Masuk Daftar
My Getplus

Koes Plus dan Mantan Perwira AURI

Koes Plus pernah rekaman bersama Dimita. Perusahaan rekaman yang menaungi banyak artis top tanah air itu tapi akhirnya bangkrut.

Oleh: Petrik Matanasi | 12 Des 2023
Suasana di studio rekaman Mesra Records, salah satu label milik Dimita (repro "100 Tahun Musik Indonesia")

SEBAGAI pemuda yang mengalami masa revolusi kemerdekaan, Mohammad Sidik Tamimi alias Dick Tamimi beruntung pernah kuliah di Technisch Hogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) Bandung meski tidak sampai lulus. Orang-orang seperti dirinya dibutuhkan untuk membangun negara setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Sukarno-Hatta.

Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) merupakan salah satu yang membutuhkan banyak tenaga untuk membangun dirinya. Meski dilanda berbagai macam kekurangan termasuk pesawat dan segala suku cadangnya, alat negara yang baru berdiri pada 9 April 1946 itu berhasil menghimpun banyak teknisi muda. Dick salah satu di antaranya.

Pemuda kelahiran Karawang, 13 Februari 1922 itu mulanya bagian dari Divisi Siliwangi di Jawa Barat. Sebagaimana disebutkan Sutrisno dalam Marsekal TNI Suryadi Suryadarma, Dick pernah ditugasi sebagai perwakilan Divisi Siliwangi di Singapura. Dalam masa penugasan inilah dia dikenalkan dengan pilot veteran Angkatan Laut Amerika yang bernama Robert Earl Freeberg alias Bob Freeberg. Pilot ini kebetulan punya pesawat Dakota. Dari perkawanan Dick-Bob itu, pemerintah RI berhasil menyewa Dakota milik Bob.

Advertising
Advertising

“Ia diperbantukan pada Angkatan Udara Republik Indonesia untuk membeli pesawat terbang,” catat Irna Hanny Nastoeti Hadi Soewito dkk dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950.

Baca juga: Yon Koeswoyo: Selamat Tinggal Penyanyi Tua

Hidup Dick kemudian tak jauh dari urusan pesawat. Ia kemudian berkenalan dengan seorang Burma bernama Shavage. Dari Shavage, Dick berhasil mengenal H Keegan, orang Australia yang ingin menjual pesawat Avro Anson. Harga pesawat itu adalah 12 kg emas.

Setelah dibeli AURI, Avro Anson itu kemudian dibawa oleh Iswahjudi dan Halim Perdanakusumah. Namun pesawat ini jatuh di Tanjung Hantu pada 4 Desember 1947 dan kedua penerbangnya terbunuh.

Namun, kiprah Dick dalam dunia penerbangan tak diteruskannya setelah tentara Belanda angkat kaki dari Indonesia. Pada 1953, Dick keluar dari AURI dengan pangkat akhir Kapten. Dia lalu makin mendekatkan diri dengan dunia elektro. Selain suka musik, Dick suka radio –yang di masa revolusi adalah barang penting AURI dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dick lalu bekerja sebagai sound engineer (penata suara) di studio rekaman Irama.

Studio Irama bukan sesuatu yang asing bagi Dick. Sebab, pemiliknya adalah Suyoso Karsono. Dia juga salah satu perwira AURI di masa revolusi.

Namun, Dick tidak lama di Irama. Hasrat entrepreneur-nya tak “mengizinkan” Dick berlama-lama kerja pada orang.

“Dick kemudian mendirikan Dimita Moulding Industries pada 1954 yang membawahi dua label yaitu Mesra dan Melody,” tulis Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia.

Baca juga: Yon Koeswoyo: Senandung Cinta Susi

Label milik Dick kemudian sukses menampung banyak musisi. Antara lain sebuah band keluarga yang dipimpin Koestono Koeswoyo alias Tonny Koeswoyo. Orang mengenalnya sebagai Koes Bersaudara.

Sebelum dengan Dimita, band tersebut pernah rekaman bersama Irama. Di Irama, pada 1962 band ini merilis lagu “Dara Manisku” dan setahun kemudian  merilis “Pagi Yang Indah” dan “Bis Sekolah”.

