HENING di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata Jakarta Selatan pecah pagi itu. Sekira 50 orang dari Ikatan Keluarga Nusa Tenggara Timur yang ada di Jakarta berarak menuju petak E-15. Di sana, di tengah barisan nisan dari pahlawan tak dikenal, terdapat satu makam bersama.
Pada kepala nisan tertulis: Pahlawan Kapal Tudjuh. Pada makam tersebut terdapat 21 kerangka jenasah korban yang gugur di atas kapal Zeven Provincien, 10 Februari 1933.
“Gagasan tabur bunga di makam ini tercetus sejak acara Natal tahun lalu. Dan memang salah satu yang dikuburkan di sini adalah Martin Paradja, yang berasal dari pulau Sawu di NTT. Secara momentum pula, hari ini, 4 Februari, tepat peringatan peristiwa kapal Zeven Provincien,” ujar Jos, salah satu koordinator acara tabur bunga.
Baca juga: Tentang Tiga Tokoh Pemberontakan Kapal De Zeven Provincien
Tino Kawilarang, cucu Josias Kolondam Kawilarang, salah satu pelaku pemberontakan De Zeven Provincien juga turut hadir dalam ziarah tersebut. Kepada Historia dia menceritakan peran kakeknya menakhodai kapal perang Angkatan Laut Hindia Belanda itu.
“Beliau itu kan navigator yang baik. Dia berusaha mengemudikan kapal, menghindari karang-karang yang banyak di sekitar pelabuhan Ulehle,” ujar Tino. Josias Kolondam Kawilarang salah satu korban selamat dari kapal Zeven Provincien. Dia meninggal pada 1960.
Kedua puluh satu nama yang dikubur bersama itu terpatri pada tembok penghormatan yang berdiri tak jauh dari pintu masuk Taman Makam Pahlawan. Sebelum Taman Makam Pahlawan Kalibata dibangun pada 1953, 21 jasad kelasi De Zeven Provincien dimakamkan di Ancol. Namun, karena kawasan tersebut semakin sumpek, Presiden Sukarno memerintahkan pembangunan taman makam pahlawan di Kalibata, Jakarta Selatan. Pada Hari Pahlawan 10 November 1954, Presiden Sukarno meresmikan Taman Makam Pahlawan Kalibata sebagai tempat pemakaman yang baru menggantikan Ancol.
Baca juga: De Zeven Provincien Kapal Hukuman
Pada 10 Februari 1958, kerangka para matros De Zeven Provincien turut dipindahkan ke Kalibata. Mereka adalah: Paradja, Gosal, Rumambi, Kuluot, Kesehung, Getinoatu, I Duwan Njoman, Aritonang, Amir, Moh. Basir, Suwandi, Sugino, Sakam, Miskam, Misman, Sukimin, Sukirto, Simun, Sukiran, Jasir dan Kemas Umar.
Kisah De Zeven Provincien sepi dari ingatan. Namun demikian, pemerintah era Sukarno telah memberikan penghargaan berupa gelar perintis kemerdekaan kepada seluruh nama pelaku De Zeven Provincien.
“Kami mendapat surat dari pemerintah berupa sertifikat sebagai perintis kemerdekaan anumerta, tanpa tunjangan. Dan kami mencoba mengajukan nama Josias Kolondam Kawilarang sebagai nama salah satu kapal perang Indonesia,” kata Tino.
Pada acara itu pula, perwakilan masyarakat NTT berencana mengajukan nama Martin Paradja, menjadi salah satu nama jalan utama di NTT. “Sebab hingga hari ini, nama jalan di sana didominasi nama pahlawan dari luar Nusa Tenggara,” ujar Barnabas Luis Rame, ketua Ikatan Keluarga Masyarakat Sawu Se-Jabodetabek.*
Baca laporan khusus pemberontakan kapal De Zeven Provincien sebagai berikut: