Masuk Daftar
My Getplus

Di Balik Nama Buah Kiwi

Di masa lalu buah kiwi dikenal dengan nama Chinese gooseberry karena bibit tanaman penghasil buah ini disebarkan secara luas dari Tiongkok ke berbagai negara termasuk Selandia Baru. Perang Dingin turut berdampak pada perubahan nama buah tersebut.

Oleh: Amanda Rachmadita | 30 Sep 2024
Buah kiwi dikenal dengan nama Chinese gooseberry sejak awal abad ke-20. Buah ini berganti nama menjadi kiwi di masa Perang Dingin. (Hiperpinguino/Wikipedia).

SETIAP negara di dunia umumnya memiliki julukan atau ikon yang menjadi ciri khas. Julukan yang disematkan dapat berkaitan dengan berbagai hal: letak geografis, bangunan bersajarah, hewan hingga tanaman yang tumbuh di negara itu. Sebagai contoh, Kepulauan Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah dan dilintasi oleh garis ekuator membuat negara ini dijuluki Zamrud Khatulistiwa. Sementara negara tetangga Indonesia, yakni Australia, dijuluki Negeri Kangguru karena hewan tersebut banyak ditemukan di sana.

Kisah menarik muncul terkait dengan julukan Negeri Kiwi yang disematkan kepada Selandia Baru. Sebagian orang menganggap julukan ini berasal dari buah kecil berdaging hijau yang dikenal sebagai buah kiwi. Namun tak sedikit orang yang menganggap bahwa nama kiwi sesungguhnya berasal dari seekor burung berbulu yang tidak bisa terbang. Hewan endemik yang menjadi ikon negara Selandia Baru itu bernama burung kiwi.

“Dinamai kiwi oleh suku Maori karena suara teriakan kawin burung jantan. Berasal dari Selandia Baru, burung kiwi merupakan spesies langka yang betinanya memiliki ukuran lebih besar dan lebih agresif daripada yang jantan. Nama hewan ini kemudian disematkan pula pada buah yang tumbuh subur di wilayah itu dan kini dikenal dengan nama buah kiwi,” tulis Kate Lebo dalam The Book of Difficult Fruit: Arguments for the Tart, Tender, and Unruly (with Recipes).

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Bunga dan Buah pada Zaman Kuno

Kendati tumbuh subur di Selandia Baru, buah kiwi sesungguhnya bukan tanaman asli dari negeri tersebut. Menurut Stephanne Sutton dalam “Actinidia Chinensis”, termuat di majalah Arnoldia, Volume 30, No, 5 (1970), catatan paling awal terkait tanaman merambat berkayu dari genus Actinidia itu berasal dari Pastor d’Incarville, seorang Jesuit yang juga murid dari ahli botani Prancis, Bernard de Jussieu. Sekitar tahun 1741, d’Incarville mengirimkan spesimen Actinidia chinensis yang ia temukan di sekitar Makau kepada de Jussieu.

“Akan tetapi, de Jussieu tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap spesimen tersebut atau entah bagaimana mengabaikannya, karena spesimen ini tidak dideskripsikan hingga lebih dari seratus tahun kemudian ketika Jules Planchon menulis sebuah deskripsi singkat tentang tanaman ini berdasarkan koleksi Robert Fortune dari daratan Tiongkok. Tanaman yang dimiliki Fortune memiliki bunga tetapi tidak berbuah, oleh karena itu Planchon tidak memberikan penjelasan mengenai buahnya yang dapat dimakan,” tulis Sutton.

Di sisi lain, orang-orang Tiongkok mengenal dan memanfaatkan buah dari tanaman merambat itu sebagai makanan. Bahkan dalam sebuah ramuan kuno terdapat referensi yang menjelaskan manfaat buah ini sebagai penyegar dan pelepas dahaga.

Nama lain yang berkaitan dengan sejarah penyebaran buah kiwi adalah Ernest Henry Wilson. Pria Inggris yang dikenal sebagai penjelajah dan kolektor tumbuhan itu disebut sebagai orang Barat pertama yang mencicipi buah ini dan mendeskripsikannya di penghujung abad ke-19. Ia terpesona dengan rasa buah yang lembut dan juga lezat. Dalam catatannya, Wilson mendeskripsikan bahwa pohon yang disebut ‘’Yang-tao’’ di Hupeh, dan “Mao-erh-tao” di Szechuan itu tumbuh subur di ketinggian 2.500 hingga 6.000 kaki. Pohon ini menghasilkan buah yang sangat lezat dengan bentuk bulat atau lonjong dan memiliki kulit tipis, berwarna cokelat, serta berbulu.

Baca juga: 

Riwayat Buah Emas di Tanah Hindia

“Ini adalah buah pencuci mulut yang sangat lezat, dan dapat diolah menjadi manisan. Pada tahun 1900, saya dengan senang hati memperkenalkan buah ini kepada penduduk asing di Ichang, yang langsung menyukai buah ini, dan sekarang dikenal di seluruh Lembah Yangtsze sebagai ‘Ichang Gooseberry’,’’ tulis Wilson sebagaimana dikutip oleh Sutton.

