Vice yang Menyibak Tabir Kebohongan Amerika
Kisah wapres yang bukan sekadar “King of Silent”. Manuver politiknya yang mengubah tatanan politik dunia dikemas dalam komedi hitam.
ALARM di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat meraung-raung pada pagi 11 September 2001. Dengan tatapan kosong, Wakil Presiden (Wapres) Dick Cheney (diperankan Christian Bale) menyaksikan layar televisi yang menayangkan serangan teroris terhadap gedung kembar World Trade Center (WTC). Ia akhirnya dievakuasi paksa oleh anggota Secret Service (pasukan pengaman presiden dan wakil presiden).
Jam menunjuk pukul 9.38 pagi saat sang wapres tiba di Presidential Emergency Operations Center. Sejumlah pejabat dan staf keamanan tampak panik, tapi tidak dengan Dick. Sementara, Presiden George Walker Bush (Sam Rockwell) masih mengudara dengan Air Force One. Di pundak Dicklah segala keputusan eksekutif bertumpu.
Bersama dengan sejumlah sisipan adegan dan footage tentang perang global terhadap terorisme, momen itu membuka film biopik bertajuk Vice garapan sutradara Adam McKay. Dikemas dalam drama-komedi hitam, biopik itu mengisahkan tentang Dick sebagai wapres yang punya wewenang setara dengan presiden.
Baca juga: Richard Jewell dalam Kemelut Bom Olimpiade
Namun sebelum menyibak wewenang apa saja yang dipegang Dick saat itu, McKay lebih dulu menarik mundur alur cerita untuk menyingkap masa lalu sang wapres. Tepatnya pada medio 1963, saat Dick terpaksa mengubah jalan hidupnya.
Dick saat itu seorang buruh perakit kawat yang punya kebiasaan mabuk-mabukan dan berkelahi. Lynne Vincent Cheney (Amy Adams) istrinya sampai mengancam akan mencampakkannya jika Dick tak jua berubah dan meluruskan hidupnya. Dick yang insyaf ketimbang diceraikan, akhirnya kuliah lagi. Setelah lulus, ia menjajal peruntungannya dalam program magang Gedung Putih pada 1969.
Baca juga: Wind River, Potret Kehidupan Pribumi Amerika
Di saat itulah ia mulai mengenal dan banyak belajar di bawah naungan Donald Rumsfeld (Steve Carell), anggota Kongres yang juga penasihat ekonomi Presiden Richard Nixon.
Perlahan tapi pasti, Dick mulai menikmati jaringan politiknya yang meluas baik di antara para staf Gedung Putih maupun dengan para politikus Partai Republik. Saat Gerald Ford naik jadi presiden menggantikan Nixon yang mengundurkan diri, Dick merasakan berkahnya. Dia dipromosikan jadi kepala Staf Gedung Putih, kemudian menteri pertahanan.
Dick kemudian masuk dalam daftar calon wapres atau presiden dari Partai Republik. Namun ia memilih pamit dari panggung politik. Ia sadar keluarganya bisa jadi sasaran hujatan karena putri bungsunya, Mary Cheney (Alison Pill), diketahui seorang lesbian.
Dick beralih membangun kariernya di bisnis minyak hingga menjadi CEO perusahaan multinasional Halliburton Co. Di masa-masa itu keluarganya hidup bahagia.
Baca juga: Percy Melawan Perusahaan Raksasa
Pada milenium baru, tetiba ia mendapat telepon dari George W. Bush yang menginginkannya jadi cawapres dalam pilpres Amerika tahun 2000. Dick memberi syarat, setuju dipinang asal tak sekadar jadi simbol alias diberi wewenang lebih oleh Bush di bidang energi, militer, dan kebijakan luar negeri. Kendati kontroversial, pasangan Bush-Dick menang tipis dari pasangan Al Gore-Joe Lieberman asal Partai Demokrat.
Dengan wewenang lebih yang diberikan Bush, Dick pun menempatkan banyak sekutu politiknya di berbagai sendi kehidupan politik Amerika. Antara lain memanggil kembali Donald Rumsfeld, yang “diasingkan” sebagai perwakilan tetap Amerika di NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara), menjadi menteri pertahanannya.
Setelah itu, cerita kembali ke momen ke awal, di mana Dick memegang peranan penting di belakang keputusan-keputusan presiden terhadap perang global terhadap terorisme. Tidak hanya menginvasi Afghanistan, Dick bermanuver dengan sejumlah intrik untuk memaksa Menteri Luar Negeri Colin Powell (Tyler Perry) mengumumkan di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Amerika akan menginvasi Irak dengan dalih kepemilikan senjata pemusnah massal.
Hal itu menimbulkan rantai kejadian yang mengubah peta politik dan dinamika internasional sebagaimana yang kita lihat saat ini. Bagaimana intrik-intrik itu dilakoni Dick di masa kepresidenan George W. Bush? Tonton selengkapnya hanya di aplikasi daring Mola TV.
Bukan “King of Silent”
Drama, konflik, dan komedi yang menyatu dalam satu paket bukan hal bagi komposer Nicholas Britell untuk melengkapinya dengan music scoring. Ragam genre menjadi keniscayaan, mulai dari tembang-tembang khas 1960-an kala alur cerita mundur ke masa lalu Dick, hingga irama-irama komikal dan lantunan simfoni melankolis seiring perjalanan karier Dick.
Di situlah kecakapan Britell dibuktikan. Ia sukses menyajikan music scoring yang selalu cepat berganti seiring perubahan-perubahan cerita.
Justru editorlah yang kurang cakap. Potongan-potongan scene-nya kurang rapi dan cukup mengganggu. Terlebih saat sisipan foto atau footage lawas tetiba datang.
Selain hal teknis itu, menurut sejumlah kritikus, Vice juga cenderung fokus pada satir atau komedi hitam kendati McKay melabelinya sebagai biopik. Alhasil, kendati dianggap gagal menggali lebih dalam kepribadian sang wapres, McKay menyajikan aktivitas-aktivitas politik Dick yang mengundang humor sekaligus ironi.
“Fungsi sentral biopik mestinya memperdalam pemahaman kita tentang subyeknya. Seperti Bohemian Rhapsody, misalnya. Vice tak sedikitpun mendekati fungsi itu. Ketika premis filmnya berfokus pada seorang subyek yang membentuk sejarah dunia saat ini, Anda pasti ingin mendapatkan kedalaman lebih dari yang disajikan,” tulis Matthew Norman dalam kolomnya di Evening Standard, 25 Januari 2019.
Meluruskan Fakta
Dick memang tak pandai berorasi. Namun, ia pemikir yang tajam. Maka, ia bukan sekadar simbol dan bukan “King of Silent” sebagaimana pada wapres terdahulu. Kebijakan-kebijakan Presiden George W. Bush tak lain adalah hasil dari “desain” politik Dick.
Dick pintar memanfaatkan kemarahan publik Amerika akibat 9/11 untuk menjustifikasi tindakan-tindakannya, terutama invasi ke Irak, walau akhirnya terkuak itu hanya topengnya untuk menguasai ladang-ladang dan jalur-jalur pipa minyak.
Vice membuka tirai tentang apa dan bagaimana manuver-manuver legal eksekutif yang diambil tanpa persetujuan legislatif di masa darurat. Berbekal dukungan negara-negara sekutu Amerika, wewenang itu menjadikan eksekutif, baik presiden maupun wapres, seperti punya otoritas absolut yang tidak hanya melampaui konstitusi Amerika tapi juga dunia.
Baca juga: The Whistleblower yang Membuka Borok PBB
Posisi itulah yang memungkinkan Dick menjadi otak di balik peran Amerika sebagai “polisi dunia” pasca-9/11. Sebagai “polisi dunia”, sejumlah skandal kemanusiaan global lain kemudian menyusul, mulai dari penyiksaan tahanan di Kamp Guantanamo dan Abu Ghraib hingga invasi ke Irak.
Wapres yang hobi memancing itu tak pernah menyesal meski telah memicu rangkaian kejadian yang mengubah tatanan politik dunia, khususnya Timur Tengah. Dari Afghanistan, konflik melebar ke Irak, Suriah, hingga negara-negara Arab di Afrika Utara. Semua gegara Dick memaksakan klaim: Al-Qaeda punya keterkaitan dengan milisi di Irak utara pimpinan Abu Musab al-Zarqawi yang kemudian melahirkan ISIS. Eksesnya adalah Islamofobia di dunia Barat yang masih kuat sampai saat ini akibat aktivitas-aktivitas terorisme ISIS dan Al-Qaeda.
Sebagai penambah buat generasi kekinian memahaminya, McKay menyisipkan data-data statisitik di akhir film. Selain angka kematian serdadu Amerika yang mencapai lebih dari 4.000 jiwa, ada juga catatan korban sipil Irak lebih dari 600 ribu, atau saham perusahaan minyak Halliburton yang melonjak 500 persen sejak invasi ke Irak.
“Hal terbesar yang dilakukannya adalah melancarkan perang (di Irak) dan nyatanya kemudian dalihnya palsu. Pada titik itu kita mulai menyadari fakta bahwa pemerintah kita tidaklah bekerja melayani kita dan terdapat agenda-agenda terselubung yang tidak mewakili kepentingan publik. Ia mengubah pandangan kita terhadap pemerintah tapi kemudian, akui saja, hasilnya Timur Tengah menjadi tidak stabil. Lalu lahirnya ISIS. Perang juga memperbesar utang tiga kali lipat dan membuat ekonomi dunia kolaps,” tutur McKay kepada National Public Radio, 3 Januari 2019.
