Masuk Daftar
My Getplus

Soeyono Apes Setelah Kudatuli

Saat Peristiwa Kudatuli pecah, Kasdam Jaya-nya SBY, pangdamnya Sutiyoso. Soeyono yang apes.

Oleh: Petrik Matanasi | 31 Jan 2024
Letjen TNI Soeyono di pelataran kantornya, Dephankam, dengan satu kaki masih diperban akibat kecelakaan sepeda motor. (Repro "Soeyono Bukan Puntung Rokok")

Kabar duka datang dari Letjen (Purnawirawan) Soeyono Soetikno. Mantan Kepala Staf Umum (Kasum) ABRI itu meninggal dunia hari ini, Rabu (31/1/24), pukul 02.38 WIB di RS Eka Cibubur. Nama pria kelahiran Malang, 13 Maret 1943, itu mulai mencuat setelah peristiwa penyerengan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta, yang dikenal sebagai Kudatuli.

Seumur-umur dalam hidupnya, 26 Juli 1996 adalah hari tersial dalam hidupnya. Hari itu, Letnan Jenderal Soeyono sedang berada Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara. Ia ikut serta dalam perjalanan lintas Sulawesi bersama rombongan motor besar. Soeyono menunggang Harley Davidson kesayangannya. Namun nahas menghampirinya.

“Motor Harley-Davidson yang dikendarainya sulit dikendalikan ketika melewati sebuah tikungan dan menabrak jembatan,” catat Benny S Butarbutar dalam Soeyono Bukan Puntung Rokok.

Advertising
Advertising

Soeyono terpaksa masuk rumah sakit. Tumit kaki kirinya serta lengan kirinya bermasalah. Dia pun harus menahan nyeri ketika terbang pulang ke Jakarta.

Sesampainya di Jakarta, Soeyono tak bisa beristirahat dengan tenang. Sebab di hari dia menabrak jembatan, sebuah kerusuhan terjadi di Jakarta. Para pendukung Megawati yang berada kantor PDI, Jalan Diponegoro 58 Menteng, diserbu preman yang dibekingi tentara. PDI pecah jadi dua: PDI Soerjadi yang didukung rezim Orde Baru dan PDI Mega. Peristiwa 27 Juli 1996 tersebut menjadi pemantik bagi PDI Mega untuk terus melawan kekuasaan otoriter dan kemudian berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Kawasan Menteng sebagai kawasan elit ibukota adalah bagian dari wilayah KODAM V/Jaya yang membawahi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Saat kerusuhan itu, panglima KODAM (Pangdam) tersebut Mayor Jenderal Sutiyoso dan Kepala Staf KODAM (Kasdam) adalah Brigadir Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Soeyono sebagai Kasum lebih tinggi jabatannya dibanding keduanya.

Namun, nasib Soeyono dengan kedua jenderal teritorial itu berbebda. Setelah kerusuhan, karier Sutiyoso dan SBY tergolong aman. SBY dimutasi ke Palembang menjadi Kasdam lalu naik jadi pangdam Sriwijaya setahun setelahnya. Sutiyoso untuk beberapa waktu tetap Pangdam di DKI dan setahun kemudian menjadi Gubernur DKI. Sedangkan Soeyono dicopot dari Kasum ABRI pada Agustus 1996.

Pemberhentian Soeyono dan pemberhentian Mayor Jenderal Syamsir Siregar dari jabatan kepala Badan Intelijen ABRI (Ka BIA), menurut Institut Studi Arus Informasi dalam Peristiwa 27 Juli 1996, kerap dikaitkan dengan Kudatuli.

Banyak sarjana menilai, peristiwa Kudatuli juga tak lepas dari intrik di dalam tubuh ABRI. Saat itu, konflik antara “ABRI Merah-Putih” dan “ABRI Hijau” kian keras. Selaku Kasum ABRI, Letjen Soeyono berlawanan kubu dengan Kassospol ABRI Letjen Syarwan Hamid dan juga KSAD Jenderal R. Hartono.

Setelah peristiwa itu, tak ada jabatan mentereng lagi yang diduduki Letjen Soeyono. Mantan pangdam Diponegoro ini kemudian ditarik ke Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Keamanan RI (Sekjen Dephankam) hingga 1998 menjelang masa pensiunnya.

Di masa ini, konflik Soeyono dengan Syarwan, yang sudah menjadi Menteri Dalam Negeri, masih berlanjut. “Ada perang verbal Mendagri Letjen TNI Syarwan Hamid dengan Sekjen Dephankam Letjen TNI Soeyono. Syarwan, menjabat Kassospol ABRI ketika peristiwa 27 Juli 1996 meletus, merasa dipojokkan oleh komentar Soeyono,” demikian diberitakan Ummat Volume 4, 1998.

Setelah itu, Soeyono pensiun. Di masa pensiunnya, berbagai jabatan organisasi pernah dipegangnya, seperti ketua umum Harley Davidson Club Indonesia (HDCI). Soeyono juga sempat menjadi ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).

Organisasi yang dipimpin Soeyono itu pernah diketuai bapak mertuanya, Brigadir Jenderal Sugandhi Kartosubroto (1923-1991) yang mantan ajudan Presiden Sukarno. Soeyono sendiri juga punya pengalaman sebagai ajudan presiden, yakni di masa Soeharto. Ibu mertua Soeyono adalah Siti Aminah alias Mien Sugandhi (1934-2020) yang pernah menjadi Menteri Negara Urusan Peranan Wanita di Kabinet Pembangunan VI. Soeyono menikahi Sribudhi Mintorosasi Kartosubroto, putri semata wayang pasangan Sugandhi dan Mien Sugandhi.

Soeyono adalah lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang tahun 1965. Di masa mudanya, dia pernah bertugas di Batalyon 401 di Srondol, Semarang. Batalyon raider tersebut sebelumnya dikenal sebagai Batalyon 454, yang pernah dipimpin Letnan Kolonel Untung (1926-1966). Waktu Soeyono berada di batalyon itu, sebagian prajuritnya masih ada yang menjalani masa skrining dari aparat Orde Baru.

Sepanjang kariernya sebagai perwira infanteri, Soeyono pernah menjadi komandan Batalyon Infanteri Mekanis 201 di Jakarta. Pernah pula dia menjadi Wadanpussenif Kodiklat TNI AD, lalu Ajudan Presiden. Setelah menjadi ajudan presiden, dia menjadi Kasdam Sriwijaya lalu pada 1993 menjadi pangdam Diponegoro sebelum ke Mabes sebagai Kasum.

TAG

sejarah militer tni ad 27juli sejarah-orba

ARTIKEL TERKAIT

Menggugat Peristiwa 27 Juli sebagai Pelanggaran HAM Berat Bumi Manusia Dilarang Kejaksaan, Dikagumi Ibu Tien Kisah Petrus Saat Kudatuli Meletus Operasi Pelikaan Ditolak, Gagak Bertindak di Ibukota Republik Menjelang Blitzkrieg di Ibukota Republik Dari Penaklukkan Carstensz hingga Serangan VOC ke Kesultanan Gowa Setelah Inggris Menjadikan Bekasi Lautan Api Saat Pelantikan KSAD Diboikot Hans Christoffel Memburu Panglima Polem Memori Getir Pembantaian Hama