Masuk Daftar
My Getplus

Monster Perempuan dan Ketakutan Laki-laki

Perempuan dianggap berbahaya. Orang Yunani Kuno menciptakan banyak monster berwujud perempuan untuk menampilkan ketakutan mereka.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 05 Apr 2021
Odysseus dan Sirens dalam Mosaik Romawi dari abad ke-2 M. Kini menjadi koleksi Bardo National Museum. (Wikipedia).

Medusa, pendeta Dewi Athena telah menarik perhatian para dewa di Olympus. Salah satunya Poseidon. Sayangnya, dewa penguasa lautan itu tak luput dari nafsu. Dia memperkosa gadis itu di dalam kuil Athena.  

Medusa yang malang. Daripada menghukum Poseidon, Athena justru marah kepadanya karena dianggap mencemari kuil.

Bahkan, Athena mengutuk Medusa menjadi monster mengerikan sehingga tak ada laki-laki yang bakal menginginkannya lagi. Sang dewi perang itu mengubah rambut Medusa menjadi juntaian ular-ular berbisa. Siapapun yang melihat langsung ke mata Medusa, seketika berubah menjadi batu.

Advertising
Advertising

Di dunia Yunani Kuno, Medusa menjadi salah satu monster yang paling ditakuti. “Ia mendominasi mitologi Yunani Kuno,” catat Smithsonian Magazine

Akhir hayat Medusa pun tak indah. Seperti kebanyakan monster di dunia Yunani Kuno, Medusa menemui ajalnya di tangan pahlawan laki-laki. Perseus membunuhnya.

Baca juga: Memuja Dewi Cinta Mesopotamia

Perseus bisa membunuhnya karena mendapat bantuan dari dewa dan dewi. Hermes, sang dewa pembawa pesan, meminjaminya sandal bersayap. Hades, dewa penguasa dunia bawah, membekalinya topi tembus pandang. Dia juga mendapat perisai yang permukaannya seperti cermin dari Athena.

Setelah membunuh Medusa, Perseus menjadikan kepalanya sebagai senjata dan menempatkannya pada perisai milik Athena.

Selain Medusa, masih banyak mitos klasik yang berkisah tentang monster berwujud perempuan mengerikan mati di tangan pahlawan. Yang paling menonjol adalah mitologi Yunani, Romawi, dan Mesir Kuno. 

Jess Zimmerman, kolumnis di The Guardian dalam bukunya Women and Other Monsters: Building a New Mythology mencermati semua cerita tentang monster perempuan selalu digambarkan terlalu marah, terlalu licik, dan terlalu pintar. Mitos-mitos ini diceritakan oleh laki-laki. Misalnya, yang familiar berasal dari penyair Romawi bernama Ovid. Ada pula Homer, salah satu penyair terpenting yang melahirkan epos Iliad dan Odyssey. Pun Hesiod yang hidup di sekitar masa yang sama dengan Homer.

Baca juga: Ratu Mesir di Antara Temuan Baru Saqqara

Masyarakat modern mengenal beberapa di antaranya Sphinx dari drama Oedipus gubahan Sophocles yang hidup sekira 496–406 SM. Ada pula Sirens dalam dongeng Odyssey yang bercerita tentang perjalanan Odysseus, raja Ithaca.

“Apa yang akan dikatakan Medusa tentang kemalangan yang ia alami sebagai hukuman yang tak adil? Apa yang terjadi ketika kita mengeluarkan Sphinx dari drama Oedipus dan membiarkannya ada sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar penghalang pria? Bagaimana dengan Sirens ketika harus melihat semua orang yang mencoba mencintai mereka mati tenggelam?” tulis Zimmerman. 

Laki-laki Penjaga Tatanan Dunia

Sepanjang sejarah manusia dan di semua masyarakat kuno, perempuan memiliki kekuatan signifikan, aktif menopang kehidupan. Di Indonesia, Dewi Sri identik dengan dewi ibu atau dewi kesuburan. Ada pula Dewi Hariti yang dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung anak. 

