Masuk Daftar
My Getplus

Dari Kanal Hingga Rumah Pintal

Seorang kapten kapal dan dokter menulis catatan harian seputar kehidupan di Batavia.

Oleh: Aryono | 01 Nov 2012
Foto: Aryono

EMPAT kapal, The Duke, The Duchess, The Marquiss, The Batchelor Frigate, berlayar meninggalkan pantai Amerika Selatan pada 10 Januari 1710. Pelayaran tersebut dipimpin kapten asal Inggris, Woodes Rogers. Mereka mengambil rute samudera Pasifik menuju Guam. Perjalanan tidak semulus yang dikira, persediaan makanan menipis dan kebocoran salah satu kapal menjadi ujian bagi awak kapal. “Persediaan makanan dan minuman menipis, jatah dijaga dengan ketat. Setiap orang hanya memperoleh sepotong daging dan 1,5 pon gandum sehari, sementara jatah untuk budak negro lebih sedikit lagi,” tulis Frieda Amran dalam bukunya Batavia, Kisah Kapten Woodes Rogers dan Dr Strehler.

Dua bulan kemudian mereka tiba di kepulauan Guam. Mereka tinggal selama sepuluh hari, dan selanjutnya menuju Batavia. Perlu waktu tiga bulan untuk sampai ke Batavia, dengan menghadapi masalah persediaan makanan menipis dan kebocoran kapal The Marquiss.

Logistik dalam sebuah pelayaran sangat menentukan, meski tidak beragam, hanya sayuran yang diasinkan, beberapa ratus unggas dan babi. “Rupanya hanya babi yang kuat berlayar sampai jauh, unggas-unggas lebih dahulu mati karena kekurangan air,” tulis Frieda.

Advertising
Advertising

Setelah menempuh 3.200 mil, mereka tiba di Batavia pada 22 Juni 1710. “Seluruh awak kapal bersorak, berjingkrak dan berpelukan girang. Batavia merupakan nirwana minuman punch,” kata Frieda dalam peluncuran bukunya di Museum Bank Mandiri, Jakarta (31/10).

Menurut Frieda, sudah kewajiban seorang kapten kapal untuk menuliskan segala hal yang terjadi selama pelayaran kedalam log book atau catatan harian. Dan Kapten Woodes Rodgers melakukannya. Dia memimpin armada kapal untuk menyerang kapal-kapal Spanyol di Samudera Pasifik dan berhasil merampas kapal Spanyol, The Batchelor Frigate. Catatan harian Rodgers, A Cruising Journey Around the World, diterbitkan pada 1712. Buku inilah yang menjadi salah satu referensi Frieda menyusun bukunya.

Selain Rogers, Frieda juga menampilkan tokoh lain yaitu Dr. Strehler, dokter berkebangsaan Jerman yang menjadi tenaga medis di sebuah kapal Belanda dengan rute Belanda-Hindia Belanda. Catatan Dr. Strehler, Bijzonderen wegens Batavia en deszelfs omstreken: uit het dagboek gedurende twee reizen derwaarts in 1828-1830 van Dr. Strehler, diterbitkan pada 1883.

Selain menghancurkan armada kapal Spanyol, Rodgers bersama awak kapalnya juga menumpas perompak laut di perairan Karibia, sekitar kepulauan Bahama, Jamaika serta daerah lain di perairan Amerika Tengah dan Selatan.
Kala Rodgers tiba di Batavia, Gubernur Jenderal yang berkuasa adalah Abraham van Riebeck. Pada 1712, dia meresmikan Stadhuis atau Balai Kota, yang dikelilingi benteng kokoh, bangunannya rapi, lingkungan asri dengan pohon-pohon buah, air mancur dan patung-patung. Infrastruktur kota cukup lengkap seperti rumahsakit, sekolah, percetakan, dua buah gereja untuk orang Belanda, dua buah gereja Protestan untuk orang Portugis. “Kapten Woodes Rodgers tercengang melihat Batavia yang dinilainya sebagai salah satu kota paling menyenangkan diseluruh dunia,” kata Frieda.

Dalam catatan Rodgers, sepuluh tahun sebelum rombongannya tiba, terjadi gempa bumi hebat di Batavia. Akibatnya, aliran sungai Ciliwung berubah, kanal-kanal dan muara menjadi lebih sempit dan dangkal akibat pengendapan. Beberapa ekor kuda mengerakkan sebuah mesin pompa untuk membersihkan endapan itu, supaya kapal-kapal berukuran kecil dapat berlayar masuk ke kanal-kanal.

Di dalam kota Batavia digambarkan terdapat lima belas kanal berdinding batu serta 56 jembatan. Kebersihan di dalam kota dilakukan setiap hari oleh narapidana, yang dirantai berpasangan, dengan pengawasan ketat penjaga bersenjata. Selain masalah kebersihan, kemanan pun menjadi bagian yang sangat diperhatikan oleh pemerintah kota. Setiap malam, mulai pukul 21.00, De Boom, gerbang masuk kota ditutup untuk menjaga keamanan.

Kehidupan sehari-hari penduduk Batavia, seperti kebiasaan tidur siang antara pukul 13.00 sampai 16.00 sore, yang biasanya dilakukan oleh golongan kaya. Sebelum tidur, mereka memanggil dua pembantu perempuan untuk memijatnya. Setelah pijat, dilanjutkan sapoe-sapoe, yaitu menggosokkan tangan secara halus di tempat yang dipijat, lalu menyeka tubuh dengan handuk hangat. Lalu tombok, menekan tubuh dengan kepalan tangan secara halus. Dilanjutkan tjowit, mencubit kecil permukaan kulit. Terakhir, ramas, menarik jari kaki dan tangan hingga berderak. “Akhirnya kedua pembantu perempuan itu menutup kamar, dan hanya terdengar dengkur sang tuan,” tulis Frieda.

Di dalam kota Batavia memiliki sebuah bangunan yang disebut spinhuis, rumah pintal. “Bangunan tidak menyenangkan ini tertutup sama sekali dan hanya dapat dicapai melalui pintu sebelah timur dinding benteng. Pintu itu ditutup terali besi yang kokoh,” tulis Frida.

Pekerjaan menenun kain di rumah pintal dilakukan oleh pekerja wanita. Uniknya, para pekerja wanita ini adalah mereka yang mendapat “cap” binal oleh pemerintah setempat. Spinhuis menjadi tempat menampung dan “menjinakkan” para wanita binal tersebut. Setiap Minggu diadakan kebaktian gereja khusus untuk mereka, dipimpin oleh dua penjaga. Tujuannya mengubah perilaku para wanita itu.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Andi Azis, Tambora, dan Hutan Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965 Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia Riwayat Jackson Record Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Akhir Kisah Raja Lalim Pawang Hujan dalam Pernikahan Anak Presiden Soeharto Serba-serbi Aturan Offside dalam Sepakbola Ayah Fariz RM Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I)