top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Selamat Tinggal Penyanyi Tua

Dunia musik tanah air kehilangan salah satu musisi besar. Punya andil mengabadikan Koes Plus.

5 Jan 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Yon Koeswoyo (kiri, memainkan gitar) dan Koes Plus. (dokumentasi keluarga).

KENDATI selera musik berganti, para penggemar lamanya dimakan usia, Yon Koeswoyo masih bernyanyi dari panggung ke panggung. Dia ingin mengabadikan lagu-lagu Koes Bersaudara/Koes Plus, kelompok musik legendaris Indonesia yang pernah berjaya di era 1960 hingga 1980-an.


“Saya ingin lagu-lagu Koes Plus abadi sampai seribu tahun nanti,” ujarnya.


Yon Koeswoyo lahir dengan nama Koesjono di Tuban, Jawa Timur, pada 27 September 1940, dari pasangan Koeswojo dan Atmini. Koeswojo seorang priyayi; terakhir bekerja sebagai pegawai Departemen Dalam Negeri. Atmini ibu rumah tangga. Yon anak keenam dari sembilan bersaudara.


Yon belajar musik secara otodidak. Ia bisa memainkan gitar (rhytm). Tapi, berkat gemblengan Tonny Koewoyo, kakaknya, dia jadi penyanyi handal. Suaranya bening. Kadang nakal.


Bersama saudara-saudara lelakinya, Yon membentuk sebuah kelompok musik menjelang tahun 1960-an. Mula-mula namanya Koes Bross, lalu ganti Koes Brothers, Koes Bersaudara, dan akhirnya Koes Plus. Yon jadi vokalis dan memainkan rhythm, Tonny (melodi), Nomo (drum), dan Yok (bass, vokal). Masuknya Murry, orang dari luar keluarga besar sebagai pengganti Nomo, menjadi dasar pemilihan nama Koes Plus.


Koes Bersaudara merilis album (piringan hitam) pertama Angin Laut pada 1963. Sambutannya lumayan tapi belum cukup untuk membantu kebutuhan keluarga besar ini. Untuk menambah penghasilan, mereka mengamen dari rumah ke rumah dan pentas dari panggung ke panggung.


Kala itu Indonesia dilanda demam musik ngak-ngik-ngok, istilah yang dipakai Presiden Sukarno untuk menyebut musik Barat. Demi mendorong kepribadian dan kebudayaan nasional, pemerintah melarang musik ngak-ngik-ngok.


Meski ada larangan, Koes Bersaudara kerap menyanyikan lagu-lagu Barat demi memenuhi keinginan penggemar. Dampaknya, pada 29 Juni 1965, personel Koes Bersaudara ditangkap dan dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Khusus Glodok. Mereka dibebaskan sekira tiga bulan kemudian.


Yon sempat kuliah di jurusan arsitektur Universitas Res Publica (kini, Universitas Trisakti). Ketika Tonny, kakaknya, menantangnya untuk memilih kuliah atau musik, Yon memutuskan berhenti kuliah. Lagian situasi politik lagi tak menentu. Universitas Res Publica jadi sasaran demo. Mahasiswa-mahasiswanya kena screening, upaya penguasa untuk menyaring mahasiswa-mahasiswa yang diduga komunis.


Pada 1967, Koes Bersaudara sempat merilis dua album (piringan hitam), Jadikan Aku Dombamu dan To Tell So Called the Gulties, yang berisikan sejumlah lagu yang mereka ciptakan selama di penjara. Namun kondisi ekonomi lesu. Udangan pentas sepi.


Koes Bersaudara vakum. Para personelnya, yang sudah berkeluarga, harus mencari cara untuk bertahan hidup. Yon sendiri melakoni jual-beli celana. Sempat pula membeli Fiat 1100 dan menjadikannya taksi gelap. Tapi mereka tetap latihan, kecuali Nomo.


Tonny akhirnya mendepak Nomo sebagai pemain drum dan menggantikannya dengan Murry. Pada 1969, Koes Bersaudara ganti nama jadi Koes Plus. Perlahan Koes Plus menapaki puncak popularitas.


Setelah Tonny meninggal dunia pada 1987, Koes Plus nyaris tenggelam. Pada 1993 Koes Plus mencoba bangkit, sekalipun harus bongkar-pasang personel. Ketika Yok dan Murry akhirnya mundur, Yon menjadi satu-satunya personel Koes Plus yang masih bertahan.


“Saya tidak meninggalkan mereka tapi saya yang ditinggalkan,” ujar Yon.


Bersama sejumlah anak muda, Yon bermain dari panggung ke panggung; membawakan lagu-lagu Koes Plus. Sesekali dia membuat dan menyanyikan lagu-lagu anyar. Sempat pula tampil sebagai penyanyi solo lewat album Hanya Mimpi dan Lantaran.


Zaman berganti. Namun Yon terus berdendang, melawan tubuh dan suaranya yang menua. Mirip lagu yang dibawakannya.


Oh penyanyi tua lagumu sederhana

Lagu dari hatinya terdengar dimana mana

Oh penyanyi tua lagumu sederhana

Mulutnya pun tak ada dan anehnya banyak penggemarnya

O siapa itu o ku tak tahu


Pagi, 5 Januari 2018, Yon Koeswoyo tutup usia. Selamat jalan.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Mengintip Kelamin Hitler

Mengintip Kelamin Hitler

Riset DNA menyingkap bahwa Adolf Hitler punya cacat bawaan pada alat kelaminnya. Tak ayal ia acap risih punya hubungan yang intim dengan perempuan.
bottom of page