Kennedy vs Nixon dan Awal Debat Calon Presiden di Televisi
Debat calon presiden AS antara Kennedy dan Nixon untuk pertama kali disiarkan melalui televisi. Salah satu faktor penentu kemenangan Kennedy.
MALAM itu, Senin, 26 September 1960. Jutaan pasang mata terpaku di depan televisi ruang keluarga rumah-rumah di Amerika Serikat sembari mendengarkan sambutan dari Howard K. Smith, seorang jurnalis dan pembawa berita di stasiun televisi CBS.
“Selamat malam,” kata Smith, yang tampak rapi dengan setelan jas, saat menyapa para pemirsa di rumah. “Stasiun televisi dan radio Amerika Serikat…dengan bangga mempersembahkan sebuah diskusi tentang isu-isu dalam kampanye politik saat ini dari dua kandidat utama calon presiden. Para kandidat tidak perlu diperkenalkan…”
Demikian cuplikan awal pembukaan debat pertama calon presiden AS yang mempertemukan John Fitzgerald Kennedy, kandidat capres dari Partai Demokrat, dengan Richard Nixon yang diusung oleh Partai Republik.
Debat Kennedy-Nixon dipandang sebagai tonggak penting dalam sejarah politik AS. Debat presidensial tatap muka pertama ini disiarkan melalui televisi dan disaksikan oleh 70 juta pemirsa di seluruh negeri.
Baca juga: Iklan Kampanye dan Kemenangan Eisenhower dalam Pilpres AS
Debat politik sesungguhnya bukan hal baru di Negeri Paman Sam. Menurut John W. Self, profesor Departemen Komunikasi Truman State University, dalam Presidential Debate Negotiation from 1960 to 1988: Setting the Stage for Prime-Time Clashes, ada beberapa debat politik yang telah dilakukan sebelum tahun 1960. Salah satu yang paling terkenal adalah debat Senat AS tahun 1858 yang mempertemukan Lincoln dan Douglas. Meski begitu debat tersebut tak disiarkan secara nasional.
Mantan ketua Komisi Komunikasi Federal AS Newton N. Minow dan profesor di Institut Penelitian Kebijakan Northwestern, Craig L. LaMay dalam Inside the Presidential Debates: Their Improbable Past and Promising Future menyebut debat politik pertama yang disiarkan secara nasional dilakukan di radio pada 17 Mei 1948. Dua tokoh yang berdebat sama-sama berasal dari Partai Republik, yakni Harold Stassen dari Minnesota dan Thomas Dewey dari New York.
“Sponsor debat Stassen-Dewey adalah sebuah stasiun kecil ABC di Portland, Oregon, yang direktur programnya memanfaatkan ide debat sebelum pemilihan pendahuluan di negara bagian tersebut,” sebut Minow dan LaMay.
Seperti para politisi AS lainnya, Nixon dan Kennedy sudah terbiasa berdebat dalam karier politik mereka sebelum pertemuan bersejarah dalam debat capres pada musim gugur 1960. “Nixon telah berhasil mendebat Jerry Voorhis saat mencalonkan diri sebagai anggota DPR pada 1946 dan kemenangan Kennedy pada pemilihan pendahuluan (kandidat capres dari Partai Demokrat, red.) di West Virginia tahun 1960 sebagian besar disebabkan oleh kemenangannya atas Hubert Humphrey dalam debat mereka,” tulis Self.
Baca juga: Calon Presiden AS Saling Serang Lewat Iklan
Namun, debat yang disiarkan di televisi merupakan hal baru bagi Nixon maupun Kennedy. Meski keduanya berpengalaman dalam debat, namun berdebat di televisi nasional merupakan risiko besar dalam kampanye pemilihan presiden. Risiko terbesar berada di punggung Nixon saat menyetujui berbagi panggung dengan Kennedy. Wakil presiden itu dianggap lebih populer dibandingkan lawannya dan karena itu pula orang-orang di sekitarnya, termasuk Presiden Dwight D. Eisenhower, menyarankan Nixon tidak menerima ajakan debat di televisi karena dikhawatirkan dapat meningkatkan elektabilitas Kennedy.
Di sisi lain, Jack, sapaan akrab Kennedy, yang menginginkan pertemuan tatap muka sebanyak mungkin dengan Nixon juga dibayangi risiko cukup besar jika tampil buruk dalam debat tersebut. “Performa yang buruk tidak hanya dapat menghancurkan upayanya menuju Gedung Putih, tetapi juga berpontensi mengakhiri karier politiknya, sebuah ancaman yang nyata bagi seorang politisi muda. Ini adalah risiko yang cukup besar, terutama dalam pemilu yang diprediksi akan berlangsung ketat sejak awal,” tulis Self.
Kennedy menyadari popularitasnya masih tertinggal dibandingkan dengan Nixon. Oleh karena itu, ia dan Partai Demokrat memanfaatkan semaksimal mungkin slot waktu “bebas” yang disediakan stasiun televisi, termasuk setuju berdebat dengan Nixon. Berbanding terbalik dengan Kennedy, Nixon sempat menyiratkan tidak tertarik berdebat dengan senator Partai Demokrat tersebut. Namun, pernyataan tak terduga diungkapkan Nixon pada Juli 1960. Setelah resmi dikukuhkan sebagai capres dari Partai Republik, Nixon setuju berdebat dengan Kennedy.
Meski mengagetkan banyak pihak, pernyataan Nixon sesungguhnya sangat beralasan. Sebab, berbagai pihak mendorong diselenggarakannya debat capres di televisi. Dorongan itu semakin besar setelah Kongres menyetujui penangguhan sementara Pasal 315 beberapa bulan sebelum pemungutan suara pada November 1960. Pasal 315, yang lebih dikenal sebagai aturan “waktu yang sama”, adalah bagian dari undang-undang yang mengharuskan setiap stasiun radio dan televisi memberikan slot waktu acara untuk kampanye secara adil dan sama rata, tak hanya kepada kandidat dari partai besar tetapi juga kandidat dari semua partai yang berkompetisi untuk jabatan yang sama.
Bagi Nixon, penangguhan Pasal 315 membuatnya berada di posisi serba salah. Di satu sisi, ia tak ingin memberi panggung bagi Kennedy dengan menyetujui tawaran berdebat di televisi. Di sisi lain, penolakannya untuk tampil bersama sang senator akan mempengaruhi elektabilitasnya. “Tapi tidak mungkin saya menolak untuk berdebat tanpa membuat Kennedy dan media menjadikan penolakan saya sebagai isu utama dalam kampanye,” kata Nixon dalam memoarnya RN: The Memoirs of Richard Nixon.
Melalui sekretaris persnya, Herb Klein, Nixon menyatakan bersedia berdebat dengan syarat para kandidat harus “berbicara tanpa catatan, menjawab pertanyaan satu sama lain, dan jika dimungkinkan juga menjawab pertanyaan dari audiens”. Menurut Nixon, debat harus menguji pengetahuan masing-masing kandidat terhadap isu-isu yang ada dan tengah menjadi sorotan. “Ini bukan tentang siapa pendebat terbaik, tetapi tentang siapa yang memahami isu-isu yang penting,” kata Nixon. Dengan saran-saran tersebut, Nixon telah menetapkan parameter untuk beberapa sesi debat pertama.
Debat capres AS berlangsung empat pertemuan. Debat pertama membahas isu-isu dalam negeri disiarkan pada 26 September 1960 dari WBBM-TV di Chicago, stasiun televisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh CBS. Wartawan Howard K. Smith bertindak sebagai moderator dan tiga wartawan lain mengajukan pertanyaan. Debat ini disiarkan secara serentak oleh tiga jaringan televisi. Diperkirakan dua pertiga orang dewasa di AS mengikuti debat itu melalui radio maupun televisi.
Menurt Claudia Bryant dalam “Kennedy-Nixon Debates”, termuat di Encyclopedia of American Political Parties and Elections, aspek paling terkenal dari acara malam itu adalah perbedaan penilaian publik terhadap penampilan masing-masing kandidat. Mereka yang mendengarkan debat melalui radio umumnya merasa Nixon memenangkan debat. Namun, mereka yang menonton debat di televisi justru melihat Kennedy sebagai pemenangnya.
Baca juga: Ketika Sukarno dan Kennedy Berdebat
Penampilan fisik Kennedy di layar kaca menjadi keunggulannya. Ia mengenakan setelah berwarna gelap, sementara Nixon memakai setelan abu-abu yang cenderung menyatu dengan latar belakang abu-abu studio televisi. Selain itu, Kennedy beristirahat dengan baik, dan pada hari-hari menjelang debat, ia menghabiskan waktu di bawah sinar matahari sehingga memiliki kulit kecoklatan yang tampak sehat.
