PASANGAN capres-cawapres telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum pada 10 Agustus 2018. Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin berhadapan dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Penentuan cawapres ini cukup mengejutkan. Tentu menarik bila kita mengetahui cerita di balik penentuan pasangan itu. Seperti halnya dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) pada Pilpres 2004.
Dalam biografi terbaru, Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden karya Robert Adhi Ksp, terungkap bagaimana SBY diusulkan menjadi capres dan JK sebagai cawapres.
Suatu ketika di tahun 2003, Sofjan Wanandi selaku ketua Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) menjadi pembicara dalam Musyawarah Nasional Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) di Hotel Hard Rock, Bali. Pembicara lain adalah SBY yang menjabat menteri koordinator politik dan keamanan (menkopolkam). Sofjan mengenalnya sejak menjabat menteri pertambangan dan energi pada 1999.
“Bagaimana saudara-saudara kalau kita jadikan SBY presiden?” tanya Sofjan.
Banyak anggota HKI berteriak, “Setujuuu.”
SBY tersenyum. Dia kemudian menulis di secarik kertas kecil: “Sdr. Sofjan, apakah Anda serius?” Sofjan menulis jawabannya juga pada kertas kecil: “Serius, Pak.”
Setelah kembali ke Jakarta, Sofjan menemui SBY di kantor Menkopolkam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
SBY kembali bertanya, “Sdr. Sofjan, saudara mengusulkan saya menjadi presiden. Apakah saudara serius? Bukankah saya tidak punya apa-apa.”
“Saya serius, tapi dengan syarat wakil presiden harus berasal dari kalangan pengusaha,” kata Sofjan.
Sofjan menawarkan dua nama pengusaha: Ketua Kadin Aburizal Bakrie (Ical) atau Menko Kesra Jusuf Kalla.
“Kalau Pak SBY mau pilih pengusaha,” kata Sofjan, “saya akan galang dana dari pengusaha untuk mendukung Pak SBY.”
Sofjan kemudian mengatur pertemuan SBY dengan Ical. Setelah tiga kali pertemuan, Ical menolak menjadi cawapres karena merasa partainya, Golkar lebih besar dari Demokrat, partai baru yang didirikan SBY.
Ical juga akan maju menjadi capres. Namun, dalam konvensi Partai Golkar, dia kalah oleh Wiranto. Kandidat lain yang kalah, Prabowo Subianto mendirikan partai baru, Gerindra, dan Surya Paloh mendirikan Partai NasDem. Wiranto berpasangan dengan Salahuddin Wahid di Pilpres 2004.
Setelah Ical menolak, Sofjan beralih ke JK. Ternyata, JK juga menolak menjadi cawapres. Alasannya, JK mengatakan, “Pak Sofjan, saya tidak mau. Dia susah ambil keputusan.”
“Kalla tidak ingin berpasangan dengan SBY yang dinilainya lemah dan tidak mampu mengambil keputusan segera,” kata Sofjan.
Belakangan, Sofjan tahu kalau JK ingin menjadi cawapres Megawati Sukarnoputri. Namun, pertemuan JK dan Mega tak membuahkan hasil. “Jusuf Kalla berpikir, Megawati sebagai calon presiden harus lebih dulu memintanya menjadi wakil presiden. Namun, sesuai kultur Jawa, Megawati sebagai perempuan menunggu dipinang,” kata Sofjan.
Megawati memilih Ketua PBNU K.H. Hasyim Muzadi di Pilpres 2004. JK akhirnya bersedia menjadi cawapres SBY dengan perjanjian tertulis tentang pembagian tugas dengan SBY.
Karena mendukung SBY-JK, Sofjan “berkelahi” dengan abangnya, Jusuf Wanandi, yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi. Mereka tak berbicara selama tiga bulan sampai didamaikan oleh ibunya, Katrina, ketika liburan keluarga ke Tiongkok.
Pilpres 2004 diikuti lima pasang. Karena tak ada yang memperoleh suara lebih dari 50%, putaran kedua mempertemukan SBY-JK dan Megawati-Hasyim Muzadi. SBY-JK terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dengan raihan suara 60,62%.
SBY dan JK berpisah pada Pilpres 2009. SBY berpasangan dengan Boediono sedangkan JK sebagai capres berpasangan dengan Wiranto. SBY-Boediono keluar sebagai pemenang dengan suara 60,80%.
Pada Pilpres 2014, Sofjan kembali memainkan peran memasangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dengan JK. Jokowi-JK terpilih sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019.
“Sofjan tidak hanya mengusulkan, tetapi juga mengajak teman-temannya di Apindo untuk mendukung kami,” kata JK.
Sebelumnya, Sofjan dan JK yang mengusulkan Jokowi kepada Megawati agar walikota Solo itu menjadi calon gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Jokowi-Ahok terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Menurut Sofjan, kepentingan Apindo sebenarnya hanya berkaitan dengan soal upah pekerja. Pengusaha meminta agar kenaikan upah lebih reasonable agar tidak memberatkan dunia usaha. Soal itu, Jokowi meminta Ahok untuk menerima para pengusaha Apindo. Namun, Ahok mengatakan, “Saya tidak mau diatur.”
“Itu menjadi pertemuan pertama saya sekaligus terakir dengan Ahok sebagai pejabat,” kata Sofjan.
Pada Pilpres 2019, peluang JK menjadi cawapres tertutup. Hingga batas akhir pendaftaran capres-cawapres pada 10 Agustus 2018, Mahkamah Konstitusi belum menyidangkan uji materi Pasal 169 huruf N UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Partai Perindo pada 10 Juli 2018. Perindo menganggap pasal ini membatasi jabatan cawapres sebanyak dua periode baik berturut-turut maupun tidak. Gugatan ini menjadi sorotan karena JK menjadi pihak terkait dalam uji materi tersebut.
Baca juga:
Gaji Tiga Presiden
Presiden Suka Momotoran
Kala Prabowo Mempersunting Putri Soeharto