Masuk Daftar
My Getplus

Gencatan Senjata Natal

Para prajurit di medan Perang Dunia I berhenti bertempur. Mereka merayakan Natal.

Oleh: Rahadian Rundjan | 29 Des 2014
Prajurit Jerman dari 134th Saxon Regiment dan prajurit Inggris dari Royal Warwickshire Regiment bertemu di tanah tak bertuan (no man′s land), 26 Desember 1914. Foto: public domain/en.wikipedia.org.

WILAYAH Ypres Belgia adalah medan pertempuran paling intens antara Jerman dan Sekutu yang dipimpin Inggris dan Prancis pada awal Perang Dunia I. Serangkaian pertempuran yang terjadi pada 19 Oktober–22 November 1914 memakan puluhan ribu korban tewas, diikuti perang parit yang statis.

Peperangan berhenti pada malam Natal, 24 Desember. Prajurit Jerman dan Inggris mendekorasi parit masing-masing dengan pohon Natal dan menyanyikan lagu-lagu Natal. Suasana jadi bersahabat ketika mereka bertemu di wilayah tak bertuan (no man’s land), lahan kosong yang memisahkan antarparit.

“Tidak ada rasa benci sedikit pun dari kedua belah pihak. Dari pihak kami, tidak pula muncul keinginan untuk bertempur. Gencatan senjata Natal ini seperti jeda ronde sebuah pertarungan tinju yang bersahabat,” tutur Letnan Dua Bruce Bairnsfather dari resimen Royal Warwickshire, dikutip dari Meetings in No-Man’s Land karya Marc Ferro dkk.

Advertising
Advertising

Mereka bertegur sapa, bertukar hadiah dan kebahagiaan Natal. Hal serupa menyebar ke front pertempuran di wilayah lain. Momen ini didokumentasikan dalam surat dan catatan harian para prajurit di lapangan.

“Kami saling bertukar rokok, tanda tangan, dan beberapa orang bahkan berfoto bersama. Saya tidak tahu sampai kapan hal tersebut berlangsung, tapi sampai esok harinya kami tidak mendengar letusan tembakan sedikit pun,” tulis Kapten A.D. Charter dari batalyon Gordon Highlanders dalam surat-suratnya yang dipublikasikan Royal Mail, jasa pos nasional Britania Raya, dikutip dari independent.co.uk (24/12).

“Kami bahkan mengadakan gencatan senjata kembali untuk merayakan Tahun Baru, yang digunakan para prajurit Jerman untuk melihat hasil cetakan foto yang kami ambil sebelumnya!” tambah Charter.

Bahkan di beberapa wilayah gencatan senjata digunakan para prajurit untuk bertanding sepakbola. No man’s land yang biasanya suram untuk sesaat jadi ajang rekreasi. Seperti disaksikan Letnan Kurt Zehmisch dari resimen Saxony ke-134. “Prajurit-prajurit Inggris membawa bola sepak dari parit mereka, dan tak lama pertandingan seru terjadi. Pemandangan ini sangat menakjubkan, juga aneh. Para opsir Inggris merasakan hal yang sama tentang ini. Natal, momen perayaan rasa cinta dan kasih sayang, mampu membuat musuh bebuyutan menjadi kawan untuk sementara,” akunya dalam catatan harian yang dipublikasikan pada 1999.

Secara umum, momen gencatan senjata itu digunakan untuk menghentikan tembak-menembak, merawat prajurit terluka, mengevakuasi dan menguburkan mayat, sekaligus memperkuat pertahanan parit masing-masing.

Pers di negara-negara yang terlibat perang memuat banyak berita tentang gencatan senjata ini berdasarkan surat para prajurit yang dikirim ke keluarga mereka. Banyak pihak berharap perang akan segera usai.

Namun tidak semua prajurit dan opsir mendukung gencatan senjata Natal karena dianggap sebagai bentuk simpati terhadap musuh. Salah satu penentang ialah Adolf Hitler, yang saat itu berpangkat korporal di Divisi Ke-16 Bavarians.

“Hal tersebut tidak seharusnya terjadi di masa perang. Apa kalian orang-orang Jerman sudah tidak punya rasa hormat sama sekali?” kata Hitler, seperti dikutip Jim Murphy dalam Truce: The Day the Soldiers Stopped Fighting.

Gencatan senjata tidak lagi terjadi di Natal tahun berikutnya. Perang yang makin keras, seperti dimulainya penggunaan gas beracun (1915) dan brutalnya Pertempuran Somme dan Pertempuran Verdun (1916), menghilangkan rasa simpati antarprajurit. Sembilan juta prajurit dan tujuh juta rakyat sipil tewas di akhir perang; menjadikan Perang Dunia I sebagai salah satu konflik paling mematikan dalam sejarah manusia.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Memburu Kapal Hantu Sejarah Gereja dan Seni Kristiani Dulu Tentara Kudeta di Medan Protes Sukarno soal Kemelut Surabaya Diabaikan Presiden Amerika Perdebatan Gelar Pahlawan untuk Presiden Soeharto Paris Palsu di Masa Perang Dunia I Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Sebelum Jenderal Symonds Tewas di Surabaya Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Perjuangan Pasangan Sutomo dan Sulistina dalam Masa Revolusi