CAPE Government Railways, operator kereta api milik pemerintah di Cape Colony, Afrika Selatan, membuka jalur pertama dari Cape Town ke Port Elizabeth pada akhir tahun 1800-an. James Edwin Wide direkrut sebagai petugas kereta api. Bertugas di kota pedalaman Uitenhage, Wide dijuluki “Jumper” karena keahliannya melompat dari satu kereta ke kereta lain yang sedang melaju.
Nahas, pada suatu hari saat tengah bertugas sebagai penjaga kereta, Wide mengalami kecelakaan. Doroty L. Cheney dan Robert M. Seyfarth menulis dalam Baboon Metaphysics, ketika Wide terjatuh, sebuah kereta api yang tengah melintas melindasnya dan menyebabkan kedua kaki penjaga kereta itu harus diamputasi di bagian lutut.
“Dalam upaya putus asa untuk mempertahankan pekerjaannya, Jumper membuat sepasang kaki palsu dengan mengikatkan potongan kayu ke bagian bawah tubuhnya. Ia juga membuat semacam kereta dorong yang membuatnya lebih mudah bergerak,” tulis Cheney dan Seyfarth.
Baca juga:
Bandoola, Gajah Pahlawan Perang Dunia
Prihatin dengan kondisi Wide dan melihat kinerjanya cukup baik, perusahaan setuju untuk tetap mempekerjakannya sebagai pengatur sinyal kereta. Meski begitu, pekerjaan ini tetap saja tak mudah bagi Wide.
Pada suatu pagi, ketika Wide tengah berada di pasar Uitenhage, ia melihat seekor babun muda yang tengah menjadi voorloper atau pemandu lembu. Terkesan dengan kemahiran dan kecerdasan babun chacma itu, Wide membeli hewan tersebut seharga satu shilling dan tiga pence. Wide membawa pulang babun itu dan menamainya Jack.
“Sebuah percakapan tidak biasa terjadi ketika Wide pamit pergi, pemilik lama Jack memperingatkan Jumper bahwa setiap malam Jack harus diberi ‘segelas brendi Cape yang memiliki kualitas bagus’; jika tidak, babun muda itu akan menghabiskan hari berikutnya dengan merajuk dan menolak untuk bekerja,” jelas Cheney dan Seyfarth.
Jack segera dilatih untuk menjadi asisten yang terpercaya. Menurut Michelè Pickover dalam Animal Rights in South Africa, Jack tinggal bersama Wide di pondoknya yang berada sekitar setengah kilometer dari pos pengatur sinyal. Ia membantu pekerjaan rumah tangga, bekerja di dapur, memompa air dari sumur, berkebun, dan mengambil kayur bakar. Setiap hari, setelah mengunci pintu depan pondok, Jack akan mendorong Wide di atas kereta dorong yang dibuat khusus untuk bekerja di sepanjang rel.
“Babun chacma itu juga menjaga James, pernah melawan seorang mandor dengan memukulinya dengan karung batu bara. Dikatakan bahwa mereka berdua memiliki kelemahan pada minuman dan sering mengunjungi pub lokal bersama,” tulis Pickover.
Jack yang cerdas dengan cepat menyerap berbagai pelajaran yang diberikan Wide terkait sistem pengaturan sinyal kereta. Untuk mengajarkan Jack tuas mana yang harus ditariknya ketika mendapat aba-aba dari kereta yang akan melintas, Wide menciptakan kode yang dipahami oleh keduanya.
Baca juga:
Legiun Merpati untuk Komunikasi
Kereta yang mendekat, tulis Tom Mustill dalam How to Speak Whale: A Voyage into the Future of Animal Communication, umumnya akan memberi aba-aba dengan peluit untuk menunjukkan tuas mana yang harus ditarik sesuai urutan. Atas dasar ini, Wide akan menunjuk nomor tuas dengan mengangkat jumlah jari yang sesuai kepada Jack. Cara ini bekerja lancar, dengan Wide memberi Jack beberapa teguk brendi setiap malam untuk membuatnya tetap bersemangat.