Baca juga: A Private War, Perang Batin si Wartawati Perang
Namun, apa yang jadi suguhan Vice tentu tak 100 persen lurus pada fakta-fakta historis. Selain ada beberapa tokoh politik yang dihilangkan karena keterbatasan durasi, beberapa pengisahan kejadian pun tak sesuai fakta.
Contoh pertama, misal, tentang Donald Rumsfeld yang disebutkan narator sebagai veteran pilot jet tempur Angkatan Laut (AL) Amerika. Padahal, ia tak pernah sekali pun berada di balik kokpit pesawat jet tempur meski pernah bertugas sebagai penerbang dan instruktur AL Amerika pada 1954-1960.
Mengutip Air Force Times, 3 Maret 2003, Rumsfeld yang bertugas di USNR (kesatuan cadangan AL) Pangkalan AL Anacostia dan Pangkalan AL Grosse Ile, hanya pernah memiloti pesawat anti-kapal selam Grumman S-2 Tracker. Ketika kemudian sudah menjadi instruktur, ia sekadar menerbangkan pesawat latih T-6 Texan dan T-28 Trojan. Ketiga pesawat itu digerakkan baling-baling, bukan mesin jet.
Penggambaran lain Vice yang melenceng adalah ketika Dick memulai program magangnya pada 1968. Ia dideskripsikan langsung dimentori Rumsfeld. Pada kenyataannya, Dick mulai jadi staf magang di Gedung Putih di bawah naungan anggota Kongres William A. Steiger, yang ketokohannya dihilangkan dalam film.
“Politik selalu membuatnya tertarik. Tidak seperti orangtuanya yang memihak (partai) Demokrat, Dick memilih bergabung dengan Partai Republik. Lalu pada 1968 ia menerima pekerjaan di bawah anggota Kongres Amerika William Steiger yang juga Republikan,” tulis Elaine K. Andrews dalam Dick Cheney: A Life in Public Service.
Baca juga: Satir Penerbang Bengal dalam Catch-22
Adalah Steiger, lanjut Andrews, yang mengenalkan Dick pada Rumsfeld. Steiger memuji kinerja Dick hingga pada April 1969 Dick diminta Rumsfeld pindah dari staf Steiger untuk menjadi asisten khususnya yang baru merangkap jabatan sebagai direktur Office of Economic Opportunity.
Terakhir, adalah dramatisasi misteri kematian ibu mertua Dick, Edna Vincent, pada 24 Mei 1973. Padahal, baik Cheney maupun istrinya tak pernah tahu pasti apa penyebab sesungguhnya kematian itu sampai investigasi singkat Kepolisian Casper, Wyoming menyatakan Edna meninggal karena kecelakaan.
Dalam film digambarkan Edna meninggal akibat tenggelam di Danau Yesness setelah bertengkar hebat dengan suaminya, Wayne Vincent. Hal itu mengesankan bahwa ayah Lynne secara tak sengaja membunuh Edna.
Padahal, laporan kepolisian yang dikutip suratkabar Casper Star Tribune edisi 26 Mei 1973 menyatakan hal berbeda. “Nyonya Vincent meninggal pada Kamis malam ketika ia terpeleset ke Danau Yesness di selatan Casper dan tenggelam.”
Baca juga: The Vanishing dan Misteri Penjaga Mercusuar
Ketika itu, lanjut suratkabar tersebut, sekitar pukul 9 malam Edna sedang mengajak jalan-jalan anjing peliharaannya di sekitar danau. Lantaran tak kunjung pulang sampai tengah malam, Vincent kemudian melapor kepada polisi bahwa istrinya hilang.
Lynne sendiri menyatakan dalam memoarnya, Blue Skies, No Fences: A Memoir of Childhood and Family, ayahnya memang tidak sedang bersama ibunya saat ibunya meninggal. Ia meyakini ibunya meninggal karena kecelakaan akibat gangguan kesehatan, di mana ibunya diketahui sering mengeluh pusing karena tekanan darah rendah.
Deskripsi Film:
Judul: Vice | Sutradara: Adam McKay | Produser: Brad Pitt, Will Ferrell, Adam McKay, Kevin J. Messick, Jeremy Kleiner, Dede Gardner | Pemain: Christian Bale, Amy Adams, Sam Rockwell, Steve Carell, Tyler Perry, Alison Pill, Jesse Plemons | Produksi: Plan B Entertainment, Gary Sanchez Productions, Annapurna Pictures | Distributor: Mirror Releasing | Genre: Drama Biopik | Durasi: 132 menit | Rilis: 11 Desember 2018, Mola TV.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar