Masuk Daftar
My Getplus

Pensiunan KNIL Menipu di Salatiga

Mengaku menangkap raja Timor seorang diri, serdadu KNIL ini menjadi Ksatria Militer Orde William.

Oleh: Petrik Matanasi | 04 Mar 2024
Makam Victor J. Aghten. (oorlogsgravenstichting.nl).

SEBUAH pesta perayaan digelar di Salatiga pada 23 Juni 1931. Penyelenggaranya Victor Joannes Aghten, pria kelahiran Antwerpen, Belgia, 17 Desember 1876. Pesta besar-besaran itu terkait dengan perayaan dirinya yang telah 25 tahun menjadi Ridders Militaire Willemsorde (MWO) alias Ksatria Orde Militer William kelas empat.

Bintang MWO kelas empat biasanya diberikan kepada orang yang bertindak luar biasa dalam pertempuran, semisal menerobos benteng pertahanan lawan atau melumpuhkan pemimpin pemberontak. Penerima bintang tersebut dianggap memberikan kesetian, keberanian, dan ketangguhannya untuk Kerajaan Belanda.

Bintang MWO yang diterima Victor sendiri berdasar pada Koninklijk Besluit 23 Juni 1906 nomor 16. Victor, yang disebut koran De Locomotief sebagai pensiunan bintara tinggi di KNIL, mengaku dirinya dianugerahi bintang penghargaan tersebut karena dulunya berjasa dalam penangkapan raja Timor dalam perlawanan rakyat di Nusa Tenggara Timur tahun 1906 dan dia melakukannya sendirian. Dalam operasi militer di daerah tersebut, Kapten Hans Christoffel sang “Jagal Aceh” terlibat di dalamnya pula.

Advertising
Advertising

Oleh karenanya Victor menghelat pesta untuk mensyukurinya. Sebuah panitia yang terdiri dari orang-orang kelas menengah, dibentuk untuknya. Bahkan, penggalangan dana diadakan untuk dirinya.

Pesta itu menggemparkan garnisun tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) di Salatiga. Koran De Sumatra Post (24 Juni 1936) dan Deli Courant (14 Agustus 1936) menyebut para perwira KNIL hadir guna memberi penghormatan pada Victor. Dalam acara itu, dirinya mendapatkan hadiah mahal berupa jam meja dan kotak rokok perak. Sehari-harinya, pada tahun-tahun tersebut Victor bekerja sebagai akuntan di Hotel Kali Taman, tempat pesta tersebut diadakan.

Namun, pesta tersebut menarik perhatian Departement van Oorlog alias Departemen Peperangan yang kemudian mengadakan penelitian. Rupanya ada kekeliruan. Nama Victor Joannes Aghten tidak termasuk Ksatria MWO. Dalam buku berisi daftar nama ksatria MWO yang terbit di Jakarta tahun 1939, Verzameling van Dagorders Betrekking Hebbende, nama Victor J. Aghten juga tak ada.

Akhirnya Victor Aghten dikasuskan oleh Departemen Peperangan ke pengadilan Raad van Justitie (tempat orang Belanda disidangkan) di Semarang. Dua bintara yang mengumpulkan donasi pun juga kena getahnya. Keduanya harus memberikan kesaksian sambil menanggung malu. Victor kemudian didenda 50 Gulden atau kurungan satu bulan sebagai hukumannya karena ikut memalsukan salah satu lambang kerajaan. Victor lalu minta masalah itu diselesaikan secara kekeluargaan.

Victor Aghten bukanlah ksatria MWO, dia hanya seorang pensiunan KNIL. Sebenarnya dia bisa hidup nyaman sebagai pensiunan tentara, asal tanpa menipu dan tak terlibat masalah, serta bergaya hidup sederhana. Namun, faktanya dia berkasus sehingga hidupnya sebagai pensiunan jadi sengsara.

Kesengsaraannya sebagai pensiunan kian bertambah akibat Perang Pasifik pecah. Sebagaimana umumnya orang-orang Belanda pada zaman pendudukan Jepang, Victor juga menghuni kamp tawanan perang Jepang. Dia ditempatkan di Kamp 7 Ambarawa, yang merupakan kamp tawanan perang.

Arsip OGS menyebut Victor yang menganut Katolik itu meninggal pada 15 Agustus 1945 di Ambarawa dalam usia 68 tahun. Jasadnya kemudian dimakamkan dengan baik di Ereveld Kalibanteng, Semarang, yang merupakan makam korban perang yang kebanyakan berisi orang Eropa. Kasusnya di Salatiga lalu tak diingat lagi.*

TAG

knil

ARTIKEL TERKAIT

Ibu dan Kakek Jenifer Jill Siapa Penembak Sisingamangaraja XII? Thomas Nussy versus Anak Cik Di Tiro Hukuman Penculik Anak Gadis Dulu Para Sersan Berserikat Pengawal Raja Charles Dilumpuhkan Orang Bali Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Setelah Gerard van Daatselaar Ditawan Kombatan Minahasa dalam Serangan Umum Persahabatan Sersan KNIL Boenjamin dan dr. Soemarno