Setelah keluar dari penjara pada 1965, Koes Bersaudara berusaha membuat album lagi. Pada 1967, bersama Mesra Record, Koes Bersaudara merilis album To The So Called The Guilties dan Djadikan Aku DombaMu setahun kemudian. Meski kedua album tersebut mengikuti perkembangan musik di luar negeri, di dalam negeri penjualannya tak begitu laris. 

Baca juga: Tangga Lagu tentang Penjara

Setelahnya, Koes Bersaudara bubar. Penyebabnya drumer mereka, Koesnomo Koeswoyo alias Nomo, mengundurkan diri.

Tonny Koeswoyo selaku pentolan Koes Bersaudara berupaya membangun band baru dengan beberapa personel eks Koes Bersaudara. Pada akhir 1969, sebuah band baru yang dipimpin Tonny muncul, namanya Koes Plus.

“Optimisme Koes Plus sepertinya bersambut gayung dengan optimisme sang produser rekaman, Dimita Record,” tulis Jacky Chauzaky, Nandang S., dan Hannoeng M. Noer dalam Koes Plus: Dari Pagi yang Indah hingga Menjelang Senja.

Bersama Melody record, Koes Plus langsung merilis album Dheg Dheg Plus. Di dalamnya terdapat lagu “Cintamu Telah Berlalu”, "Kelelawar”, “Derita”, “Tiba Tiba Aku Menangis”, “Manis dan Sayang”, dan “Kembali ke Djakarta”. Album ini dianggap album Volume 1 Koes Plus.

Di bawah label milik perusahaan Dick Tamimi itu, Koes Plus merilis hingga 7 album. Tak hanya ketika baru dirilis, lagu-lagu dalam album-album tersebut banyak disukai orang bahkan hingga jauh setelah melewati zamannya.

Baca juga: The Singing Commodore

Selain Koes Plus, Dimita juga menampung artis-artis top lain seperti Benyamin Sueb, Ernie Djohan, Dara Puspita, Panjaitan Bersaudara (Panbers) dan banyak nama populer lain di zaman sebelum era digital itu. Nama artis Betawi multitalenta Benyamin juga besar sebagai penyanyi bersama Dimita.

“Sudah sejak tahun ’60-an Ben tekun menulis lagu. Akan tetapi, Ben masih belum percaya diri untuk tampil sendiri membawakan lagu-lagu ciptaannya. Memang ada faktor lain yang menghalanginya, seperti kesibukan kerja sehari-hari yang menguras tenaganya. Situasi ini perlahan-lahan berubah, ketika di tahun 1970, melalui perantaraan Ateng, Ben akhirnya berkenalan dengan Bing Slamet di Studio Dimita. Ben memang sudah lama ingin lagunya dinyanyikan Bing, penyanyi dan pelawak kondang yang memang salah satu idolanya. Di sana, selain A. Rachman dan Rachmat Kartolo, juga ada Zainin yang bekerja di bagian mastering,” tulis Wahyuni dalam Kompor Mleduk Benyamin S: Perjalanan Karya Legenda Seni Pop Indonesia.

Namun, bersama musisi yang sedang jadi idola ternyata bukan jaminan Dimita bisa bertahan. Bisnis tetaplah bisnis. Dikelola secara profesional pun, tetap ada faktor X yang bisa membuatnya pailit. Itulah yang dialami Dimita. Pada 1974, Dimita bangkrut kendati album-album musisinya tergolong laris manis. Sudah pasti lagu yang disukai rawan dibajak dan pembajakanlah biang kerok kebangkrutan Dimita.*

TAG

auri tni au musik

ARTIKEL TERKAIT

Muslim Penting dalam Musik Pop Kisah di Balik Alat Musik Kesayangan Squidward Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Sebelum Ahmad Albar Sukses di Indonesia Di Balik Lagu “Nuansa Bening” Papa T. Bob dan Lagu Anak Dion (Seolah) Diselamatkan Angka Lima Konser Band yang Memekakkan Telinga Muhammadiyah dan Musik