Sebaliknya, Nixon yang sakit selama seminggu menjelang debat mengenakan kemeja tidak pas di bagian kerah, semakin menguatkan kesan ia tengah dalam kondisi tidak prima. Selain itu, jenggot yang baru tumbuh kembali di wajah Nixon yang disamarkan melalui pengaplikasian lazy shave justru membuatnya terlihat kuyu. Lebih buruk lagi bagi Nixon, panas dari lampu studio membuatnya terus berkeringat.
Penampilan Kennedy dalam debat pertama meningkatkan citra publiknya hingga mampu menandingi Nixon. Belajar dari debat pertama, Nixon tak hanya mempersiapkan materi terkait isu-isu yang akan dibahas pada debat kedua, tetapi juga mempersiapkan penampilannya dengan baik. “Saya tahu bahwa saya harus melawan kesan visual dari debat pertama. Sebuah rutinitas minum milkshake empat kali sehari membantu saya menambah berat badan, dan kali ini saya setuju untuk menggunakan riasan wajah,” kata Nixon.
Debat kedua pada 7 Oktober 1960 membahas kebijakan luar negeri AS. Sejumlah topik dalam debat di antaranya tentang Castro-Kuba, spionase dan penembakan pesawat mata-mata U-2 milik AS oleh Uni Soviet, hingga menurunnya pamor AS di kancah dunia.
Debat ketiga yang diselenggarakan pada 13 Oktober 1960 salah satunya membahas sikap AS atas rencana Tiongkok terhadap dua pulau kecil di Pasifik, Quemoy dan Matsu, yang diklaim oleh Taiwan. Menurut sejarawan AS, Theodore H. White dalam The Making of the President 1960, berbeda dengan dua debat sebelumnya, para kandidat berada di tempat yang berbeda saat melangsungkan debat ketiga. Kennedy berbicara dari New York, sementara Nixon dari Los Angeles. Sementara itu, terkait dampaknya terhadap audiens, menurut survei Nixon dianggap berhasil memberikan penampilan terbaiknya dalam debat ketiga ini.
Debat terakhir diselenggarakan di New York pada 21 Oktober 1960. Yang menarik, White menyebut debat keempat merupakan debat yang paling suram karena kedua kandidat hampir tidak memiliki hal baru yang dapat dikatakan. Hereka hanya mengulangi semua hal yang telah dibahas dalam tiga debat sebelumnya. “Anehnya, jumlah penonton yang paling banyak pada debat pertama dan sedikit menurun pada debat kedua dan ketiga, kemudian kembali meningkat pada debat terakhir dan hampir menyamai jumlah penonton pada debat pertama,” tulis White.
Beberapa minggu setelah rangkaian debat capres dilangsungkan pemungutan suara. Kennedy meraih suara terbanyak dengan selisih suara sangat tipis dari Nixon, yakni 49,7% berbanding 49,5%. Dalam sebuah jajak pendapat terungkap bahwa lebih dari separuh pemilih telah dipengaruhi oleh debat capres, sementara 6% pemilih menyatakan debat capres telah menentukan pilihan mereka. Meski begitu sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa debat tidak secara signifikan mempengaruhi pilihan suara secara keseluruhan.
Baca juga: Tragedi Kematian John F. Kennedy
Partai Republik percaya Nixon memenangkan debat, sementara Partai Demokrat juga yakin Kennedy yang memenangkannya. Debat capres sering dianggap sebagai faktor penentu kemenangan Kennedy. Bryant menyebut penjelasan untuk kontradiksi ini mungkin terletak pada fakta bahwa kampanye pilpres berlangsung sangat ketat sepanjang musim panas dan musim gugur 1960, di mana setiap keuntungan kecil yang diperoleh Kennedy dari penampilannya dalam debat cukup berperan besar dalam memastikan kemenangannya.
“Sebagai hasil dari penampilannya, Kennedy tak hanya mampu memenangkan sebagian dari pemilih yang belum menentukkan pendukung, tetapi juga mampu meningkatkan antusiasme terhadap pencalonannya di antara banyak anggota Partai Demokrat yang meragukan kualifikasinya,” tulis Bryant.
Debat Kennedy-Nixon tak hanya mengukuhkan preferensi publik terhadap televisi daripada media cetak maupun radio sebagai sumber berita, tetapi juga menandai dimulainya era baru dalam politik AS dan dunia. Debat kemudian menjadi sarana standar untuk menginformasikan gagasan dan kebijakan kandidat capres kepada para pemilih.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar