Suatu hari di akhir tahun 1958, Kapten Penerbang (Pnb.) Wisnu Djajengminadro mendapat tugas dadakan dari Komandan Komando Group Komposisi (KGK) Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) Mayor Pnb. Omar Dani. Wisnu mesti terbang ke Hanoi membawa mesin pengganti buat pesawat C-47/DC-3 Dakota yang dipiloti Kapten Pnb. John Najoan. Pesawat Najoan mengalami engine trouble di Hanoi dalam penerbangan dengan tujuan akhir Hong Kong.
Wisnu terpaksa terbang lebih awal dari jadwalnya karena masalah mesin Najoan. Dia terbang ke Hanoi dengan co-pilot Kapten Moh. Loed. Rutenya sama dengan rute yang dilalui Najoan: Jakarta-Medan-Bangkok-Hanoi. Penerbangan tersebut berjalan lancar.
Di Hanoi, Wisnu dan Loed menyempatkan diri berkeliling menikmati keindahan Hanoi. Keduanya bahkan diajak Konjen RI Mr. Soedibyo Wirjo Woerdojo makan siang yang tak pernah mereka duga.
“Kami diajak Konsul Jenderel RI Mr. Soedibyo Wirjo Woerdojo untuk makan siang di istana dan Paman Ho sendiri bertindak sebagai tuan rumah,” kenang Wisnu dalam memoarnya, Kesaksian: Memoir Seorang Kelana Angkasa.
Baca juga: Dari Ho Chi Minh hingga Kennedy
Wisnu kemudian ikut bersama Najoan melanjutkan penerbangan ke Hong Kong. Hong Kong merupakan tempat pesawat-pesawat Najoan dan Wisnu akan menjalani overhaul. Kedua pesawat merupakan bagian dari seluruh pesawat C-47/DC-3, PBY Catalina, B-25 Mitchel milik AURI yang harus di-overhaul. Keputusan overhaul dikeluarkan KSAU Suryadi Suryadarma setelah operasi penumpasan PRRI/Permesta berakhir. Maklum, sejak dimiliki AURI pesawat-pesawat itu belum pernah mengalami “pengobatan”.
Pesawat-pesawat itu akan menjalani overhaul di Hong Kong Aircraft Engineering Company (HAECO).
“HAECO, bagian dari Swire Group, dibentuk pada 1950 untuk melayani Bandara Kai Tak. Selama tahun-tahun pertumbuhannya yang stabil, perusahaan telah membangun reputasi global untuk menangani teknis dan pemeliharaan pesawat terbang,” tulis US Department of Commerce, Office of International Marketing dalam Avionics and Aviation Support Equipment Vol. 57.
Proses overhaul dari akhir 1958-1959 itu berjalan lancar. Belakangan, ketika Omar Dani telah menjadi Men/Pangau, AURI kembali mempercayakan HAECO ketika meng-overhaul seluruh pesawat C-130 Hercules-nya. Namun berbeda dari overhaul sebelumnya, di era kepemimpinan Omar Dani overhaul berubah menjadi masalah karena adanya Konfrontasi dengan Malaysia.
“Tiba-tiba terjadi konfrontasi dengan Malaysia, yang berarti konfrontasi pula dengan Inggris. ‘Mal’ yang sudah ada di Hong Kong diminta untuk dikembalikan ke AURI, namun tidak diperoleh ijin ekspor dari Pemerintah Inggris. Waktu itu Hong Kong masih merupakan daerah di bawah pengawasan Inggris,” tulis Benedicta A. Surodjo dan JMV Soeparno dalam Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani.
Baca juga: Omar Dani, Panglima yang Dinista
Setelah penerbangan perdana Najoan-Wisnu tadi, rute penerbangan diubah menjadi: Jakarta-Natuna-Saigon (kini Ho Chi Minh City, bermalam di sana)-Da Nang-Hong Kong. Overhaul itu membuat Wisnu dan beberapa pilot AURI bolak-balik Jakarta-Hong Kong.
Dalam sebuah kesempatan transit di Lanud Ranai (kini Lanud Raden Sadjad), Wisnu dan co-pilot Letnan Udara Hamzana disambut langsung oleh Danlanud Kapten Udara R. Sadjad. Sadjad merupakan opsir AURI yang memiliki reputasi baik dengang gaya unik. Lanud Ranai merupakan salah satu dari sekian banyak lapangan terbang yang dibangun Sadjad.
“Dengan pendekatan-pendekatan pribadinya yang unik Sadjad banyak membuka lapangan baru –yang sering tanpa bekal anggaran. Dari Natuna sampai Selaru (Kepulauan Tanimbar). Instruktur-instruktur Amerika yang diperbantukan pada TNI-AU menjulukinya King Sadjad. Dia memanggil atau memerintahkan anak buahnya dengan menggunakan peluit, dari pagi sampai malam kedengaran: ‘Priiit, priiit, priit,’” kata Wisnu mengenang.
Usai Wisnu dan Hamzana rehat dan ganti pakaian di mess, keduanya diajak Sadjad ke pelabuhan untuk melihat kapal baru Sadjad. Kapal itu merupakan bekas kapal nelayan Taiwan yang terdampar di sebuah pulau di Natuna. Entah dibeli atau bagaimana, kapal itu jadi miliknya. Setelah diperbaiki, kapal itu pun bak kapal pesiar.
Perjalanan ke pelabuhan diantar langsung Sadjad menggunakan jipnya yang di belakangnya terdapat box trailer kecil. Sadjad sendiri yang bertindak sebagai sopir. Di bangku depan sebelah kanan, duduk Hamzana. Wisnu duduk di bangku belakang bersama Letnan Udara Soedarsono yang berposisi di tengah, sementara Letnan Aburisman duduk di box trailer.
Baca juga: Natuna di Mata Penjelajah Eropa
Menjelang dermaga pelabuhan, sesuatu yang tidak dikehendaki datang menghampiri. Sadjad berteriak, “Wah, remnya blong!”
Sementara mobil terus melaju, Sadjad dan Hamzana langsung loncat keluar jip. Wisnu tidak dapat segera keluar karena terhalang Soedarsono yang diam terlihat gamang. Kendati Wisnu berteriak mengajak Darsono loncat, yang diajak tetap diam. Jip plus box trailer berikut Wisnu dan Darsono di dalamnya pun terjun ke laut.
Dengan susah payah, Wisnu keluar dari jip di dalam air. Ketika dia sudah muncul ke permukaan, dilihatnya Sadjad dan Aburisman panik sambil berupaya mencari pertolongan.
Wisnu pun berteriak minta tolong karena Darsono yang tidak bisa berenang masih terjebak di dalam air. Saat itulah dia melihat kepala Darsono muncul ke permukaan, namun segera kembali tenggelam. Tak lama kemudian kepala Darsono kembali muncul ke permukaan. Wisnu yang tak ingin kawannya tenggelam, segera menjambak rambutnya. Sekejap kemudian, Aburisman dan beberapa penduduk menceburkan diri ke air guna membawa Darsono. Darsono selamat.
Di atas, Wisnu mendapati Sadjad panik karena tas kerjanya ternyata ikut tenggelam bersama jip. Padahal, di tas itu ada arloji Rolex-nya dan tumpukan dolar Singapura. Maka Sadjad pun memerintahkan para pencari mutiara lokal menyelam ke dasar laut untuk mengambil tasnya. Tak berapa lama kemudian, tas kerja Sadjad berhasil diangkat.
“Di depan saya Sadjad mengeluarkan isinya. Dia menyisihkan beberapa lembar dollar ratusan basah dan memberikan pada saya. Pelipur lara!” kata Wisnu.