Begitu juga di kawasan sekitar Mediterania, tempat lahirnya peradaban-peradaban kuno. Masyarakatnya memiliki beragam ekspresi simbolik feminin. Misalnya, masyarakat prapertanian Yunani, bergantung pada Gaia, dewi perwujudan dari bumi dalam mitologi Yunani sebelum era kepemimpinan Zeus.

Namun, itu berubah seiring perkembangan zaman. Kepemimpinan Zeus sebagai raja para dewa kemudian mendominasi kepercayaan bangsa Yunani Kuno seakan dihubungkan dengan hadirnya stabilitas dunia. Begitu pun di antara manusia, muncul pahlawan yang akan membawa tatanan sosial dengan membersihkan bumi dari makhluk-makhluk mengerikan. 

Baca juga: Dewi Sri dan Hariti dalam Masyarakat Jawa Kuno

Debbie Felton, peneliti cerita rakyat dalam sastra klasik khususnya tentang supernatural dan monster, punya pendapat terkait itu. Dalam “Rejecting and Embracing the Monstrous in Ancient Greece and Rome” yang terbit dalam The Ashgate Research Companion to Monsters and the Monstrous, Felton menerangkan bahwa orang Yunani secara teratur mengidentifikasi perempuan dengan keliaran alam yang didefinisikan oleh orang Yunani sebagai apa pun yang ada di luar batas yang teratur.

“Monster dalam mitos Yunani cenderung mewakili kekuatan tak beradab dan tanpa hukum, seperti halnya elemen alam liar yang sering diwakili oleh perempuan mengerikan,” kata Felton. “Unsur-unsur ini untuk ditaklukkan dan digantikan oleh laki-laki pembawa budaya.”

Contohnya, dongeng Perseus, tokoh pahlawan dari generasi paling awal. Termasuk juga Bellerophon dan Heracles atau Hercules menurut sebutan Romawi.

“Mitos awal ini mencerminkan tema masyarakat yang lebih muda dan patriarkal yang menggantikan dunia yang lebih tua,” kata Felton. 

Baca juga: Di Balik Kematian Cleopatra

Dalam dongeng, setelah membunuh Medusa, Perseus melewati Ethiopia di mana dia melihat putri Andromeda dirantai ke batu. Sang putri akan dikorbankan untuk menenangkan monster. Perseus membunuh makhluk itu dengan pedangnya.

“Dengan demikian, dengan memegang lambang budaya yang lebih beradab [pengerjaan logam menjadi pedang], Perseus membuktikan dirinya sebagai pembela masyarakat yang layak,” jelas Felton. 

Pun dalam dongeng Odiseus. Perjalanan pulangnya dari perang melawan pasukan Troy tak berjalan mulus. Dia dan pasukannya kena marah dewa karena telah menghancurkan kuil-kuil mereka saat membumihanguskan Troy. Amukan para penghuni Gunung Olimpus pun membuat armada Odiseus terombang-ambing di lautan selama sepuluh tahun. 

Baca juga: Memperebutkan Sang Ratu Nefertiti

Dalam perjalanannya itu, Odiseus harus berurusan dengan berbagai monster. Di antaranya Sirens.

Dalam tradisi pasca-Homer, Sirens digambarkan sebagai perempuan yang memiliki cakar seperti burung. Sirens memikat para pelaut dengan nyanyiannya yang mempesona hingga mereka tak sadar menenggelamkan diri dan mati. 

“Selain mencerminkan konflik laki-laki dan perempuan yang kita lihat sebelumnya, Sirens juga, mungkin lebih bisa, mewakili bahaya perjalanan laut, bagaimana pelaut tidak boleh membiarkan diri mereka lengah,” tulis Felton.

