Masuk Daftar
My Getplus

Sisi Lain Ridwan Saidi

Ridwan Saidi dari Angkatan 1966 tapi kecewa pada kawan-kawan seperjuangannya itu. Di akhir hidupnya, ia kerap muncul meramaikan acara debat publik di televisi.

Oleh: Petrik Matanasi | 27 Des 2022
PB HMI periode 1969-1971 bersama Jenderal TNI (Purn.) A.H. Nasution. Ridwan Saidi (ketiga dari kanan) bersama Jamil Gozali, Warnida, Nurcholish Madjid, dan Tohir. (Dok. Ridwan Saidi).

Sebelum tutup usia pada 25 Desember 2022 karena pendarahan di otak, Ridwan Saidi kerap dianggap budayawan Betawi dan oleh sebagian kalangan disebut sejarawan. Ia sering muncul di televisi atau panggung lainnya dengan utak-atik gatuk yang sulit diterima para peneliti sejarah. Begitulah ia kini diingat, padahal di era Orde Baru posisinya cukup unik.

Ridwan Saidi adalah penikmat seni. Seleranya musik jazz. “Saya senang jazz. Pertunjukan Tjok Sinsu sampai Jack Lesmana selalu saya tonton,” kata Ridwan Saidi dalam Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985–1986.

Waktu duduk di SMP, Ridwan Saidi pernah belajar melukis dari kawannya, Ali Shahab yang sutradara. Pelajaran melukis itu ada gunanya. Setidaknya bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ketika lambangnya belum Ka’bah seperti sekarang melainkan masih bintang sudut lima. Ridwan Saidi dianggap sebagai perancang lambang PPP di masa Orde Baru tersebut.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kala Orde Baru Terlibat Kudeta Partai

“Proses pembuatannya hanya satu hari saja. Proses pengendapannya yang lama,” kata Ridwan Saidi terkait pembuatan lambang itu. Setelah tahun 1999, ketika jumlah partai bertambah lagi, lambang bintang itu dipakai Partai Persatuan yang diketuai Djaelani Naro.

PPP adalah partai yang diarahkan rezim Soeharto untuk menghimpun kelompok-kelompok Islam di zaman Orde Baru. PPP lahir dari fusi (penggabungan) Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) pada 5 Januari 1973. Partai ini lawan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan lawan berat daripada Golongan Karya (Golkar).

Baca juga: Ridwan Saidi dan Dapunta Hyang

“Ridwan Saidi sendiri mulai bergabung dengan PPP ketika ia masih menjadi anggota HMI, karena salah satu unsur dalam PPP adalah Parmusi yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi Islam dan HMI termasuk di dalamnya,” catat Ali Akbar dan Ridwan Saidi dalam Biografi Politikus dan Budayawan Ridwan Saidi.

Ridwan Saidi pernah kuliah ilmu publisitas di Universitas Padjadjaran Bandung dan ilmu sosial di Universitas Indonesia. Menurut catatan Pemilihan Umum Tahun 1982 Volume 15, Ridwan Saidi menjadi anggota HMI sejak 1963. Antara 1974 hingga 1976, ia menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI, sebuah organisasi yang didirikan Lafran Pane. Sebelum menjabat Ketua Umum, ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal dan Ketua Satu.

Ridwan Saidi, yang pernah menjadi Ketua Departemen Organisasi dan Pemilu DPP PPP, pernah pula menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPP/MPR) dari 1977 hingga 1987. Ia dianggap mewakili anak Betawi.

Baca juga: Kenaikan Harga BBM Masa Orde Baru

Ridwan Saidi cukup kritis ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik pada Januari 1983. Ia pun mempertanyakan semangat Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang dulu dikoar-koarkan Angkatan 66, kawan-kawan seperjuangannya yang merontokkan Sukarno dari kursi kepresidenan.

“Elite Angkatan 66 mencoba berpokrol-bambu tentang arti tura (turunkan harga), dengan mengaburkan pengertian-pengertian yang asli,” kata Ridwan Saidi yang kecewa pada kawan-kawannya itu. Berpokrol bambu maksudnya adalah bersilat lidah. Sebagian kawan-kawan Angkatan 66-nya ada yang duduk di Golkar.

Ridwan Saidi di era 1980-an melihat kurangnya kesadaran berorganisasi dari anak-anak muda Indonesia. Ia juga melihat banyak organisasi tidak memungut iuran pada anggotanya, yang menurutnya adalah bentuk tanggung jawab kepada organisasi, dan banyak organisasi jika butuh uang kegiatan biasanya akan mencari sponsor. Ridwan Saidi mencium bahaya dari keadaan semacam ini.

Baca juga: Ridwan Saidi dan Bahasa Armenia

Sebagai anggota DPR, pria kelahiran 2 Juli 1942 ini menjalani hidup dengan sederhana yang mengandalkan gaji saja. Ia suka naik bis kota meski memiliki skuter bajaj. Ketika masih jadi anggota dewan, ia pernah tinggal di Jalan Talempang, Kelapa Gading, Jakarta Utara, sebelum akhirnya tinggal di Bintaro, Tangerang Selatan.

Tak banyak yang tahu, Ridwan Saidi yang barangkali dicap tidak ilmiah di media adalah orang yang mampu berpikir ilmiah. Ia bisa menjadi lawan bicara menarik jika tidak di depan kamera atau di atas panggung. Dalam diskusi sejarah, ia bisa bicara dengan sumber sejarah yang jelas.*

TAG

obituari ridwan saidi

ARTIKEL TERKAIT

Kanvas Kehidupan Fathi Ghaben Dua Kaki Andreas Brehme Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer Suami Istri Pejuang Kemanusiaan Berpulangnya Yayu Unru, Aktor Watak yang Bersahaja Djoko Pekik dan Trilogi Celeng Nani Wijaya dari Tari ke Film Pelé adalah Sepakbola, Sepakbola adalah Pelé Aminah Cendrakasih Sebelum Jadi Mak Nyak Remy Sylado dan KNIL