RIBUAN orang berkumpul di Rochester, New York. Di kemah-kemah, di lapangan terbuka, atau di rumah-rumah ibadah, mereka memandang ke langit menanti kedatangan Yesus. Seperti menghadapi hari akhir dunia, banyak yang sudah meninggalkan pekerjaan atau menjual hartanya. Ada yang menyiapkan jubah khusus. Mereka siap menyongsong kedatangan Yesus turun dari surga menjemput umat tebusan.
Namun, hari itu berlalu tanpa terjadi apa-apa. William Miller, sang pencetus gerakan, mengakui bahwa pengharapan kaum Adventis akan kedatangan Kristus yang kedua kali kembali prematur. Hari itu, tanggal 22 Oktober 1844, diperingati sebagai “Hari Kekecewaan Agung”.
Gerakan Miller itu, seperti diulas Joyce A. Leonard dalam Sun Journal, 27 Juli 1991, merupakan awal dari Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK). Advent sendiri berarti kedatangan, diserap dari bahasa Latin, adventus. Pada 22 Oktober 1844, dikenal sebagai Hari Kekecewaan Agung karena Yesus tidak kembali seperti yang diyakini menurut studi nubuatan Gerakan Miller.
Baca juga: Menjejaki Peristiwa Kenaikan Yesus
William Miller mendasarkan perhitungannya atas Kitab Daniel 8:14 tentang akhir zaman yang berbunyi: “Setelah duaribu tiga ratus hari maka tempat kudus itu akan dibersihkan.” Miller memahami satu hari sama dengan satu tahun. Sementara itu, “tempat kudus” dipahaminya sebagai dunia ini. Dan “pembersihan” akan berlangsung pada kedatangan Yesus, sama seperti pada masa Nabi Nuh. Dalam Daniel 9:24, Miller membaca, “Tujuhpuluh kali tujuh masa telah ditetapkan atas bangsamu dan atas kotamu yang kudus.” Miller memahami 70 x 7 masa (490 hari) sama dengan 490 tahun.
Setelah mencocok-tafsirkan dengan peristiwa penting tertentu pada Daniel 8-9, Miller menyimpulkan bahwa titik awal mestilah 457 SM. Titi mangsa itu bertepatan ketika Artaxerxes (Artahsasta I), raja Media-Persia, memerintahkan pembangunan kembali Yerusalem. Maka akhir dari masa 2300 tahun itu berarti saat Advent Kedua, adalah 2300-457= tahun 1843.
Baca juga: Alkitab Seribu Bahasa
Meski perhitungan Miller keliru, sekira 50 orang tetap teguh dalam Gerakan Miller. Mereka terus mempelajari dan menyelidiki Alkitab, terutama nubuatan dalam buku Daniel dan Wahyu. Salah seorang di antaranya ialah Hiram Edson, seorang petani kaya di Port Gibson, New York.
Sehari setelah hari kekecewaan, Edson menyaksikan penglihatan ketika berjalan di ladang jagungnya. Dia menyaksikan langit terbuka dan Yesus sebagai imam besar tampak memasuki bilik yang mahasuci dari bilik kudus di Bait Suci surga. Edson bersama rekannya O.R.L. Crosier dan Dokter F.B. Hahn kemudian menyelidiki peristiwa itu menurut Alkitab. Crosier yang seorang guru kemudian menuliskannya pada Majalah Day-Dawn yang terbit pada musim dingin 1845-1846. Artikel lainnya yang lebih luas pembahasannya ditulis Crosier pada Majalah Day-Star Extra, yang diterbitkan pada 7 Februari 1846.
“Dalam pencerahan yang diterimanya itu, Hiram Edson melihat bahwa Imam Besar Yesus Kristus bukan datang untuk membersihkan dosa, melainkan berpindah dari bilik suci ke bilik mahasuci surgawi pada tanggal 22 Oktober 1844 untuk melakukan pekerjaannya,” catat Pdt. Yohanes Doloksaribu dalam makalah Seminar Sejarah Gereja Advent “Sejarah Penerimaan Sabat di Kalangan Umat Advent Mula-mula”.
Baca juga: Masuknya Kristen di Indonesia
Salinan tulisan Crosier itu kemudian diterima oleh Joseph Bates dan James White. Edson, Bates, serta pasangan suami-istri James dan Ellen White dikenal sebagai pionir Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Pada 1863, GMAHK mulai diorganisasikan menjadi sebuah denominasi Kristen yang baru. Dalam doktrin GMAHK yang disempurnakan kemudian, berpindahnya Yesus ke bilik mahasuci itu disebut sebagai penghakiman penyelidikan (investigative judgement).
“Jadi di satu pihak kaum Adventis mengakui bahwa perhitungan Miller banyak yang tepat, tetapi ia keliru menafsirkan 'Bait Suci Allah' itu sebagai bumi ini, sehingga keliru juga menentukan tanggal yang tepat dari Advent Kedua,” catat Jan Sihar Aritonang, teolog Sekolah Tinggi Teologia (STT) Jakarta dalam Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja.William Millier sendiri wafat pada 1849. Dia tak sempat menyaksikan GMAHK berkembang pesat hingga ke seluruh dunia.
Baca juga: Perjamuan Terakhir Yesus
Umat Advent Hari Ketujuh mendasarkan keyakinan mereka hanya pada Alkitab (Sola scriptura). Karena berpedoman pada Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka tidak merayakan hari Natal sebagai hari kelahiran Yesus. Sebabnya, tiada pasal dalam Alkitab yang menyatakan Yesus lahir pada 25 Desember. Namun, mereka secara berkala melakukan perjamuan kudus yang didahului pembasuhan kaki, sebagaimana amaran Yesus sebelum disalibkan.
Ciri utama lainnya adalah pemeliharaan kekudusan hari Sabat atau Sabtu (hari ketujuh) sebagai hari beribadah. Mereka juga berpantang untuk mengonsumsi binatang yang diharamkan menurut ketentuan Kitab Imamat 11, yang ditulis Nabi Musa. Binatang yang tidak berkuku belah dan memamah biak untuk mamalia seperti babi, dan ikan yang tidak bersisik dan bersirip macam udang, kepiting, atau cumi-cumi, tidak dikonsumsi bagi mereka penganut Advent Hari Ketujuh.
Baca juga: Penginjil Kristen dan Wabah di Tanah Batak
Di Indonesia, pekabaran Advent Hari Ketujuh sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Misi itu dirintis oleh penginjil asal Amerika Ralph Waldo Munson di Padang sejak 1 Januari 1900. Namun, populasi penganutnya cukup banyak di Sumatra Utara dan Sulawesi Utara. Selain itu, Advent Hari Ketujuh cukup dikenal lewat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit Advent) dan pendidikan.
Dilansir dari situs resmi jcadventist.org, GMAHK kini memiliki lebih dari 92 ribu gereja dengan lebih dari 22 juta umat yang tersebar di 212 negara. Dua juta di antaranya di Indonesia.
Kendati 180 tahun sudah berlalu sejak Hari Kekecewaan Agung, umat Advent Hari Ketujuh masih setia menanti kedatangan Yesus yang kedua, dan meyakini waktu itu sudah dekat.*