Masuk Daftar
My Getplus

Wardiman Menyambut Kemerdekaan

Dia rela kehilangan uang pensiunannya dengan memilih RI. Dia bahkan membawa anak-anaknya juga mendukung RI.

Oleh: Petrik Matanasi | 05 Sep 2023
Kapten Wardiman, mantan opsir KNIL yang mendukung RI (Petrik/Historia)

Waktu tentara Jepang kalah dan Indonesia merdeka, Didi Kartasasmita berusaha mengumpulkan para bekas perwira tentara kolonial Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) yang tersebar di Jawa. Banyak perwira KNIL Jawa yang dikenalnya. Salah satu tujuan Didi adalah Kapten Wardiman Wirjosapoetro di Songgom, perbatasan Jawa Tengah-Jawa Barat. Tidak sulit bagi Didi menemukannya di sana pada akhir 1945.   

“Di Songgom saya berhasil menemui Kapten Wardiman. Secara pribadi saya tidak mengenalnya, sebab usia Kapten Wardiman jauh di atas saya. Ketika saya masih berdinas di KNIL, ia sudah pensiun. Kabarnya Kapten Wardiman pernah menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili para pensiunan KNIL. Akan tetap dia sudah lama tidak aktif di kemiliteran. Kapten Wardiman sangat antusias mendengarkan misi saya,” kenang Didi dalam Didi Kartasasmita: Pengabdian Kepada Kemerdekaan.

Baca juga: Sulitnya Mundur dari Dinas Militer

Advertising
Advertising

Wardiman sudah 21 tahun absen di dunia militer. Masa dinas Wardiman sebagai perwira di KNIL, menurut catatan Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit: De Indonesische Officieren uit het KNIL 1900-1950, dari 1910 hingga 1924 saja. Dia pensiun dini.

Wardiman, putra pendiri Bank Rakyat Indonesia (BRI), merupakan orang yang diharapkan Didi. Menurut Witarsih, salah satu cucunya, Wardiman adalah menantu Tjitrokoesoemo, bupati Karanganyar yang pernah menjadi ketua Boedi Oetomo. Wardiman pernah pula menikah dengan ipar Ki Hajar Dewantara. Dengan penjelasan dari Didi, Wardiman akhirnya pada 1945 memilih mendukung RI, bukan NICA-Belanda yang ingin berkuasa lagi di Indonesia.

“Memang, NICA pasti membutuhkan kita,” kata Kapten Wardiman kepada Didi Kartasasmita. “Saya akan menyokong usaha-usaha saudara.”

Wardiman membuktikan kata-katanya. Mendukung RI yang berseberangan dengan Belanda tentu membuat Wardiman kehilangan uang pensiunnya yang cukup besar sebagai pensiunan kapten KNIL.

Namun dengan bekal pengetahuan dan pengalamannya sebagai perwira KNIL, menurut catatan Moehkardi dalam Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Fisik 1945 sampai dengan 1949, Wardiman dipercaya menjadi wakil direktur Akademi Militer Yogyakarta dengan pangkat Kolonel. Saat itu adik kelas Wardiman di KNIL yang sama-sama pernah ditempatkan di Kalimantan, yakni Oerip Soemohardjo, telah menjadi Kepala Staf Umum di Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta.

Baca juga: Bercanda Gaya Akademi Militer

Wardiman tidak sendiri mendukung RI. Anak lelaki tertuanya, Imam Soewongso, juga seorang “kiblik” yang ingin bersumbangsih pada perjuangan kemerdekaan berbekal kemampuannya menerbangkan pesawat udara. Menurut buku Siapa Dia Staf Pertahanan Keamanan, Imam Soewongso pernah menjadi Leerling Vlieger (siswa penerbang) pada Vlieg en Waarnemerschool der Militarie Luchtvaart KNIL. Bersama Sunaryo dan Abdulrachman Saleh, Imam adalah anggota Vrijwilliger Vlieger Corps (VVC) alias korps penerbang sukarela di Surabaya.

Seiring dengan pembentukan BKR Djawatan Oedara, cikal-bakal Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), Imam dilatih menerbangkan pesawat lagi oleh Agustinus Adisucipto yang telah diangkat menjadi Wakil KSAU II. Menurut Irna HN Suwito dkk. dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia Perjuangan AURI 1945-1950, Imam bersama Mantiri dan Iswahjudi termasuk pilot pertama yang dihasilkan Republik Indonesia. Sewaktu BKR Oedara mendirikan Sekolah Penerbangan, Imam dilibatkan.  

Baca juga: Pilot Bumiputra Pertama

“Pada tanggal 7 Februari 1946 datanglah di Pangkalan Udara Bugis sebuah rombongan. Mereka mengambil pesawat terbang yang telah dijanjikan akan diterbangkan ke Maguwo. Bantuan ini sangat besar artinya bagi kelancaran Sekolah Penerbang di Yogyakarta. Iswahyudi dan Imam Suwongso Wiryjosaputro ditunjuk sebagai instruktur,” tulis Irna dkk.

Namun bukan hanya Imam anak laki-laki Wardiman yang mendukung RI. Untung Suwignjo —yang sedang sekolah kehewanan di Surabaya— juga disuruhnya untuk menjadi militer republik. Anjuran sang ayah pun diikuti Untung. Jika kakaknya menjadi penerbang, Untung menjadi perwira teknik di AURI. Anak laki-laki Wardiman yang lain lagi, Dartojo Ranoeatmodjo, juga bergabung dengan Republik Indonesia.

Seperti anak-anaknya, Wardiman juga akhirnya bergabung dengan AURI setelah membantu di Akademi Militer Yogyakarta yang mencetak para jenderal Angkatan Darat. Wardiman yang pernah menjadi kepala penerbangan sipil di Angkatan Udara itu mencapai pangkat terakhir Komodor Udara. Di Tentara Nasional Indonesia (TNI), Wardiman tidak bisa berdinas lama, karena laki-laki kelahiran 29 Oktober 1889 ini pada 1950 telah berusia lebih dari 60 tahun. Dia kemudian melanjutkan masa pensiunnya.*

TAG

auri perang kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Pelaut Madura dalam Sejarah Indonesia Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Lika-liku Opsir Luhukay Kisah Pasukan Gabungan AURI-ALRI Menahan Gempuran Belanda Koes Plus dan Mantan Perwira AURI Seragam Batik Tempur Misteri Pembela Omar Dani Sosok Sukarno dan Pak Dirman dalam Kadet 1947 Tragedi Pesawat Angkatan Udara di Mata Utami Suryadarma Posisi AURI dalam Insiden Laut Aru