The Whistleblower yang Membuka Borok PBB
Alih-alih melindungi, pasukan perdamaian PBB justru terlibat human trafficking dan perbudakan seks. Kasusnya diangkat “The Whistleblower”.
SUATU pagi medio 1999 di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina. Opsir Kathryn Bolkovac (diperankan Rachel Weisz) tertegun melihat nisan-nisan menghampar sepanjang perjalanan dari landasan udara ke kantornya di Markas Gugus Tugas Kepolisian Internasional (IPTF).
Kathryn asal Nebraska, Amerika Serikat, jadi satu dari sekian opsir polisi yang direkrut oleh kontraktor swasta Democra Security. Kontraktor yang berbasis di London, Inggris itu membawahi IPTF untuk bekerjasama dengan PBB menjaga ketertiban di Bosnia empat tahun pasca-Perjanjian Daytona yang mengakhiri Perang Bosnia (1992-1995).
Kathryn melakoni tugasnya dengan penuh dedikasi. Dia bahkan membawa sebuah kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) untuk dijadikan kasus pidana pertama yang masuk pengadilan pascaperang. Kathryn pun mendapat promosi sebagai kepala Gender Affairs Office atas rekomendasi ketua Komisi HAM PBB Madeleine Rees (Vanessa Redgrave). Tugas itu lantas menyeretnya ke satu kasus yang kemudian menggurita dan jadi skandal besar.
Adegan-adegan itu secara perlahan disajikan sineas Larysa Kondracki di film thriller kriminalnya, The Whistleblower. Semua diatur sedemikian demi memberi gambaran keadaan Bosnia pascaperang sehingga mempermudah penonton memahami isu dan skandal yang diangkat Kathryn. Masyarakat Bosnia kala itu masih terkotak-kotak antara etnis Serbia yang Ortodoks, Bosnia yang Islam, dan Kroasia yang Katolik.
Isu sosial itu masih sangat kuat ketika cerita beringsut ke adegan Kathryn mendapati polisi-polisi beretnis Serbia dan Kroasia enggan peduli pada korban-korban kejahatan dari etnis muslim Bosnia. Kesulitannya kian bertambah karena mayoritas opsir IPTF tutup mata dan telinga, kecuali opsir polisi lokal bernama Viko (Alexandru Potocean) dan anggota IPTF asal Belanda Jan van der Velde (Nikolaj Lie Kaas).
Hanya kepada Viko dan Rees Kathryn mendapat simpati kala menginvestigasi kasus human trafficking (perdagangan manusia) dan perbudakan seks dengan korban Raya Kochen (Roxana Condurache). Raya merupakan remaja asal Kiev, Ukraina yang dijual pamannya sendiri dan dijadikan budak seks di Bosnia.
Kathryn tercengang kala mendalami investigasinya di sebuah bar yang di dalamnya terdapat banyak ruang penyiksaan seksual. Saat memeriksa foto-foto di bar itu, Kathryn dibuat syok karena mendapati konsumennya adalah para anggota IPTF, perwira militer pasukan perdamaian, dan para diplomat PBB.
Baca juga: Child 44, Teror Pembunuhan Berantai di Rezim Stalin?
Temuan Kathryn diperkuat oleh pernyataan Milena (Coca Bloos), perawat di Zenica Shelter (tempat penampungan para pekerja seks komersial dan korban trafficking dari negara-negara Eropa Timur). Kesaksian Milena menunjukkan bahwa pasukan perdamaian PBB tak hanya jadi konsumen namun juga pelaku yang bekerjasama dengan organisasi trafficking belumlah cukup tanpa ada bukti-bukti lain.
“Trafficking menjalar seperti kanker setelah perang. Setengah dari kaum laki-laki kami (di Bosnia) tewas dalam perang. Lalu untuk siapa lagi mereka (korban trafficking) dibawa ke sini?” kata Milena.
Lewat bantuan opsir senior Internal Affairs Peter Ward (David Strathairn), yang diperkenalkan Rees, Kathryn makin dalam menginvestigasi. Sementara, ia dibantu Viko juga mencoba membawa Raya ke Global Displacement Agency (GDA) agar Raya bisa dipulangkan ke Kiev. Namun upayanya terbentur lantaran kepala GDA Laura Leviani (Monica Bellucci) keukeuh pada prosedur bahwa dibutuhkan bukti resmi bahwa Raya jadi korban trafficking.
Kathryn menghadapi tembok tebal. Laporannya kepada atasannya, Nick Kaufman (Benedict Cumberbatch), diabaikan. Laporan kasus-kasus yang dikumpulkannya ke bagian Propam juga “dipetieskan”. Kathryn pun mengirim laporannya langsung kepada kepala staf PBB, Komisi Tinggi PBB untuk Bosnia, dan sekretaris jenderal PBB.
Lagi-lagi, laporan dari e-mail Kathryn itu justru membuatnya dipecat Democra. Di ambang kefrustrasiannya, Kathryn disarankan Ward dan Rees yang menganggap hanya ada satu jalan keluar, yakni membawa borok PBB itu ke media. Berhasilkah Kathryn melakoni jalan terakhir itu di tengah ramainya intimidasi? Baiknya Anda saksikan sendiri The Whistleblower di aplikasi daring Mola TV.
