Masuk Daftar
My Getplus

Jual-Beli Semasa Bali Kuno

Tidak jauh berbeda dari sekarang, pasar sebagai tempat jual-beli berbagai barang dan jasa di Bali Kuno diawasi petugas khusus yang dikirim kerajaan.

Oleh: Sulistiani | 20 Okt 2022
Suasana Pasar Sukawati, Bali. (Shutterstock).

Tawar-menawar antara pedagang dan pembeli riuh di Pasar Tradisional Sukawati, Bali, pada 18 Oktober 2022. Pasar yang sudah ada sejak tahun 1983 ini masih menjadi idola wisatawan saat berkunjung ke Bali. Suasana pasar menjadi sensasi tersendiri bagi para wisatawan untuk mengunjunginya.

Pasar Sukawati awalnya merupakan pasar seni patung hasil kreativitas seniman Bali. Seiring berjalannya waktu, rupa-rupa benda tersedia di sana. Pengunjung umumnya membeli berbagai souvenir untuk oleh-oleh.

Baca juga: Akar Sejarah Tawar-Menawar

Advertising
Advertising

Kegiatan jual-beli di pasar sudah ada di Bali sejak sekitar abad IX. Pada masa Bali Kuno, pasar dikenal dengan berbagai istilah seperti pèkèn, tèntèn, pasar, dan rgas pasar. Istilah terakhir merupakan istilah khusus untuk pasar yang buka pada hari-hari tertentu (pasaran).

Pada masa Bali Kuno, rgas pasar terbagi menjadi tiga, yaitu rgas pasar Wijayakranta (pasah), Wijayamanggala (bètèng), dan Wijayapura (kajèng). Ketiganya ditentukan berdasarkan sistem perhitungan astronomi tradisional Bali yang disebut dengan Triwara.

Pasar di Bali tahun 1925. (digitalcollections.universiteitleiden.nl).

Kala itu, jual-beli tidak hanya melibatkan orang Bali saja namun juga orang di luar Bali. Biasanya kontak dengan orang di luar Bali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak ditemukan di Bali atau sebaliknya. Barang-barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari merupakan komoditas utama dalam jual-beli di pasar semasa Bali Kuno.

Makanan, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan ternak, juga diperjualbelikan meskipun pada dasarnya masyarakat dapat menanam atau memelihara sendiri. Biasanya, kelebihan hasil penanaman atau pemeliharaan ternak yang dijadikan bahan jualan. Bahan makanan yang diperjualbelikan umumnya berupa bawang merah, bawang putih, beras, minyak, bumbu, buah-buahan, talas, kemiri, dan kelapa. Ada pula minuman olahan seperti tuak nira.

Baca juga: Melestarikan Alam ala Orang Bali Kuno

Tuak punya “aturan” tersendiri di Bali. Pada masa tertentu, ada ketentuan pajak khusus bagi jual-beli tuak. Ketentuannya tertulis dalam Prasasti Sawan (1023 M). Mengutip prasasti tersebut, Goris dalam buku Prasasti Bali I menyebutkan bahwa pembelian twak (nira) dua pikul tidak dikenakan pajak pada bulan Kartika.

Selain tuak dan bahan makanan nabati, di pasar-pasar Bali masa lalu juga dijual bahan makanan yang berasal dari hewan ternak. Selain celeng atau centen (babi hutan), yang umum dijual adalah wdus (kambing), hayam atau syap (ayam), puyuh (burung puyuh), daker (sejenis burung), itik (itik), dan hayam sawung (ayam aduan).

Baca juga: Ragam Keluhan Rakyat Bali Kuno Pada Penguasa

Hewan-hewan yang dijual itu bukan hanya untuk bahan makanan. Hewan ternak besar seperti sapi atau kerbau juga diperjualbalikan untuk mengolah pertanian, kuda untuk transportasi, dan anjing untuk berburu.

Sebagian masyarakat Bali Kuno aktif memproduksi kerajinan, baik dari kayu, tanah liat, maupun dari logam. Sebagian hasil produksi itu dijual di pasar. Berbagai hasil kerajinan dari logam amat diperlukan masyarakat untuk alat upacara. Itu ditulis dalam Prasasti Bebetin.

Pasar di Bali tahun 1935. (digitalcollections.universiteitleiden.nl).

Selain barang, jual-beli di pasar Bali Kuno juga meliputi bidang jasa. Menurut profesor bidang arkeologi, I Wayan Ardika, jual-beli jasa itu antara lain berupa hal-hal yang terkait busana.

“Terdapat beberapa hal yang berkaitan erat dengan masalah pakaian, antara lain marundan (menenun), mamangkudhu (mencelup kain menjadi merah), mangnila (mencelup kain menjadi biru), wdihan (pakaian), laway (benang), mangjahit wastra (menjahit pakaian), dan mangjahit kajang (menjahit kain),” tulis I Wayan Ardika dalam Laporan Ekskavasi Arkeologi di Desa Pacung, Sembiran dan Julah Tahun 1988.

Baca juga Pakaian Mewah pada Masa Jawa Kuno

Dalam kondisi tertentu, tidak semua barang dapat digunakan untuk jual-beli. Prasasti Bebetin menyebutkan beberapa benda yang tidak boleh dijual.

“Tidak diperkenankan membeli kerbau, sapi, kambing, kapas, benang, kapuk, kacang hijau, beras, kulit penutup kendang, dan batang kayu, asam,” kata prasasti tersebut.

Untuk mengatur jalannya jual-beli di pasar sehingga berlangsung dengan tertib, kerajaan di Singamandawa menempatkan pegawai khususnya untuk menjadi penanggung jawab. Aktivitas jual-beli diawasi oleh kepala pasar (ser pasar).

“Jabatan yang lebih tinggi lagi adalah tapa haji, yaitu pejabat yang mengawasi penduduk dalam melakukan aktivitas perdagangan. Pejabat yang mengurusi penjualan barang-barang Sang Raja disebut dengan dwal haji,” tulis Sunarya dalam Batwan: Sebuah Pemukiman Kuna di Bali. Petugas-petugas itu dibayar menggunakan uang pajak.

TAG

bali pasar

ARTIKEL TERKAIT

ABRI Masuk Desa Demi Golkar di Bali Pulangnya Keris Pusaka Warisan Puputan Klungkung Agung Jambe Dibunuh dan Kerisnya Dirampas Pembantaian di Puri Cakranegara Banjir Darah di Puri Smarapura Koleksi Pita Maha Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi Cara Belanda Mengatur Pasar di Batavia Pesona dari Desa Penglipuran Tio Tek Hong Menjual Senapan hingga Gramofon Sanghyang Dedari, Pertunjukan Penolak Marabahaya dari Bali