Legiun Merpati untuk Komunikasi
Penggunaannya untuk komunikasi telah ada sejak ribuan tahun silam. Di masa modern, merpati tetap jadi pilihan.
GORD Young, editor di Lakefield Heritage Research, Kanada, berhasil memecahkan kode rahasia sebuah operasi dalam Perang Dunia II. Dia hanya butuh 17 menit untuk menyingkap pesan yang tertulis di kertas di dalam tabung kecil merah yang terikat di kaki bangkai merpati. Padahal Government Communications Headquarters (GCHQ), badan pemecah kode asal Inggris, tak berhasil menyingkap misteri berusia 68 tahun itu.
"Kami tetap pada pendirian kami pada 22 November 2012 bahwa tanpa akses ke buku kode yang relevan dan penggunaan tambahan enkripsi, pesan ini tak mungkin dipecahkan," ujar seorang juru bicara GCHQ, sebagaimana dilansir bbc.co.uk, 17 Desember 2012.
Menurut Young, dia hanya berbekal buku pengawasan udara Korps Udara Kanada peninggalan pamannya. Kode itu sangat sederhana dan sepenuhnya bergantung pada akronim yang dibuat. Kode itu diyakininya ditulis Sersan William Scott, kala itu berusia 27 tahun, yang bertugas di Normandia, tempat D Day berlangsung, sebagai pelapor posisi Jerman.
Selama ribuan tahun, militer dari berbagai bangsa mempercayakan penyampaian pesan kepada burung merpati. "Merpati merupakan salah satu di antara beberapa teknik/cara tertua komunikasi militer," tulis Christopher Sterling dalam Military Communications: From Ancient Times to The 21st Century.
Raja Ramses III dari Mesir Kuno mengirimkan –dan mendapatkan– berita ke tempat-tempat yang jauh menggunakan merpati-merpati peliharaannya. Raja Sulaiman memiliki sekira 100 ribu ekor merpati yang setia menjalankan tugas. Jenderal sekaligus ahli militer Tiongkok Sun Tzu bahkan menjadikan merpati sebagai salah satu kepercayaan terpentingnya. Peranan merpati terus bertahan melewati zaman.
Semasa Perang Dunia I, kedua pihak yang berseteru mengandalkan kecakapan merpati. Dari palagan inilah muncul bintang bernama Cher Ami, merpati militer AS. Ami yang, sudah tertembak Jerman dan tinggal menyisakan satu mata, berhasil membawa kapsul pesan ke markas komando. 600 prajurit yang terkepung pasukan Jerman akhirnya bisa diselematkan. Pemerintah AS menganugerahinya bintang jasa Service Cross. Cher Ami berhasil diselamatkan, dan setelah kematiannya pada 1919 dipamerkan di Smithsonian Institute.
Pada Perang Dunia II, penggunaan merpati meningkat pesat meski komunikasi menggunakan peralatan elektrik telah maju. "Ketika pertempuran berkecamuk dan semua menembak dengan senapan mesin, bukan serangan gas dan bom, itulah saat kita meminta pertolongan kepada merpati," tulis John Fowler, jenderal Inggris yang menganjurkan penggunaan merpati dalam komunikasi militer, dalam suratnya sebagaimana dikutip John M Kistler dalam Animals in The Military, From Hannibal′s Elephants to the Dolphins of The US Navy.
"Ketika tentara hilang atau dikepung di suatu daerah, kita benar-benar bergantung pada merpati untuk komunikasi."
Selain sama-sama menggunakan merpati, Sekutu maupun Axis berupaya mengggagalkan misi merpati-merpati musuh. Bisa dengan menembak atau menggunakan burung elang untuk memangsanya. Pentingnya merpati membuat Kepala Dinas Merpati Belgia Denuit memilih membunuh 2500 merpati ketimbang musuh menangkapi mereka ketika Jerman menduduki Belgia. "Dengan linangan air mata di wajahnya, dia membakar burung-burung itu hidup-hidup," tulis Kistler.
Di Indonesia, peran penting merpati dibuktikan oleh "Letnan" Merpati Pos, yang beroperasi masa Perang Kemerdekaan. "Karena ketangkasan dan kecerdikannya, merpati pos ini telah dijadikan penghubung antara sebuah pos pasukan TRI dengan pos TRI lainnya di medan pertempuran," tulis Badan Penerbit Almanak RI dalam Album Perang Kemerdekaan 1945-1950.
Tentara NICA-Belanda berusaha menghabisinya ketika memergoki merpati itu sedang terbang. Si merpati hampir kehilangan sayap dan kehabisan darah. Dengan sisa tenaga, ia tetap terbang hingga sampai di markasnya. "Tepat di depan komandan TRI yang ditujunya, jatuhlah sang merpati."
Ia tewas. Sang komandan terharu sembari membaca surat dari rekannya yang dibawa sang merpati. Dia menyerahkan mayat merpati itu ke atasannya, yang lalu menyerahkannya ke museum. Merpati itu mendapat pangkat letnan anumerta.
"Dari merpati," tulis Jenderal John Fowler, "kita mendapatkan semuanya."
Tambahkan komentar
Belum ada komentar