Lembaga Survei Terkenal Salah Memprediksi Pilpres AS
Survei tiga lembaga terkenal memenangkan Dewey dalam Pilpres AS 1948. Bahkan, surat kabar telah memberitakannya. Ternyata Truman yang menang.
FOTO Harry S. Truman tersenyum lebar sembari memegang surat kabar Chicago Daily Tribune mencuri perhatian publik dan menjadi berita hangat di Amerika Serikat pada 1948. Foto itu viral karena tajuk utama surat kabar tersebut menuliskan “Dewey Mengalahkan Truman”. Padahal, hasil pemungutan suara pemilihan presiden AS, kandidat presiden dari Partai Demokrat itu mengalahkan Thomas Edmund Dewey dari Partai Republik.
Tak hanya merusak reputasi Chicago Daily Tribune, kemenangan Truman juga mencoreng kredibilitas lembaga-lembaga survei ternama. Tiga lembaga survei, Crossley, Gallup, dan Roper, melakukan jajak pendapat nasional selama masa kampanye pada musim panas 1948. Hasilnya Dewey unggul atas Truman dengan selisih cukup jauh.
Konsultan politik Dennis W. Johnson menulis dalam Democracy for Hire: A History of American Political Consulting, Crossley memperkirakan petahana akan mendapatkan suara 44,8%, Gallup 44,5%, dan Roper 37,1%. “Di sisi lain, ketiga jajak pendapat tersebut melebihkan suara populer Dewey (45,1%) masing-masing sebesar 4,8%, 4,4%, dan 7,1%,” tulis Johnson.
Tingginya elektabilitas Dewey dalam survei opini publik bahkan membuat Elmo Roper, salah satu pelopor di bidang riset pasar dan analisis opini publik, menyebut jajak pendapat lanjutan menjelang hari pemungutan suara tak perlu lagi dilakukan karena Dewey sudah pasti akan memenangkan pilpres.
Roper juga mengatakan besarnya peluang Dewey untuk menang membuatnya tak dapat memikirkan hal lain yang lebih membosankan atau membodohi intelektual daripada bertindak seperti penyiar olahraga yang merasa harus berpura-pura menyaksikan perlombaan yang sangat ketat.
“Pernyataan Roper memiliki arti khusus: ia telah menjadi lembaga survei yang paling akurat dari jajak pendapat utama pada tahun 1936, 1940, dan 1944, dan kini dia mengatakan kepada dunia bahwa jajak pendapat lebih lanjut tidak diperlukan lagi,” tulis Johnson.
Kepercayaan diri Roper tentu beralasan. Survei Roper selama Pilpres 1940 dan 1944 terbukti paling akurat di antara lembaga-lembaga survei lain. Berdasarkan hal itu pula selama Perang Dunia II, Roper direkrut oleh William (Wild Bill) Donovan untuk menjadi wakil direktur Office of Strategic Services (OSS), yang ditugaskan mencari rekrutan terbaik untuk badan intelijen baru. Roper kemudian menjadi orang yang menghasilkan “dolar per tahun” untuk Kantor Informasi Perang, Kantor Manajemen Produksi, Angkatan Darat, dan Angkatan Laut, mensurvei masyarakat tentang isu-isu masa perang dan transisi menuju ekonomi masa damai. Setelah Perang Dunia II, Roper bekerja sama dengan George Gallup mendirikan Roper Center di William College.
Melihat sepak terjang Roper, Gallup, dan Crossley dalam analisis opini publik, tak mengherankan bila masyarakat menjadikan hasil jajak pendapat ketiga lembaga survei itu sebagai acuan memprediksi pemenang Pilpres AS 1948. Sementara itu, menurut Mervin D. Field dalam “Political Opinion Polling in the United States of America”, yang termuat di Political Opinion Polling: An International Review publik telah dikondisikan oleh jajak pendapat untuk mengharapkan kemenangan Dewey dan hanya sedikit orang yang secara terbuka memberi Truman kesempatan untuk menang.