Dramatisasi Skandal Kemanusiaan PBB
The Whistleblower diangkat dari kombinasi pengalaman Kathryn yang didramatisasi dan buku-buku dengan isu serupa yang dibaca Kondracki seperti The Natashas: Inside the New Global Sex Trade karya jurnalis Kanada Victor Malarek. Maka kecuali Kathryn, beberapa karakternya disamarkan dengan nama lain.
Dramatisasi garapan Kondracki bisa cukup terang menggambarkan situasi Bosnia dengan lingkaran organisasi perdagangan seks yang melibatkan PBB. Suasana menegangkan bisa lebih terasa lantaran Kondracki mengemasnya dengan iringan music scoring yang menegangkan serta tone film yang temaram dalam adegan-adegan dilematis dan kefrustrasian Kathryn atau adegan-adegan penyiksaan yang dialami Raya.
Secara keseluruhan, The Whistleblower menuai banyak pujian para kritikus. Satu-dua ulasan negatif yang ada sekadar mempersoalkan karakter-karakter antagonis yang selalu satu dimensi, atau plot cerita yang terlampau klasik bak “Daud vs Goliath”: seorang polisi perempuan mesti menghadapi dunia yang maskulin dan tak simpatik padanya.
Kondracki mengakui dua kekurangan itu lantaran ia ingin memprioritaskan substansi isu pada perdagangan manusia dan perbudakan seks. Seiring dengannya, dia ingin mempertontonkan jahatnya oknum-oknum PBB di Bosnia yang mestinya melindungi malah turut jadi “predator”.
Lewat karakter Raya, Kondracki mencoba menginformasikan apa yang dialami para korban perbudakan seks. Mulai dari penculikan oleh kerabat sendiri, jual-beli korban di perbatasan, hingga penyiksaan fisik maupun batin di bar-bar atau sejumlah rumah bordil yang dilindungi para polisi lokal dan polisi PBB nan korup.
“Karakter dia (Raya) berdasarkan beberapa korban. Setiap hal yang dialaminya adalah kenyataan yang dialami para korban di dunia nyata. Malah apa yang terjadi kepada korban aslinya setelah ditemukan Kathryn dan konsekuensinya, kami mesti men-downplay di filmnya karena apa yang dialami pada kenyataannya sangat bikin syok. Tetapi ya, setiap hal yang terjadi pada Raya juga terjadi pada sejumlah korban,” tutur Kondracki saat diwawancara WGTC, 11 Mei 2011.
Baca juga: Kombatan Yahudi Mantan Nazi
The Whistleblower kemudian menarik perhatian DynCorp, kontraktor yang dalam film disamarkan namanya menjadi Democra Security, dan PBB. DynCorp membantah penggambaran kontraktor ikut dalam bisnis hitam perdagangan manusia. Sementara, Sekjen PBB Ban Ki-moon sekadar bereaksi dengan menggelar diskusi panel yang menghadirkan tim produksi serta Kathryn sendiri, medio Oktober 2011.
Ban berjanji untuk mendalami skandal itu agar tak terjadi di masa mendatang sekaligus mereformasi protokol perlindungan kepada whistleblower atau pelapor. Janji itu faktanya retorika belaka. Tak satu pun dari para pelaku yang terlibat perbudakan seks diajukan ke meja hijau terlepas dari mereka punya kekebalan diplomatik. Selain itu, internal PBB kerap tunduk pada Amerika yang terus menikmati simbiosis mutualisme dengan sejumlah kontraktor swasta.
“Sayangnya, horor yang meluas itu sudah terjadi. Penanganannya takkan sederhana atau bisa dilakukan dengan cepat. Kasus-kasusnya juga terjadi di area-area misi PBB lain, di mana polisi dan para pekerja kemanusiaan juga terlibat tak hanya memfasilitasi, namun juga jadi pelanggan perbudakan seks terhadap perempuan dan anak-anak. Mereka terlibat pemerasan, suap, hingga pemalsuan dokumen sebagai bagian dari sindikat kriminal yang lebih besar,” ujar Kathryn dikutip The Guardian, 15 Januari 2012.
Baca juga: Robohnya Patung Tokoh Perbudakan dan Rasisme
Senada dengan Kathryn, Rees juga melihat lingkaran setan perbudakan seks itu sudah terlalu mengakar. Dia mengibaratkan janji Ban sekadar retorika yang akan kembali “dipetieskan”.
“Tidak cukup untuk PBB mengatakan: ‘Kami akan menyingkirkan beberapa apel yang busuk.’ Mereka harus paham bahwa praktik-praktik ini sudah mewabah dalam hegemoni dan lingkungan militer. Kejahatan-kejahatan ini dilakukan oknum yang memerkosa dan menyiksa perempuan dalam tugas mereka, lalu pulang ke istri masing-masing seperti tak terjadi apa-apa. Hal ini akan terus terjadi kecuali jika mereka ditangkap di depan keluarga mereka sendiri,” tukas Rees.
Data Film:
Judul: The Whistleblower | Sutradara: Larysa Kondracki | Produser: Christina Piovesan, Amy Kaufman, Celine Rattray, Benito Mueller, Wolfgang Mueller | Pemain: Rachel Weisz, Roxana Condurache, Benedict Cumberbatch, Monica Bellucci, Vanessa Redgrave, Nikolaj Lie Kaas, Alexandru Potocean, David Strathairn | Produksi: Voltage Pictures | Distributor: Samuel Goldwyn Films | Genre: Thriller Kriminal | Durasi: 112 menit | Rilis: 13 September 2010, Mola TV
Tambahkan komentar
Belum ada komentar