KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebagai pemenang Pilpres 2024, pada Rabu (20/3/2024) malam. Prabowo-Gibran menang di 36 provinsi dari 38 provinsi dengan meraup suara terbanyak, yakni 96.214.691 suara dari total 164.270.475 suara sah.
Akhirnya Prabowo menjadi presiden setelah empat kali mengikuti pilpres. Pilpres 2009 sebagai cawapres, sedangkan Pilpres 2014 dan 2019 sebagai capres. Prabowo yang berkali-kali mencalonkan diri mengingatkan kepada Lyndon LaRouche yang delapan kali mencalonkan diri menjadi presiden Amerika Serikat.
Surat kabar The New York Times menyebut LaRouche, kelahiran 8 September 1922, sebagai pemimpin organisasi politik yang eksentrik. Dia dikenal memiliki pemikiran apokaliptik yang berkaitan dengan kehancuran dunia pada akhir zaman atau kiamat.
Baca juga:
Empat Pilpres Kontroversial Amerika
Ayahnya, Lyndon LaRouche, seorang penjual keliling untuk United States Shoe Machinery Corporation. Sementara ibunya, Jesse (Weir) LaRouche, pernah memimpin sebuah pertemuan Quaker di Back Bay, Boston. Selain dibesarkan sebagai seorang Quaker (Perkumpulan Agama Sahabat, sebuah kelompok Kristen Protestan), LaRouche muda juga memiliki ketertarikan yang besar terhadap filsafat.
Don Morrill, yang pernah berinteraksi dengan LaRouche semasa bertugas sebagai tentara muda di India pada 1940-an, mengingat pria itu sebagai sosok yang brilian dan fasih berbahasa Prancis dan Jerman. “Dia adalah seorang pemain catur yang hebat, dia mampu bermain di empat meja secara bersamaan dan menang,” kenang Morrill sebagaimana ditulis Dennis Tourish dan Tim Wohlforth dalam On the Edge: Political Cults Right and Left.
Morril dan LaRouche menjadi teman dekat seiring berlayarnya SS General Bradley, kapal pasukan terakhir meninggalkan India menuju AS pada 1946. Mereka kerap menghabiskan waktu untuk membicarakan politik. LaRouche mulai tertarik pada marxisme. Menurut Tourish dan Wohlforth, hal ini sesungguhnya tak mengherankan. Fasisme telah dikalahkan dan jutaan orang di seluruh dunia memiliki harapan akan dunia yang baru dan lebih baik.
“Morril dan LaRouche telah menyaksikan gejolak revolusioner dari orang-orang di anak benua India yang berada dalam pergolakan untuk mengusir penguasa kolonial dari negaranya. Mereka bukanlah satu-satunya tentara yang mempertimbangkan ide-ide sosialis. Pada saat kapal mencapai pantai Amerika, La Rouche adalah seorang Trotskis,” tulis Tourish dan Wohlforth.
Baca juga:
Ketika Komedian Mencalonkan Diri Jadi Presiden
Pada 1947, LaRouche bergabung dengan Partai Pekerja Sosialis atau Socialist Workers Party (SWP) cabang Lynn, Massachusetts yang dikenal sebagai kelompok Trotskis utama di AS. Bill Lewers dalam A Voter’s Journey menyebut bahwa pada awal 1960-an, LaRouche bergabung dengan Revolutionary Tendency, sub-kelompok dalam SWP.
“Di antara berbagai tudingan yang dilontarkan, Revolutionary Tendency mengkritik kepemimpinan Fidel Castro di Kuba sebagai ‘borjuis kecil’. Tudingan ini dipandang sebagai sesuatu yang berlebihan bagi SWP, akibatnya Revolutionary Tendency didepak dari partai,” sebut Lewers.
Menurut David R. Tarr dan Bob Benenson dalam Elections A to Z, LaRouche pertama kali menjadi perhatian publik pada 1968 sebagai pendiri National Caucus of Labor Committees (NCLC), sebuah kelompok marxis yang diorganisir oleh sempalan-sempalan gerakan radikal tahun 1960-an. Selama beberapa tahun berikutnya, NCLC menyebar ke berbagai kota di AS. NCLC menempatkan dirinya sebagai oposisi dari sejumlah organisasi lain yang dianggap LaRouche tak sejalan dengan gagasannya.
LaRouche mulai membidik posisi orang nomor satu di AS. Dia pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada 1976 dari sayap kiri Partai Buruh Amerika. “LaRouche yang berasal dari New York memilih Wayne Evans, seorang pekerja pabrik baja di Detroit, sebagai calon wakil presiden,” tulis Tarr dan Benenson.
