Masuk Daftar
My Getplus

Dianggap PKI, Marsudi Dibui

Dia orang yang solutif bagi Soeharto. Mantan Heiho dan anak buah Soeharto ini di era Orba malah dicap PKI.

Oleh: Petrik Matanasi | 29 Jan 2024
Tiga perwira tinggi AD yang punya peran dalam perjalanan karier Kol. Marsudi, anak buah Soeharto semasa di Jogja. Saat Ali Murtopo dan Sutopo konflik, Marsudi kena "getahnya".

Ketika Indonesia baru saja merdeka, Soeharto tinggal di sekitar Wirogunan, Yogyakarta. Dekat dengan Dokter Sukiman, yang kemudian menjadi ketua Masyumi. Meski sebagai satu komandan tentara yang kuat di Yogyakarta, Soeharto yang hanya lulusan SD itu masih belum dianggap mengerti politik. 

“Nah ketika di rumah Sukiman ada diskusi, dia datang ingin mendengar. Tapi dia bingung, kemudian mencari masukan kesana-kemari. Piye? Piye? Nah kemudian dia ketemu Pak Marsudi, bekas Heiho. Pak Marsudi sudah punya hubungan dengan Kelompok Pathuk. Pak Harto lalu diajak mendengar diskusi,” kata Dayino dalam buku yang disusun Eros Djarot dkk., Siapa Sebenarnya Soeharto.

Selama beberapa bulan, Soeharto menjadi pendengar setia di Marx House yang terletak di Pathuk, Yogyakarta. Di sana, beberapa intelektual terkemuka tanah air aktif berdiskusi dengan para pemuda dari berbagai latar belakang, tak terkecuali mereka yang dicap kiri. Soeharto menjadi dekat dengan orang-orang Pathuk yang sering keluar-masuk markasnya. Tak hanya Marsudi, tapi juga Sjam Kamaruzaman yang belakangan terlibat G30S.

Advertising
Advertising

Marsudi saat itu sudah menjadi perwira intelijen dengan pangkat letnan satu. Sewaktu Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin Letkol Soeharto, seperti dicatat Robert Elson dalam Soeharto: Sebuah Biografi Politik, Marsudi menjadi perwira intelijen yang mengorganisir warga kota Yogyakarta untuk membantu pasukan gerilya yang menyerang kota Yogyakarta.

“Sebagai asisten intel Pak Harto, yang pertama kali masuk ke Yogya adalah pasukan Marsudi,” jelas Soemitro dalam otobiografinya yang disusun Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari '74.

Jauh setelah serangan umum tersebut, Marsudi terus bertugas di ketentaraan. Dia tetap sebagai intel. Soemitro menyebut Marsudi sebelum akhir dekade 1960-an lebih banyak menjadi perwira di belakang layar.

Baru di tahun 1967 Marsudi “di depan layar”. Dia secara resmi diangkat menjadi direktur Opsus –singkatan dari Operasi Khusus, sebuah lembaga intelijen tidak resmi di dalam Kostrad-nya Mayjen Soeharto– yang dipimpin Kolonel Ali Moertopo, yang juga memiliki jabatan di Badan Koordinasi Intelijen (BAKIN). Pada akhir dekade 1960-an, pangkat Marsudi sudah kolonel.

Namun, intrik politik mengubah jalan hidup Marsudi. Penggantian Kepala BAKIN Mayjen Yoga Sugama dengan Mayjen Sutopo Yuwono membuat hubungan Opsus dan BAKIN berubah dari “mesra” menjadi “rival”. Sutopo merupakan rival Ali di BAKIN. Rivalitas itu merembet ke dalam Opsus. Marsudi yang –bagian dari kelompok Ali Moertopo tadinya aman– jadi terkena imbasnya.

Menurut Soemitro, Marsudi dianggap dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh Angkatan Darat. Konon dia ikut membantu berdirinya Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang sektiar 1965 terafiliasi dengan PKI. Hal itu dijadikan “amunisi” untuk menyerang Marsudi.

“Orang-orang yang sependapat dengan versi ini mengkait-kaitkan pula dengan eratnya hubungan Ali dengan Kolonel Marsudi, salah seorang bekas Direktur Opsus, Marsudi adalah PKI,” kata Soemitro, dikutip Heru Cahyono.

Setelah Sutopo Juwono menggantikan Yoga, Kolonel Marsudi ditangkap pada 1969. Dia lalu ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM). Kolonel Marsudi dianggap PKI atau terlibat G30S meski tak ikut menculik para jenderal yang terbunuh pada dinihari 1 Oktober 1965. Penangkapan Marsudi membuat Ali Moertopo kehilangan.

Meski nasibnya dibuat tidak baik, Kolonel Marsudi tidak mendendam kepada Orde Baru (Orba). Terlebih kepada pemimpin tertingginya (Soeharto) yang pernah menjadi atasannya. Marsudi tetap orang yang sangat loyal kepada Soeharto. Dia tetap meyakini Soeharto adalah orang yang sederhana dan lugu. Belakangan, Marsudi menyebut kasus penyelundupan di Jawa Tengah ketika Soeharto menjadi panglima Tentara & Teritoroum IV/Diponegoro sebagai kasus di mana banyak pihak yang mengambil keuntungan dalam penyelundupan tersebut. Sementara, dengan itu Soeharto membangun perumahan prajurit.

TAG

soeharto serangan umum perang kemerdekaan tni ad ali moertopo

ARTIKEL TERKAIT

Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Ledakan di Selatan Jakarta Supersemar Supersamar Sudharmono Bukan PKI Dulu Rice Estate Kini Food Estate Dari Petrus ke Kedung Ombo Soeharto Nomor Tiga, Mendagri Murka pada Lembaga Survei Soeharto Nomor Tiga, Lembaga Survei Ditutup Soeharto, Yasser Arafat, dan Dukungan untuk Palestina