Setiap hari Jack bersama Wide menunggu dengan sabar di pos pemberi sinyal dan mendengarkan aba-aba dari kereta yang mendekat. Setiap jalur diberi nomor berbeda. Jika masinis memberikan satu, dua, atau tiga kali aba-aba, Jack akan menukar sinyal dengan cara yang tepat, mengubah arah perjalanan sehingga kereta yang datang tidak akan bertabrakan. Sementara itu, jika masinis memberikan empat kali tanda peluit, Jack akan mengambil kunci gudang batu bara dan membawanya ke masinis. Tak butuh waktu lama untuk Jack memahami semua pelajaran yang diberikan kepadanya. Kinerjanya yang mengagumkan membuatnya dijuluki “Jack the Signalman” atau Jack Si Petugas Sinyal.
Kehadiran Jack tak hanya membantu Wide dalam bertugas, tetapi juga menjadi hiburan bagi para pelancong yang hilir mudik di Uitenhage. Namun, tak semua penumpang terkesan dengan babun chacma itu. Masalah muncul ketika pada suatu kesempatan, seorang wanita terkemuka yang tengah melakukan perjalanan dari Cape Town ke Port Elizabeth terkejut melihat seekor babun tengah mengatur sinyal kereta.
“Penumpang itu melihat dengan pandangan tidak percaya bahwa sinyal kereta sedang diganti oleh seekor babun. Ketika para eksekutif di Cape Town menerima laporannya yang penuh kemarahan, reaksi pertama mereka adalah tidak percaya,” tulis Cheney dan Seyfarth.
Penumpang itu bersikeras bahwa ia benar-benar melihat seekor primata tengah mengatur sinyal kereta. Para pejabat pun mengirim delegasi ke Uitenhage untuk menyelidiki kebenaran laporan tersebut. Penyelidikan itu membuat Wide dan Jack diberhentikan dari tugasnya. Wide dan petugas kereta lain mengajukan banding dan mendesak perusahaan untuk menguji kemampuan Jack.
Perusahaan setuju untuk menguji kemampuan Jack. Mereka menghadapkannya pada serangkaian aba-aba yang dibunyikan dengan peluit kereta api yang rumit dan berubah-ubah dengan cepat di sebuah pos pengaturan sinyal tiruan.
Baca juga:
Pahlawan Berbulu di Perang Dunia II
Hasilnya, Jack terbukti sangat baik dalam pekerjaannya sebagai petugas sinyal kereta. Ia melihat ke dua arah setiap kali sinyal diubah, seakan tengah memeriksa keadaan dan untuk memastikan bahwa kereta api yang melintas akan berada di jalur yang berbeda. Sejak hari itu, babun chacma itu dipekerjakan secara resmi sebagai petugas sinyal dengan bayaran sembilan pence dan satu liter brendi per minggu. Jack bahkan diberi nomor pegawai dari pemerintah.
Sembilan tahun bertugas sebagai pengatur sinyal kereta tanpa melakukan kesalahan, “Jack the Signalman” menjadi ikon populer dan daya tarik wisatawan paling populer di Uitenhage. Industrialis Inggris, Harold Lincoln Tangye, yang mengunjungi kota itu pada akhir abad ke-19, terkesan dengan kecerdasan Jack.
“Di pagi hari, si babun meletakkan troli di atas rel dan tuannya duduk di atasnya dan didorong dengan nyaman ke pos sinyal; bila perlu di bawah arahannya, si babun menarik tuas yang tepat saat ada kereta yang mendekat, dan di malam hari mengantar tuannya pulang lagi,” tulis Tangye dalam catatan perjalanannya, In new South Africa: Travels in the Transvaal and Rhodesia.
Bertahun-tahun sukses sebagai petugas pengatur sinyal kereta, “Jack the Signalman” akhirnya mati tahun 1890 karena tuberkulosis. Kematian Jack meninggalkan duka mendalam bagi Wide yang menyatakan bahwa kebersamaannya dengan babun chacma itu merupakan saat-saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya.*