Wilson beranggapan bahwa tanaman ini sangat cocok untuk menjadi tanaman hias di pekarangan dan ia tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap tanaman tersebut. Oleh karena itu, ia mengirim benih tanaman itu ke tempat pembibitan Veitch di Inggris. Bibit Actinidia chinensis yang dikirim Wilson berhasil tumbuh di lingkungan barunya, dan pada tahun 1906, keluarga Veitch dengan antusias mendeskripsikan tanaman itu sebagai “tanaman yang tumbuh dengan cepat dan bernilai tinggi. Memiliki bunga yang sangat indah dan buah yang dapat dimakan dengan rasa yang menyerupai gooseberry matang.’’ Meski tanaman ini telah dikembangbiakkan di Eropa, fokus penelitiannya masih diarahkan terhadap fungsi tanaman tersebut sebagai tanaman hias, bukan sebagai penghasil buah.

Pada awal abad ke-20, bibit pohon kiwi tak hanya dikirim ke wilayah Eropa, tetapi juga Amerika Serikat dan selanjutnya Selandia Baru. Wilson mengirimkan bibit tanaman ini ke U.S. Department of Agriculture (USDA) melalui Konsul Jenderal Amerika di Hankow. Biro Industri Tanaman kemudian meneruskannya ke pusat pembudidayaan Plant Introduction Garden di Chico, California. Bibit tanaman itu lalu disebarkan ke sejumlah tempat pembibitan dan perseorangan untuk dibudidayakan. Bibit yang ditanam oleh USDA di Chico berhasil tumbuh dan menghasilkan buah pada 1910.

Tanaman penghasil buah kiwi mulai dibudidayakan secara komersil di Selandia Baru pada tahun 1940-an, beberapa tahun setelah bibit tanaman ini diperkenalkan ke wilayah tersebut. Para petani Selandia Baru sangat giat dalam mengembangkan buah ini. Mereka melakukan banyak uji coba untuk menghasilkan buah kiwi yang lebih besar dan memiliki rasa yang lebih lezat. Seiring dengan persebarannya yang semakin meluas, buah kiwi juga mendapat berbagai macam sebutan.

Menurut Lebo, salah satu nama yang populer untuk buah ini adalah Chinese gooseberry, mengacu pada titik awal pengiriman bibit tanaman penghasil buah ini yang dimulai dari daratan Tiongkok ke berbagai negara di belahan dunia lain. Selain itu ada pula yang menyebut buah ini dengan nama monkey peach, goat peach, dan goosefruit.

Baca juga: 

Riwayat Durian di Nusantara

Kiwifruit atau kiwi mulai digunakan sebagai nama buah berdaging hijau itu pada tahun 1950-an, ketika para petani yang sebelumnya marak menyebut buah tersebut dengan nama Chinese gooseberry memutuskan untuk melakukan pergantian nama guna mencegah kebingungan di perbatasan Amerika, di mana para petugas bea cukai pada saat itu memberlakukan larangan terhadap buah-buah tertentu dari negara-negara komunis, termasuk Tiongkok,” tulis Lebo.

Perubahan nama ini juga dijelaskan dalam The Cambridge World History of Food yang menulis bahwa buah yang tumbuh liar di Tiongkok pada awal abad ke-20 itu mulanya dikenal sebagai Chinese gooseberry ketika mulai dibudidayakan di Selandia Baru. Namun, saat Revolusi Komunis Tiongkok terjadi pada tahun 1940-an dan menyebabkan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok yang diproklamirkan Mao Zedong, nama “kiwifruit atau kiwi” mulai dipopulerkan, dan dengan demikian memisahkan buah itu dari tanah airnya.

“Penamaan ini di satu sisi dilakukan untuk memudahkan pemasaran di Barat, dan di sisi lain karena buah itu dianggap mirip dengan burung kiwi yang merupakan hewan endemik Selandia Baru, burung kecil yang tidak bisa terbang dan memiliki bulu berwarna cokelat seperti rambut,” demikian tulis buku yang diterbitkan oleh Cambridge University Press tersebut. Nama baru ini memicu kesuksesan yang luar biasa, dan selama tahun 1950-an, luas lahan di Selandia Baru yang dikhususkan untuk menanam buah ini meningkat dengan pesat untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Kini, Selandia Baru menjadi salah satu negara penghasil utama buah kiwi di dunia.*

TAG

kiwi

ARTIKEL TERKAIT

Waktu The Tielman Brothers Masih di Indonesia Jalan Perjuangan Tak Berujung dalam Perang Kota Ketika Media Amerika Memberitakan Sukarno dan Dukun Apotek yang Melahirkan Band Rock Legendaris Indonesia Empat Film Korea Selatan yang Menggambarkan Darurat Militer Senna Si Raja Lintasan Basah The Children’s Train dan Nasib Anak-anak Korban Perang di Italia Karya Seniman Belanda yang Tertinggal di Istana Bogor Seniman Tunanetra di Balik Pengembangan Alat Musik Kolintang Berkah Ditolak Jadi Tentara