingga hari sebelum hari pemungutan suara (dan mengirimkan hasilnya melalui telegram), menyelidiki pilihan pemilih yang ragu-ragu, serta menentukan siapa yang akan memilih dan siapa yang akan tinggal di rumah, hasil surveinya akan jauh lebih akurat.

Di sisi lain, insiden survei tahun 1948 mendorong publik lebih kritis dalam menyikapi jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga survei.*

TAG

survei pemilu pilpres amerika serikat

ARTIKEL TERKAIT

Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 Lyndon LaRouche, Capres Abadi AS PPP Partai Islam Impian Orde Baru Sudharmono Bukan PKI Ketika Komedian Mencalonkan Diri Jadi Presiden Suami-Istri Cerai Gara-gara Beda Partai Gambar Partai Dilumuri Tahi