Baca juga:
Iklan Kampanye dan Kemenangan Eisenhower dalam Pilpres AS
Selama kampanye, LaRouche kerap mengkritik lawannya dari Partai Demokrat, Jimmy Carter, ketimbang petahana dari Partai Republik, Gerald R. Ford. Dia menyebut Ford sebagai orang yang bermaksud baik, tetapi tidak cocok menjadi presiden. Sedangkan Carter, yang menurutnya pion perang nuklir, tidak memenuhi syarat menjadi presiden.
Menurut Lewers, meski LaRouche mencalonkan diri sebagai seorang liberal kiri, tetapi beberapa media mencium adanya perilaku fasis karena para pendukungnya kerap menggertak dan menyerang organisasi sayap kiri lainnya. Di samping pro dan kontra yang membayanginya, LaRouche mampu mendapatkan sekitar 40 ribu suara atau sekitar 0,05 persen dari total suara yang masuk.
LaRouche kembali mencalonkan diri sebagai presiden AS tahun 1980 dari Partai Demokrat. Gagasannya telah berkembang dari marxisme menjadi kapitalisme industri “Whig” abad ke-19. Mengutip The New York Times, 13 Februari 2019, LaRouche berhasil mengungguli Gubernur Jerry Brown dari California dengan selisih seribu suara dalam pemilihan pendahuluan capres Partai Demokrat di Connecticut. Namun, dia kalah suara dari Jimmy Carter yang menjadi kandidat utama capres dari Partai Demokrat.
Pada 1984, LaRouch lagi-lagi mencalonkan diri sebagai presiden. Awalnya melalui Partai Demokrat, tetapi dia kemudian menjadi calon independen. “LaRouche mengklaim bahwa calon dari Partai Demokrat, Walter Mondale, adalah seorang agen Soviet. Pada November, dia menerima 78.773 suara, dibandingkan dengan 54.455.075 suara untuk Presiden Reagan,” sebut Lewers.
Baca juga:
Kennedy vs Nixon dan Awal Debat Calon Presiden di Televisi
Sosoknya yang kontroversial membuat LaRouche kerap menghadapi masalah. Pada Oktober 1986, pejabat federal menggerebek markas LaRouche dan menyita dokumen yang akan digunakan untuk mengadilinya. Meski tengah menghadapi tuntutan federal, dia masih mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Demokrat tahun 1988. Dia hanya mendapat 0,30 suara pada pemilihan pendahuluan Partai Demokrat. Pada musim gugur di tahun yang sama, dia mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dari partai National Economic Recovery dan meraih 0,03 persen suara pemilih.
Pada Desember 1988, LaRouche dihukum karena melakukan konspirasi dan penipuan melalui surat terkait kegiatan penggalangan dana. Dia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Enam terdakwa lainnya juga dijatuhi hukuman penjara.
Kendati berstatus narapidana, LaRouche kembali mencalonkan diri sebagai presiden AS pada 1992. Tarr dan Benenson menyebut LaRouche mencalonkan diri sebagai calon independen. Namanya muncul di beberapa surat suara di sejumlah negara bagian dengan berbagai nama partai, termasuk National Economic Recovery. Dia berhasil meraup 26.333 suara secara nasional.
Setelah menjalani sepertiga masa hukumannya, LaRouche bebas pada 1994. Dua tahun berselang, dia mengumumkan keikutsertaannya dalam pilpres AS tahun 1996. Tak berhenti di situ, dia mencalonkan lagi pada 2000 dan 2004 dari Partai Demokrat. Pada pemilihan pendahuluan Partai Demokrat tahun 2000, dia meraih sekitar 2,3 persen suara, sementara di tahun 2004 dia hanya mendapatkan 0,65 persen suara.
Baca juga:
Lembaga Survei Terkenal Salah Memprediksi Pilpres AS
Delapan kali gagal dalam pilpres AS tak menghentikan LaRouche untuk terus mengikuti situasi dan perkembangan politik. The New York Times melaporkan, pada 2015 LaRouche pernah menyerukan pemakzulan terhadap Presiden Barack Obama dan menuduhnya dalam suatu kesempatan mendalangi Turki untuk menjatuhkan jet tempur Rusia yang terlibat dalam perang di Suriah. Selain itu, dia pernah menuduh keluarga Bush berkolaborasi dengan Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Dia juga mengatakan bahwa invasi ke Irak pada 2003 merupakan hasil konspirasi neokonservatif yang dipimpin oleh Wakil Presiden Dick Cheney untuk menipu rakyat AS.
Selain keikutsertaannya yang tanpa lelah dalam pilpres AS, perjalanan politik LaRouche juga kerap menjadi perbincangan karena dia memulai karier politiknya dari sisi paling kiri dan mengakhirinya di sisi paling kanan. Puluhan tahun mewarnai politik AS, LaRouche meninggal dunia pada 2019 di usia 96 tahun.*