Baca juga: Harem, antara Fantasi Erotis dan Kenyataan

Ada juga Sphinx, sosok yang populer di Mesir, Asia, dan Yunani. Ia digambarkan sebagai campuran dari berbagai makhluk. Di Mesir Kuno, Sphinx adalah patung bertubuh singa penjaga Piramida Agung Giza yang dibangun sekira 2.560 SM. Kemungkinan dirancang sebagai simbol kekuasaan laki-laki.

Pada abad ke-5 SM, penulis drama Sophocles menulis kisah Sphinx dalam drama Oedipus Rex sebagai monster betina dengan tubuh kucing, sayap burung, yang memiliki kebijaksanaan dan kecerdasan. Sphinx bakal melahap siapa saja yang tak bisa menjawab teka-teki dengan benar. Sampai Oedipus bisa menjawab teka-teki itu. Sphinx putus asa dan menjatuhkan diri ke kematian.

Ketakutan Laki-laki

Kisah-kisah tadi mungkin terdengar fantastis pada masa kini. Tapi sebagai produk imajinasi, makhluk menyeramkan yang diciptakan orang-orang kuno itu menjawab pertanyaan soal apa yang pernah sangat ditakuti manusia pada suatu masa.

Makhluk seperti Medusa dan Sirens berada di antara banyak kisah lain yang bercerita tentang ketakutan pria terhadap potensi destruktif perempuan. Awalnya Medusa seorang gadis jelita, tapi akhirnya dianggap berbahaya.

Baca juga: Calon Arang Memuja Durga Sang Penguasa Penyakit

Sementara Sphinx, tulis Zimmerman, adalah kesimpulan logis dari budaya yang menghukum perempuan karena menyimpan pengetahuan untuk diri mereka sendiri. “Pengetahuan adalah kekuatan, itulah mengapa dalam sejarah modern, laki-laki mengecualikan perempuan dari akses ke pendidikan formal,” jelasnya. 

Karenanya, sebagaimana pendapat Felton, sampai batas tertentu, mitos memenuhi fantasi laki-laki untuk menaklukkan dan mengendalikan perempuan. Ini jelas terlihat dalam mitologi Yunani yang berulang kali menampilkan monster berciri perempuan mati ditaklukkan oleh dewa dan manusia (laki-laki). 

“Kekuatan, tatanan, peradaban, dan patriarki pasti berlaku dalam pemikiran Yunani,” jelas Felton.

Baca juga: Wujud Kuntilanak dalam Sinema dan Naskah

Zimmerman menyebut bahwa monster perempuan memperkuat ekspektasi tentang tubuh dan perilaku perempuan. “Perempuan telah menjadi monster, dan monster telah menjadi perempuan, dalam kisah berabad-abad,” catatnya.

Menurutnya, cerita adalah cara untuk menyandikan harapan dan meneruskannya. Bagaimanapun Yunani memiliki pengaruh pada sastra dan seni masa Renaisans. Lalu seni dan sastra Renaisans juga punya pengaruh besar pada gagasan masyarakat masa kini.

Mungkin itu pun menjelaskan mengapa banyak hantu mengerikan yang legendaris di Asia, khususnya Indonesia, berwujud perempuan.

TAG

romawi yunani perempuan

ARTIKEL TERKAIT

Jurnalis Perempuan Pemberani Diangkat Menjadi Menteri Mengenang Amelia Earhart yang Mampir di Bandung Wanita (Tak) Dijajah Pria Sejak Dulu? Ogah Dipaksa Kawin, Maisuri Kawin Lari Berujung Dibui Bikini dari Paris Kisah Babu Datem dan Upaya Melindungi Pekerja Hindia di Belanda Tante Netje 54 Tahun Jadi Ratu Peringatan Hari Perempuan Sedunia di Indonesia Era Masa Lalu Nasib Tragis Sophie Scholl di Bawah Pisau Guillotine Sisi Lain dan Anomali Alexander