“Sebagai contoh, sebuah surat kabar yang cukup dikenal luas, Kiplinger Letter, merasa cukup percaya diri untuk mencetak puluhan ribu eksemplar edisi baru sebelum hari pemungutan suara dengan sampul depan yang menggambarkan jenis pemerintahan seperti apa yang akan dipimpin oleh Dewey pada periode 1948–52,” tulis pendiri California Poll yang kemudian disebut The Field Poll itu.
Tak hanya Kiplinger Letter, Chicago Tribune yang dikenal pro-Republik juga mencetak edisi malam pemilu yang menampilkan berita utama di halaman depan berjudul “Dewey Menang”. Publikasi itu menyebabkan banyak komentator radio tidak percaya dengan apa yang diberitakan karena pemungutan suara berlangsung ketat dan Truman memiliki peluang yang sama besar dengan Dewey untuk menang.
“Sepanjang malam pemungutan suara, para komentator itu menyampaikan laporan mereka dengan kata-kata penyemangat seperti ‘ketika semua surat suara telah dihitung, kemungkinan besar Dewey akan menang’,” tulis Field.
Baca juga: Soeharto Nomor Tiga, Lembaga Survei Ditutup
Faktanya, menurut Robert Shogan, jurnalis AS yang menulis Harry Truman and the Struggle for Racial Justice, Truman justru keluar sebagai pemenang Pilpres AS 1948. Ia meraih suara sebesar 49,5% berbanding 45,21% untuk Dewey, dengan Thurmond dan Wallace masing-masing meraih suara sedikit di atas 2 persen. Selain itu, Truman juga sukses memenangkan electoral college dengan 303 suara, sedangkan Dewey mendapatkan 189, Thurmond 39, dan Wallace nol. Tak seperti yang digembar-gemborkan oleh tiga lembaga survei terkemuka, Crossley, Gallup dan Roper bahwa Dewey akan menang dengan mudah dari para pesaingnya, pemungutan suara Pilpres 1948 justru berlangsung sengit bagi Truman dan Dewey.
Kisah menarik mengenai kesalahan Chicago Tribune diceritakan Mark Pack, pengarang yang juga politisi berkebangsaan Inggris, dalam bukunya Polling UnPacked: The History, Uses and Abuses of Political Opinion Polls. Ia mengisahkan, pada pukul 3 pagi, ketika surat kabar itu menyadari kesalahannya, para staf bergegas keluar untuk membeli semua salinan surat kabar yang bisa mereka temukan dari edisi dengan halaman depan yang memalukan tersebut. Dalam sebuah cerita yang mungkin apokrif (diragukan, red.), berita utama itu menjadi terkenal karena sebuah surat kabar saingan mengirimkan seseorang ke kantor Chicago Tribune dan mengambil salinan edisi yang kontroversial itu dari sana, di mana staf Tribune lupa menyingkirkannya. Tetapi karena banyak salinan lainnya yang telah terjual pada saat itu, hal ini mungkin lebih merupakan cerita yang menarik daripada kebenarannya.
Kritik dan cemoohan pun diarahkan pada sejumlah surat kabar dan lembaga-lembaga survei yang salah memprediksi hasil Pilpres AS 1948. Hasil jajak pendapat yang meleset itu menjadi bahan olok-olok di berbagai media massa dari surat kabar hingga radio.
Field menulis, komedian Goodman Ace, yang memiliki program radio mingguan populer di AS, berkata “semua orang percaya pada jajak pendapat publik –semua orang, mulai dari orang biasa hingga Presiden Thomas E. Dewey.” Komedian lain yang juga dikenal sebagai penyiar radio, Fred Allen menyebut jajak pendapat publik seperti “orang yang menghitung butiran pasir di sangkar burung, lalu mencoba memberi tahu anda berapa banyak pasir yang ada di pantai.”
Menurut Pack, kesalahan itu menyebabkan penurunan minat untuk sementara waktu pada jajak pendapat politik sehingga mempengaruhi bisnis para pembuat jajak pendapat politik. Meski begitu, seiring berjalannya waktu jajak pendapat politik di AS bangkit kembali dan terus berkembang menjadi semakin penting dalam politik AS pada dekade-dekade berikutnya.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar